15

4.7K 268 4
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"Ayo, bang" Nayla baru keluar dari kamarnya. Dia mengenakan pakaian olahraga lengkap. Sebuah tas raket sudah tersampir di pundaknya. Dia siap untuk berolahraga.

Faris tengah duduk bersama ibu di depan TV sambil meminum kopi hangat. "Ooh. Ayo"

"Kalian mau kemana?" Tanya ibu

Langkah Nayla terhenti. "Mau main raket di lapangan komplek"

"Sini dulu. Mumpung ibu masih ingat, ibu mau ngomong sesuatu" Raut ibu serius.

Nayla hanya menurut, dia memilih duduk di depan ibunya. Wajahnya sudah tak sabar, entah penasaran dengan apa yang akan ibu bicarakan atau tak sabar ingin bermain raket. Sementara, Faris masih asik meminum kopi hangatnya.

"Ibu ingin kalian pergi bulan madu!" Ucap ibu. Telinga Faris mulai memerah. Sedangkan Nayla, memasang muka datar.

"Kok tiba-tiba?" Tanya Nayla. Faris mengintip Nayla dari balik cangkir kopi yang sedang di minumnya.

"Ibu ingin punya cucu?!" Kata ibu tegas. "Lebih baik kalian pergi bulan madu, mana tau pulang dari sana ibu bisa punya cucu yang imut"

Faris tersedak di balik cangkir kopinya. Nayla melihat faris sekilas, lalu menatap nyalang ibunya lagi. "Ibu kira punya anak itu mudah, apa?! Butuh 9 bulan 10 hari, bu. Gak langsung instan kayak beli mie instan. Tinggal seduh jadi, deh. Ibu ngaco ih. Lagian, ya. Itu semua butuh proses. Pertama, pertemuan sel sperma dengan sel telur, lalu pembentukan zigot di hari pertama hingga hari ke 14. Kemudian embrio mulai terbentuk di minggu ke 2-3. Setelah 3 bulan lebih baru jadi janin, bu. Bukan hal yang mudah. Ada-ada aja sih ibu. Orang baru nikah dua hari juga. Pegang tangan aja baru tadi ma... Hm.." Nayla sudah ditarik oleh Faris dan dengan mulut yang di bekapnya.

Ibu sedikit terkejut dengan penjelasan Nayla yang meledak-ledak, bak kembang api yang dibakar.

"Kami pergi dulu, ya, bu. Nanti kita bahas lagi, ya. Assalamu'alaikum"

****

Di depan rumah. Saat mereka memasang tali sepatu, emosi Nayla juga belum turun sepenuhnya mulutnya masih meracau sana-sini.

"Abang apa-apan, sih. Aku itu lagi emosi. Ibu kira punya anak itu kayak bikin kue, apa?! Beli bahan, buat adonan, terus di cetak, di hias, di masak dengan oven, jadi deh. Kayak gitu apa?! Gak mudah tau" Tali sepatu Faris telah terikat rapi. Dia sedang menunggu Nayla yang sedang mengikat satu lagi tali sepatunya yang sebelah kiri.

"Sudah. Jangan marah. Istighfar. Dosa loh kalau marah sama orang tua. Mungkin dari dulu ibu hanya ingin gendong cucu" Kata Faris. Dia masih berkata lemah lembut. Namun, telinganya masih tampak merah.  Nayla telah selesai dengan sepatu nya.

Mereka berjalan keluar dari pekarangan rumah menuju lapangan komplek. "Iya, tapi anaknya yang baru nikah cuma satu. Itupun dua hari yang lalu nikahnya. Belum juga ngapa-ngapain. Pegang tangan juga baru kemarin"

"Usttthh.. Ini di luar rumah. Nanti kita ngomong lagi, ya. Sudah. Malu sama tetangga. Tenang.. Sabar"

"Iya. Maaf" Ucap Nayla sebal.

"Maafnya nanti sama ibu aja. Bukan sama aku"

"Iya"

"Hmm.. Nay" Faris menatap Nayla yang berjalan di sebelahnya. "Kamu gak ada kepikiran ingin punya anak?" Tanya Faris. Tangannya sibuk menggaruk ujung hidungnya yang tak gatal dan matanya menatap ke bawah, telinganya kembali merah.

Nayla melihat Faris sekilas. "Bukan gitu" Dia menendang batu ke sembarang arah. Sementara, Tangannya terlipat ke belakang "aku masih shock dengan keadaan sekarang ini. Tiba-tiba saja ada yang akan meng-akad-kan aku dalam beberapa jam. Aku masih gak yakin bahwa aku sudah menikah. Tiga hari yang lalu aku masih single, masih memikirkan diriku sendiri tapi sekarang tidak lagi. Aku sudah memiliki pasangan hidup, itu yang buat aku belum memikirkan nya. Jujur, alam bawah sadarku masih berpikir bahwa aku masih sendiri, namun takdir sudah berkata lain. Buktinya tadi pagi, aku gak tau bahwa aku sudah bersuami dan percaya bahwa abang itu adalah kak Nafis. Satu-satunya yang selalu meyakinkan aku bahwa aku sudah menikah adalah cincin ini" Nayla menatap jari manisnya "dan juga abang yang berdiri di sebelahku sambil menatap lembut" Suara Nayla terdengar sendu. "Itu yang buat aku belum yakin ingin punya anak. Aku belum siap menjadi seorang ibu, bang"

Wedding Shock ✔Where stories live. Discover now