10

5.5K 308 8
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Resepsi pernikahan telah selesai beberapa menit yang lalu. Seluruh anggota keluarga terlihat kelelahan. Beberapa anak-anak ada yang tertidur tak terkecuali Fatur. Dia sudah tertidur sejak di atas pelaminan. Faris dengan lembut mengusap kepala Fatur yang berada diatas pangkuannya dengan lembut. Nayla yang melihat tingkah Faris
Lantas berpikir "mereka terlihat seperti ayah dan anak". Selama acara, Fatur duduk di tengah-tengah Nayla dan Faris--Nayla yang minta, karena dia gugup jika dia berdekatan dengan Faris-- Fatur yang duduk disana hanya tersenyum bahagia. Tiap kali ada orang yang akan bersalaman dengan Faris dan Nayla, maka dia akan turut bersalam pula. Dia juga akan masuk kamera tiap ada orang yang berfoto bersama pengantin tersebut. Maklum lah, anak milenial sekarang memiliki hobi berfoto. Begitulah dengan sepupu Nayla yang satu itu. Dia sangat senang berfoto. Bahkan, tiap cepretan kamera. Gayanya pun berubah. Mulai dari membentuk huruf v di kedua tangannya, memonyongkan bibirnya, hingga senyum malu-malu Dan ada juga senyum yang sangat lebar.

Semantara Nafis juga terlihat lelah. Lebih ke batin dari pada fisik. Bagaimana tidak? Tiap ada yang bersalaman, mereka akan berkata "wah, selamat ya, Nayla. Dan selamat juga Sarah, kamu akhirnya memiliki menantu. Mungkin sebentar lagi juga punya cucu. Lalu, anakmu yang tampan ini gimana? Udah ada calon? Kalau udah ada jangan lupa di undang, ya?!" Perkataan serupa pun dia dengar hingga sore saat acara akan berakhir. Bagaimana tidak di dengarnya, Karena dia adalah wali dari Nayla, maka dia bertugas mendampingi ibu disebelah Nayla--yang menggantikan tugas ayah-- dan tak ayal telinganya kini panas dingin, jika dia tak memikirkan harga dirinya dan nama baik keluarga. Ingin rasanya membalas perkataan orang-orang tersebut.

"Ibu, aku mandi dulu ya" Nafis beranjak dari duduknya. Lebih baik air dingin menyiram Kepalanya yang panas.

"Iya, jangan lama-lama. Sebentar lagi maghrib. ibu juga ingin mandi, udah gerah nih!." Ibu berujar imperatif

"Iya, bu" Nafis berjalan dengan langkah gontai. Dia sangat ingin menyirami kepalanya dengan air dingin.

Yang lain pun juga beranjak dari duduknya. Ada yang mengambil makanan atau kembali ke kamar mungkin mandi di kamar masing-masing.  Namun, beberapa orang masih sibuk bercengkrama bersama. Membicarakan apa saja yang terlintas dikepala mereka. Nayla juga turut ikut serta dalam perbincangan, dia kadang mengangguk,  menyatakan pendapat dan mendengar Ibu, bibi, atau nenek berbicara.

Faris yang duduk tak jauh dari Nayla, tengah menatap wajah Nayla. ini pertama kalinya dia melihat Nayla secara langsung tanpa menjaga pandangan. Dilihatnya wajah istrinya itu, dari jidat, mata, hidung, bibirnya yang tertawa, dagunya yang runcing, serta pipinya yang naik ke atas saat tertawa. Jujur dia kembali jatuh hati kepada Nayla.

Nenek yang mengetahui gerak-gerik Faris hanya bisa tersenyum. Namun, detik kemudian pikirannya mengatakan agar dia sedikit menjahili Faris. "Faris, sebaiknya kau juga mandi, waktu maghrib akan datang bukankah lelaki itu shalatnya di masjid?! Cepatlah berdiri, jangan melihat wajah istrimu juga, kau terlalu kentara menunjukkan cintamu. Nanti malam kau habiskan lah waktu mu dengannya?!"

"Nenek?!" Dia terkejut saat nenek berkata.  Nayla menolehkan wajahnya menghadap Faris.

Faris yang ditatap langsung menundukkan wajahnya, telinganya memerah. "Aku mandi dulu" Dia berdiri dan meninggal kan mereka semua.

Nayla juga tak kalah malunya.  Bisa-bisanya neneknya berkata seperti itu. Memojokkan dirinya. Dengan teganya mereka semua tertawa. 'Tertawa di atas penderitaan orang lain' Nayla mendengus sebal.

****

Adalah lima menit setelah kepergian Faris. Nayla yang masih mengobrol bersama ibu, nenek dan yang lain, tiba-tiba perutnya merasakan sakit. 'Aduh, ini nomor dua(1)' ucapanya dalam hati

Nayla bergegas berdiri sambil memegang perut, dia mulai berlari menuju kamar mandi di bawah tangga--karena paling dekat-- digedor-gedornya pintu kamar mandi. "Ada orang? Didalam ada orang?"

"Ada, kakakmu lagi mandi, sedang menyabuni tubuh kekarnya. Kenapa?" Nafis menjawab dari balik pintu.

"Kak, tolong keluar, perutku sakit, aku gak tahan lagi!"

"Apa? Kakak gak dengar?!"

"Matiin kerannya dulu!" Ucap Nayla lantang dan keras

Nafis mematikan keran air, "apa?"

"Aku sakit perut, nomor dua. Tolong keluar, kak!"

"Aku belum selesai mandi, Nayla. Pergilah ke kamar mandi yang lain!"

"Baiklah" Nayla berlari ke kamar Aira--Di kamar Aira ada kamar mandi--Namun, saat itu dia juga sedang mandi. Bahkan, pintu kamarnya tidak dapat dibuka, karena dikunci dari dalam. Nayla tau dari suara air yang terjatuh. Jadi, Nayla  menyimpulkannya seperti itu.

"Aduh, aku tak tahan lagi, apa kamar mandi di rumah ini seluruhnya sedang dipakai?" Nayla berbicara seorang diri. Tangannya masih megang perut. Keringat dingin mengucur di dahinya. Keningnya berkerut menahan sakit perutnya.

"Ah, aku ingat, di kamar bang Faris ada satu kamar mandi. Tapi, aku malu kesana. Nenek mah, suka usil, kan jadi malu aku menemuinya. Tapi aku gak tahan lagi, mungkin lebih baik aku kesana dari pada 'dia' keluar di sini" Nayla lagi-lagi berlari, kali ini kamar Faris adalah tujuannya. "Masa bodoh dengan malu"

Pintu kamar di buka beriringan dengan dibukanya pintu kamar mandi. Tampaklah Faris yang tengah menggosok rambutnya yang basah dengan handuk. Nayla cukup terkejut. Dia tak tau harus berkata apa.

Faris yang melihat Nayla lagi memegang perut, menyerngitkan dahi. "Kamu kenapa nay? Kok berkeringat?"

"Eh, aku, hm, aku ingin ke kamar mandi, bang" Nayla berkata gugup

"Ooh. Itu, kenapa perutnya di pegang?"

"Aku sakit perut bang. Nomor dua. Mau ke wc. Tolong minggir, bang." Dia sudah tidak tahan lagi. Dia langsung berlari dan mendorong Faris ke tepi karena badannya menutup pintu kamar mandi.

Faris yang di dorong ke tepi, berdiri sedikit oleng namun dapat ditahannya. Alisnya saling bertautan. "Nomor dua? Nay, apa artinya nomor dua?"

Nayla sudah di dalam. Akhirnya dia merasa lega. Beban dalam tubuhnya serasa di angkat. Sayup-sayup dia mendengar pertanyaan Faris. Sedetik kemudian, dia menjadi malu. "Jika abang penasaran, tanyakan pada kak Nafis"

****

Nayla keluar dari kamar mandi, ketika suara azan berkumandang. Faris tak terlihat lagi. Dia sudah pergi ke masjid untuk menjalankan shalat maghrib berjama'ah bersama yang lain, seperti malam sebelumnya.

Nayla juga akan melaksanakan shalat berjamaah. Kali ini tante Maryam yang menjadi imam.

Tanpa sepengetahuan Nayla. Telepon Nayla terus berdering. Hingga shalat siap dilaksanakan. Saat Nayla memasuki kamar ketika hendak mengambil Al-Quran. Deringan ponsel yang ke 13 mengambil perhatiannya. "Hallo. Assalamu'alaikum, Nissa"

"Iya, kenapa kamu menelpon ku?"

"Aku lagi di kampung. Emangnya gak ada satupun dokter yang bisa menggantikanku?"

"Kamu telpon siapa saja yang bisa menggantikan aku, yang bisa memberikan pertolongan kepadanya. Apapun dan siapa pun itu. Aku akan berangkat sekarang juga. Aku akan berusaha kesana dalam 2 jam"

Panggilan ditutup Nayla. Pikiran saat ini adalah berangkat dan pergi ke kota. Dia mulai mengemas pakaiannya dan memasukkan kedalam koper.

*****

Ada yang tau arti 'nomor dua'?. Kalau kalian penasaran sama artinya jangan sungkan bertanya. Akan aku jawab. Tapi kalau tak ada yang bertanya aku anggap kalian paham. Oke?!

Jangan lupa vote dan comment nya^^

Jazakumullahu khairan

7 Desember 2019

Wedding Shock ✔Where stories live. Discover now