18

3.2K 223 1
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Nayla terpaku melihat sebuah mobil berwarna putih yang terparkir di dalam rumahnya. Mobil itu sudah hafal di otak Nayla siapa pemiliknya.

"Nay, kenapa berdiri di sana? Ayo masuk" Ajak Faris.

Nayla menutup mulutnya. Lalu, Dia bersorak kegirangan dan berlari menuju rumah-- meninggalkan Faris yang bingung dengan sikap Nayla.

"Kakak" Pekik Nayla saat tiba di dalam rumah. Membuat ibu bergidik mendengar suaranya.

"Bisa gak sih, kalau manggil orang itu dengan suara yang pelan?!" Ucap ibu. Dia selalu kesal dengan tingkah anaknya-- yang senang memanggil dengan suara keras.

"Maaf, bu" Nayla menangkupkan kedua telapak tangannya di dada. "Kakak mana, bu?"

"Di dapur" Tunjuk ibu ke arah dapur.

Nayla segera berlari menuju dapur. Faris hanya menggeleng melihat tingkah istrinya.

"Mohon dimaklumi ya, nak. Dia memang kadang suka seperti itu. Keduanya malahan. Sabarnya aja yang di perbanyak, agar hati lebih enteng lihat kelakuan bocahnya itu" Saran ibu pada Faris yang menatap heran tingkah Nayla.

Faris mengangguk. Dan menyalami tangan ibu Nayla. "Iya, bu. Aku paham, kok"

Ibu suka dengan sifat Faris yang satu ini. Saat pergi dan pulang, dia akan menyalami tangan orang yang lebih tua yang ada disekitarnya. "Hidungnya bagaimana? Parah kayaknya?" Tunjuk ibu pada hidung Faris.

"Gak masalah, bu. Cuman ada retakan di bagian tulang hidungku. Dua tiga hari Insya Allah sembuh" Jawab Faris dengan sopan.

"Ibu terkejut loh. Saat tau Nayla menghantam hidungmu. Dia mah gitu orangnya, sedikit kasar. Tapi hatinya lembut kok. Sering sering saja bikin dia jatuh hati padamu" Saran ibu kembali

"Baik, bu" Faris kembali mengangguk sopan "aku permisi ke dalam dulu, ya bu"

"Ooh. Iya Iya iya. Istirahat yang cukup, ya"

Kembali Faris menangguk.

Disisi lain. Tepatnya di dapur. Nayla melihat kakaknya sedang mengambil gula dan meletakkan nya di dalam gelas. Dia langsung merangkul bahu kakaknya. "Kak"

"Hmm"

"Buat apa kak?"

"Kopi"

"Kakak marah?" Nayla menusuk nusuk perut kakaknya dengan jari telunjuk nya.

"Hmm" Nafis menuangkan air panas dalam gelas berisi kopi dan gula.

"Jangan marah kak?! Maaf ya aku ninggalin kakak kemarin tanpa kabar" Nayla masih membujuk kakaknya.

"Siapa yang marah. Aku cuma kesal. Semenjak ada suami, aku jadi di campakkan oleh adikku sendiri" Nafis membela dirinya dan menyindir Nayla sedikit.

"Maaf ya. Kemarin itu sungguh tak kusangka. Mendadak ada telepon dari rumah sakit. Aku juga tak tau harus berbuat apa. Yang pasti aku harus kembali ke rumah sakit secepatnya" Nayla berusaha menjelaskan. Senyum ramahnya selalu ia tampilkan. Agar kakaknya tak marah berkepanjangan.

"Iya, aku paham" Nafis meminum kopinya.

"Kakak masih kesal?" Tanya Nayla. Dia masih merangkul kakaknya.

Nafis hanya diam. Terbit ide usil dalam benaknya.

"Jangan marah lagi, kak. Atau aku akan belikan makanan yang kakak mau?! Apa pun itu?!" Tawar Nayla. Biasanya kakaknya akan luluh dengan makanan.

Wedding Shock ✔Where stories live. Discover now