CHAPTER XXV

1.6K 242 70
                                    

Tetes air mata menegurku bahwa aku tak bisa berdusta.
Rasa sakit dalam hati menamparku bahwa aku tak bisa menyakiti.
Sesak dalam dada membuatku paham bahwa aku tak mampu melepasmu.





TUBUH kurus itu bersandar pada dinding depan ruang ICU. Rasa sesak mendekapnya hingga ia meluruh ke lantai. Pemuda berambut hitam itu memejamkan kedua matanya---mencoba tuk mengusir rasa sakit yang menyerangnya sejak tadi, mencoba tuk melepas pedih yang kini menyelimuti dan menenggelamkan bahagianya.

Xiao Zhan menyembunyikan kepalanya pada kedua lutut yang ia tekuk. Pemuda itu terisak dalam diam dan meluapkan apa yang ia rasakan saat ini---rasa rindu, rasa sakit, dan juga duka. Setiap kata yang diucapkan sang ayah terus terulang di kepalanya tanpa mau beranjak pergi. Permintaan maaf setelah ungkapan penyesalan itulah yang membuat Xiao Zhan membeku. Ia tak tahu harus bersikap bagaimana sekarang, terlebih setelah sang ayah baru saja dinyatakan tak lagi bernyawa.

Aku ingin membencimu, aku ingin menggoreskan luka yang sama di dalam hatimu juga di dalam hidupmu. Namun, melihatmu menatapku dengan sendu membuatku luluh tak bertenaga. Rasa dendam yang dulu pernah membuncah nyatanya telah melebur dan membias dalam jiwaku yang tak lagi bisa menopang keberanian.

Tuhan, ayahku memang penuh dosa. Ia tak peduli akan ajaran-Mu dan ia mengabaikannya begitu saja. Banyak luka yang ia rajut hingga tak bisa kuterjemahkan. Banyak pula umpatan kasar yang keluar dari bibirnya, tapi bisakah aku meminta pengampunan untuknya? Ajak dia ke api neraka yang paling dasar sehingga ia tak harus menjadi abu dan menghilang dalam sekejap. Bawa dia bersamamu dan ajarkan dia hidup yang baru dan lebih taat akan perintah-Mu.

Detik ini aku, putra dari Xiao Feng Mian, meminta pada-Mu---biarkan sebagian dosanya kutampung, biarkan aku jadi pelampiasan dosa yang ia pernah ia lakukan. Aku akan memeluk dan menapaki setiap kesalahan yang pernah ia lakukan. Asal, ijinkan dia menerima kehidupan yang lebih baik setelah ini.

🍁🍁🍁

Xiao Zhan berniat kembali ke lobi dan menemui Yibo dengan segera sebelum langkahnya terhenti ketika di koridor, Yuchen menghalau jalannya. Pemuda itu menghampiri lalu berdiri tepat di hadapan malaikat agung yang dulu pernah membawanya ke dalam kehidupan malaikat yang suci.

Pemuda manis itu menatap Yuchen dengan saksama. Ia tak tahu mengapa tatapan pemuda di depannya itu melunak, tak seperti biasanya yang begitu tajam dan menusuk, tidak juga seperti tadi saat ia memberikan peringatan terhadap Xiao Zhan.

"Aku ingin bicara sebentar," ucap Yuchen pada Xiao Zhan.

Xiao Zhan mengangguk sebelum mengikuti langkah Yuchen menuju halaman belakang rumah sakit yang lenggang. Keduanya berdiri memandangi pepohonan yang hijau dan menjulang tinggi. Tak ada suara yang keluar dari kedua mulut mereka selama 10 menit pertama. Hingga di menit berikutnya, Yuchen mulai melontarkan sebuah kalimat.

"Turut berdukacita atas kepergiaan ayahmu."

Xiao Zhan tersenyum samar. Pemuda manis itu bersandar pada dinding di belakangnya sambil menatap hamparan rumput hijau yang terpotong rapi.

"Kupikir kau takkan peduli," Xiao Zhan menjawab.

Yuchen melirik sosok di sisi kirinya. "Aku peduli, walau aku tak tahu bagaimana cara untuk mengungkapkannya."

Xiao Zhan terkekeh pelan. "Benarkah? Jadi, bolehkah aku tahu siapa yang lebih kau pedulikan? Aku, malaikat kecilmu---yang kau bawa dan kau rangkul hingga masuk ke dalam dunia malaikat, atau Wang Yibo manusia yang hidup di dunia dan sosok yang kau anggap sebagai reinkarnasi dari Wang A Lin?"

Yuchen bungkam. Pemuda itu mengepalkan kedua tangannya untuk beberapa saat.

"Aku tak mengerti bagaimana rumitnya kisah cintamu ratusan tahun lalu. Cintamu pasti sangat kuat hingga kau rela memberiku ancaman agar tidak mendekati Yibo atau A Lin, atau siapapun dia," Xiao Zhan berucap lirih. Pemuda memejamkan kedua matanya dan menghembuskan napasnya dengan perlahan.

520 (Diterbitkan) ✓Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ