35 - Kembali Bersama

442 22 4
                                    

Silahkan di play lagunya
MAWAR DE JONGH - LEBIH DARI EGOKU

***

Ego itu harus dikalahkan. Diluluhkan dengan perkataan yang meyakinkan. Dan dibuktikan dengan kesetiaan.

- Pelangi di Malam Hari -

Pascaprosedur laparoskopi, Yasmin dipindahkan ke ruang pemulihan, setelah kondisinya membaik, baru lah ke ruang perawatan. Yasmin baru saja siuman. Dokter memeriksa keadaan perempuan yang sedang terbaring di atas brankar itu.

Rafa berdiri di samping dokter. Ia tak mau jauh dari istrinya setelah apa yang terjadi. Sedangkan para Ibu, Kalila dan Sarah, menunggu di dekat sofa. Jaraknya tidak terlalu jauh dari brankar. Ruang perawatannya memang sengaja Rafa berikan yang terbaik, yaitu vvip. Tujuannya hanya membuat Yasmin merasa lebih nyaman.

"Alhamdulillah kondisinya sudah mulai membaik." Dokter memakai jas putih itu beralih menatap Yasmin. "Jika ada rasa mual, pusing atau nyeri pada bagian perut, tidak perlu terlalu khawatir. Karena itu proses pemulihan tubuh setelah operasi."

"Baik, dok. Terima kasih," ucap Rafa sambil tersenyum.

Dokter itu segera meninggalkan ruangan. Kembali bertugas memeriksa pasien yang membutuhkan pertolongan. Atau bergantian shif dengan dokter lain.

Kalila dan Sarah memahami bahwa putra-putrinya sangat membutuhkan waktu berdua. Maka dari itu, Kalila mengajak Sarah untuk keluar ruangan dengan alasan mencari makanan untuk Rafa. Sarah mengangguk setuju dengan isyarat Kalila.

Sementara Yasmin, mengalihkan pandangannya dari Rafa. Dia masih belum menerima kehadiran laki-laki itu. Meski dokter berkata, bahwa setelah operasi maka akan ada peluang mempunyai keturunan. Tetapi itu tidak menjamin sepenuhnya.

"Kamu kena-"

"Mas Rafa pergi aja, Yasmin udah nggak apa-apa kok," potong perempuan itu cepat. Walaupun di lubuk hatinya, ia masih menginginkan Rafa di sisinya.

Rafa menarik kursi yang berada di samping brankar. Menggenggam tangan Yasmin yang masih terpasang impusan.

"Jangan bicara seperti itu."

"Mas Rafa ke sini ngapain? Buat lihat kondisi Yasmin yang mengenaskan ini? Iya?" tuduh Yasmin tanpa tahu alasan Rafa. Dia memalingkan wajahnya menghadap ke jendela. Sulit sekali untuk menahan tangis di hadapan suaminya. Yasmin merasa dirinya munafik. Lain di mulut, lain di hati.

"Kamu bisa nggak sih dengerin saya dulu?" Rafa sudah tidak bisa menahannya. Yasmin selalu saja beranggapan bahwa dia tidak berguna. Padahal itu sama sekali tidak benar. Di mata Rafa, Yasmin itu satu dan untuk selamanya.

Yasmin menatap mata Rafa intens. Sesekali ia menyekat air matanya yang mulai berjatuhan. "Yasmin ikhlas kalau Mas Rafa mencari kebahagian lain. Jangan buang-buang waktu, Mas."

Dengan cepat Rafa menggeleng tidak setuju. Apa-apaan ini? Istrinya sedang rapuh, mana mungkin Rafa mencari kebahagiaan lain sedangkan kebahagiaannya itu adalah seseorang yang berada di hadapannya.

"Yasmin, tolong jangan bersikap childish. Saya menikahi kamu tandanya saya menerima apapun kelebihan dan kekurangan kamu," jujur Rafa dari hati.

"Tapi Yasmin itu ..."

Belum sempat Yasmin melanjutkan perkatannya, Rafa langsung mencium kening istrinya dengan cepat. Ia hanya ingin meredamkan amarahnya. Rafa tahu, hubungannya dengan Yasmin tidak akan berakhir sampai di sini. Masih banyak kebahagiaan yang menanti.

"Kamu itu berarti buat saya. Jangan pernah ada niatan untuk pergi, ya?" pinta Rafa dengan sorot matanya yang tulus.

Perlahan Yasmin membuka hatinya lagi. Rasa itu sangat kuat sampai mengalahkan ego. Meski awalnya ego yang kuasa. Bohong jika Rafa tidak berarti di kehidupannya juga. Bohong jika ia ingin pergi. Nyatanya, Yasmin masih sangat menyayangi Rafa. Buktinya, ia tetap bertahan.

"Kenapa? Kenapa Mas Rafa selalu bisa buat Yasmin luluh?"

"Itu karena kamu masih cinta sama saya. Iya, kan?" goda Rafa membuat rona di wajah Yasmin. Keduanya tertawa pelan.

Yasmin mengangkat tangan Rafa yang menggenggamnya sejak tadi. Seperti ada lem perekat di sana. Lalu, mendekatkan ke arah bibirnya.

"I love you," ucap Yasmin sambil mengembangkan senyumannya ke arah Rafa.

"More," balas Rafa dengan senyuman termanisnya.

Every cold has a silver lining. Badai pasti berlalu. Rafa merasa lega karena semuanya kembali. Ia percaya Allah akan mengabulkan doa hamba-Nya yang mau bersujud dan berserah kepada-Nya. Seperti saat ini, hubungannya dengan Yasmin sudah membaik. Tidak lagi ada kata perpisahan. Karena dalam pernikahan, kata 'Pisah' bukan perkara yang main-main. Bisa saja jika Rafa mengucapkan itu kemarin, menuruti kemauan Yasmin, maka hari ini ia tidak akan bersama perempuan itu lagi.

Tak lama kemudian, Kalila datang dengan membawa buah-buahan dan sekotak nasi untuk Rafa. Sarah pamit lebih dulu, karena ada urusan mendadak yang tidak bisa ditinggal. Padahal wanita paruh baya itu sangat ingin melihat Yasmin.

"Rafa, kamu makan dulu. Lihat tuh Yasmin, suami kamu dari kemarin nggak pernah mau makan." Kalila mengadukan keadaan Rafa kala Yasmin berada di rumah sakit. Sementara putrinya, membalas ocehan juga.

"Mas Rafa makan, ya? Jangan sampai sakit gara-gara Yasmin." Rafa hanya pasrah. Yasmin memposisikan dirinya setengah duduk. Lalu, mengambil alih kotak nasi yang berada di tangan Ibunya.

Sendok berisi nasi dan sedikit potongan daging ayam melayang di udara. Seakan-akan itu sebuah pesawat sedang take off hingga landing di runaway. Namun berbeda, kali ini runaway-nya adalah mulut laki-laki berperawakan tinggi itu. Kalila hanya sebagai penonton keharmonisan putri dan menantunya.

Ketukan pintu mampu membuat semuanya menoleh ke arah sumber suara. Kalila segera beranjak membukakannya.

"Assalamualaikum." Dengan membawa buket cokelat, Dino menghampiri adiknya setelah bersalaman dengan Kalila.

"Wa'alaikumussalam," jawab mereka serempak. Begitu melihat siapa yang datang, Yasmin menaruh kotak nasi itu tempat semula. Makanannya pun sudah habis dilahap oleh suaminya.

"Asyik cokelat!" seru Yasmin seperti mendapatkan hadiah give away.

Dino mengusap pucuk kepala Yamsin yang terbalut oleh jilbab berwarna biru. "Makanya cepet sembuh, biar bisa makan cokelat sama minum cokelat panas," ujar Dino menasihati sekaligus membangkitkan semangat adiknya.

"Baikan nih?" sindir Dino yang dibalas senggolan lengan oleh Yasmin. Ia mengangguk sambil tersenyum ke arah keduanya.

"Alhamdulillah. Awas lo Raf, kalau bikin adik gue nangis lagi tujuh hari tujuh malem. Pecat jadi temen." Dino mengatakannya seolah tidak memikirkan nasib malunya Yasmin. Alhasil, mendapat lemparan bantal tepat di kepala Dino.

"Aduh! Kok dilempar sih?"

"Yasmin nggak selebay itu ya, Kak! Pake nangis tujuh hari tujuh malem segala," protesnya kepada Dino.

Kalila mengambil bantal yang terjatuh di lantai tadi, lalu meletakan kembali di atas brankar. Dari dulu, adik-kakak tidak akan pernah akur. Mungkin pernah sesekali, itu pun hanya keadaan tertentu. Seharusnya moment itu diabadikan, karena langka.

"Sudah, Dino. Kasihan Adik kamu lagi sakit."

Yasmin merasa menang karena telah dibela sang ibu. Ia mengeluarkan ujung lidahnya dengan mengucapkan "Wlee" kepada Dino.

"Oh iya, kemarin teman kamu whatsapp Kakak, dia nanyain kamu. Emang kamu nggak kabarin dia?" tanya Dino heran.

Yasmin menepuk dahinya sendiri. Dia lupa tidak memberi kabar kepada kedua temannya itu. Setelah ini pasti diinterogasi. Apalagi Chelsea, tingkat rasa penarasannya sangat tinggi.

"Iya, Yasmin lupa hehe," ucapnya dengan cengar-cengir tanpa dosa. Lalu, segera menghubungi kontak Zahira dan Chelsea. Sudah diduga, keduanya sangat terkejut. Dan akan menjenguk secepatnya.

- Pelangi di Malam Hari -

Pelangi di Malam HariOnde as histórias ganham vida. Descobre agora