16 - Salah Paham

429 25 0
                                    


Kesalahpahamanku dengan dia sudah berakhir. Kini, kamu yang salah paham.

- Pelangi di Malam Hari -

Aku sudah bersiap-siap untuk pindah ke rumah Pak Rafa. Koper pun sudah di masukan ke dalam bagasi mobil. Saat ini, kami tengah berpamitan kepada Ibu dan Kak Dino.

Ada rasa belum ikhlas harus meninggalkan Ibu dan Kak Dino. Pasti, aku akan rindu suara Ibu yang membangunkanku setiap subuh. Ceramah dari Kak Dino kalau aku berbuat kesalahan. Tetapi, biar bagaimanapun, aku harus ikut dengan Pak Rafa. Karena dia sudah menjadi suamiku sekarang.

"Nanti Yasmin bakalan sering main ke sini," ucapku memeluk Ibu.

"Ingat ya, kamu harus nurut apa kata Rafa. Jangan ngeyel!" kata Ibu. Dia melepaskan pelukannya.

"Iya, Bu. Yasmin pamit."

"Assalamualaikum," ucapku dan Pak Rafa bersamaan.

"Wa'alaikumussalam" jawab Ibu dan Kak Dino.

🍁🍁🍁

Arah kendaraan roda empat ini sudah memasuki perumahan. Perumahan yang tak kalah jauh besarnya dari rumah keluarga Pak Rafa. Aku turun dari mobil setelah dia memarkirkan mobilnya di halaman rumah bertingkat dua itu. Menurutku, Pak Rafa suka sekali warna putih, pasalnya rumah barunya pun serba putih.

Pak Rafa menarik tanganku untuk segera masuk ke dalam rumah. Dia membuka kuncinya, lalu terlihatlah ruang tamu yang sudah di desain sedemikian rupa. Aku terpusat pada bingkai foto yang dia pajang. Itu foto waktu kami akad. Terlihat jelas di sana, aku tengah tersenyum ke arah kamera, begitu juga Pak Rafa.

"Bagus," komentarku.

Dia tersenyum, lalu melanjutkan langkahnya lagi ke lantai dua. Aku masih mengikutinya sambil melihat-lihat setiap detail tempat itu. Dari balkon kamar, aku bisa melihat kolam renang yang di kelilingi taman. Menurutku, rumah ini terlalu besar untuk di tempatkan dua orang saja. Tapi, aku menghargainya. Dia sudah bekerja keras untuk itu.

Aku menghirup udara segar dalam-dalam. Lalu, mengeluarkannya secara perlahan. Pak Rafa menatapku tersenyum. Entah kenapa, senyumnya itu membuat aku bahagia.

"Gimana?"

"Terima kasih," balasku.

"Oh iya, Pak Rafa ambil cuti berapa hari?" tanyaku mengubah arah pembicaraan.

"Cuma tiga hari. Soalnya ada meeting penting besok," katanya. Aku mengangguk mengerti.

"Kamu kapan masuk kuliahnya?" Dia gantian bertanya.

"Besok, mungkin."

Setelah itu semua terasa hening. Topik pembicaraan seolah hilang. Kecanggungan menyelimuti kami. Padahal, aku mulai terbiasa dengan kehadirannya, tapi entah kenapa, terkadang rasa canggung itu masih ada.

Tiba-tiba suara ponselku berbunyi. Tertera nama 'Natasya Cacamarica' di sana. Aku segera menarik tombol hijau ke atas. Tak lama, terdengar suara berisik dari arah seberang telpon.

"Kak Yasmin, tadi kata Kak Rafa, mau pada belanja, ya?" tanyanya. sekilas aku melirik ke arah Pak Rafa.

"Iya, kenapa, Ca?"

"Caca boleh ikut gak? Ada yang mau Caca beli soalnya, ya?" Aku menjauhkan ponsel dari telinga. Meminta persetujuan Pak Rafa untuk mengajak adiknya itu.

"Boleh, Ca. Kamu ke sini aja, ya?"

"Okee, makasih kakak iparku yang cantik." Dia menutup sambungan teleponnya. Terkadang aku ragu, antara Pak Rafa dan Caca itu bukan saudara kandung. Pasalnya, sifat mereka jauh berbeda.

Pelangi di Malam HariHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin