+bonus chapter

2.6K 229 79
                                    

Di hari libur seperti ini memang lebih asyik jika bermalas-malasan di rumah, seperti dua pasangan yang tengah terduduk di sofa, lelaki itu merangkul gadisnya yang sangat ia cintai itu, kakinya ia tekuk melingkar di paha gadisnya. Lalu gadis itu memeluk perut lelakinya seakan tak mau jika lelaki itu terlepas dari dekapannya, kepalanya ia senderkan di dada bidang lelakinya. Sekarang, mereka tengah menonton tv secara acak, karena memang tak ada acara yang menurut mereka bagus.

“Harry, aku bosan,” keluh gadis itu sambil mencebikkan bibirnya.

“Hmm, aku juga begitu. Semua acara tv tak ada yang bagus, jika aku menjadi bintang di tv itu aku bersumpah hampir seluruh penduduk Britania Raya akan terpaku pada channel itu.” Mendengar ucapan lelaki yang notabene memiliki kepercayaan diri tingkat dewa ini, gadis itu hanya mendelik dan menoyor kepala lelakinya.

“Aww! Kau ini! Harusnya kau bangga memiliki pacar sepertiku yang memiliki kepercayaan tinggi ini, dari pada malu-malu tapi mau kan munafik,” ujar lelaki itu sambil mengerling ke arah gadisnya. Kini wajah lelaki itu mendekat ke wajah gadisnya. Gadis itu dapat merasakan deru napas hangat milik kekasihnya yang dapat ia rasakan di daerah wajah dan lehernya, membuat gadis itu bergidik geli.

“Ha-harry ge-geli, ishh geli!” erang gadis itu, karena kekasihnya kini memeluk gadis itu sampai tak ada jarak di antara mereka. Lelaki itu—Harry kini menggesek-gesekkan hidung mancungnya yang bagaikan papan seluncur yang ada di sekolah taman kanak-kanak itu ke leher jenjang milik gadisnya.

“Hmm geli kanapa, babe?” tanya Harry sambil mengangkat badan gadis itu ke pangkuannya lalu mengusap-usapkan tangan besarnya ke pipi gadis itu sampai membuat pipi gadis itu merona merah. Gadis itu pun melingkarkan tangannya di leher Harry.

“Kau cantik, sangat cantik jika pipimu memerah, Eugenia Styles.”

“Namaku Eugenia Ginny bukan Styles, ingat itu.”

“Kelak nanti namamu akan berubah dan digantikan menjadi Styles bukan Ginny lagi.” Mendengar ucapan dari kekasihnya itu membuat pipinya memerah berkali-kali lipat.

“Ingat tidak dulu saat aku memberimu gombalan di sms.”

Dahi gadis itu tampak berkerut karena mengingat kejadian saat dirinya diberi gombalan oleh Harry, namun naas tampaknya gadis itu tak dapat mengingatnya, karena memang Harry selalu memberi ribuan gombal kepadanya setiap saat. Akhirnya gadis itu pun menggeng-gelengkan keplanya.

“Masa kau tak ingat sih.”

“Bagaimana aku ingat, kau selalu melontarkan gombalanmu itu kepadaku setiap hari,” jawab gadis itu sambil memutarkan kedua bola matanya.

Menghela napas, Harry pun langsung menjawab ucapan kekasihnya itu, “Waktu aku yang mengaku-ngaku menjadi Thomas—sebenarnya aku malu mengakui ini—di situ kau berkata jika lelaki yang kau cintai menggombalmu meskipun itu gombalan payah kau akan tetap tersanjung.”

“Oh itu, ya aku ingat. Memang kenapa?”

“Aku tahu jika gombalanku payah.”

“Memang semua gombalanmu itu payah, tapi aku tetap tersanjung mendengarnya,” jawab gadis yang bernama Eugenia itu sambil mencubit hidung milik Harry.

“Dan aku senang jika kau tersanjung, kukira omonganmu itu hanya kebohongan belaka, ternyata itu memang benar,” ujar Harry sambil menyisir-nyisir rambut cokelat milik Eugenia.

“Aku tak pernah berbohong, Harry. Aku dididik oleh kedua orang tuaku agar bersikap jujur, tapi jika di waktu yang sedang tidak tepat, maka aku akan berbohong,” jawab Eugenia sambil terkikik.

“Ah, sama saja,” jawab Harry sambil menjenggut sebagian rambut milik Eugenia. Eugenia yang merasa kesakitan berteriak mengaduh, ia pun memukul-mukul dada Harry.

Radio Heart✈{h.s}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang