είκοσι δύο (duapuluhdua)

2.3K 225 30
  • इन्हें समर्पित: authornaut
                                    

Eugenia’s POV

“Durasi sudah habis, jadi… bye!”

Bye!”

See you!”

See you too!”

“Jangan kangen.”

“Sudah, ah! Bye!” Aku pun mematikan telepon.

Kenapa serasanya bibirku ini jadi melengkung ke atas? Hey! Kenapa aku jadi senyum-senyum sendiri?! Dan aku baru tersadar jika saat aku akan mematikan sambungan telepon itu aku tertawa kecil?!

Kenapa aku bisa-bisanya tertawa dan tersenyum-senyum karena Harry berkata kepadaku “jangan kangen”, sedangkan tadi hatiku sedang kalut-kalutnya oleh Luke? Ini hebat.

Aku pun berjalan ke  arah meja riasku, lalu duduk dan menatap pantulan wajahku di cermin. Ku lihat wajahku seperti tidak sedang bersedih, melainkan… terlihat bahagia? Oh, tidak sepertinya itu bukan pantulan wajahku! Yang aku tahu, aku ini sedang bersedih!

Karena sudah malam aku harus tidur, aku tak mau jika besok aku terlambat kuliah.

***

Aku berjalan di lorong kampus, sendirian. Tadi baru saja Sharon menghampiriku, namun aku menolak untuk berbicara dengannya, ia pun akhirnya meninggalkan aku sendirian. Maka dari itu telingaku terasa aman, damai, dan tentram tanpa ada gangguan dari mulut milik Sharon.

Saat aku sedang memasuki kelas, tiba-tiba ada suara seseorang yang sangat kukenali menyapaku, Luke. Oh tidak, Eugenia, kau jangan balas sapaan itu, anggap saja suara itu angin lalu, dan kehadirannya itu bagaikan orang yang berjualan obat dan tak harus ditanggapi, okay? Okay. Bagus.

“Eugenia! Apakah kau tak mendengar panggilanku?” ucap Luke sambil menarik tanganku agak kasar. Aku pun menepis tangan Luke yang melingkar di pergelangan tanganku. “Eugine, di mana gelang pemberianku?” tanya Luke, matanya kini melihat pergelangan tanganku yang tidak terdapat gelang pemberiannya.

“Eugine! Jawab aku! Kau kenapa? Tak biasanya kau seperti ini?” tanya Luke, tangannya sudah memegang kedua pundakku, dan matanya menatap lekat-lekat mata biruku.

Aku sudah tak kuat menatap mata indahnya itu. Penglihatanku kini memburam, mungkin karena mataku sudah tertutup air mata. Lagi? Kenapa air mataku harus dikeluarkan demi orang ini lagi? Air mata ini tak pantas untuk orang brengsek sepertinya!

Aku pun mengusap air mataku yang sudah mengalir dengan kasar. Sekarang penglihatanku sudah kembali normal, aku menatap Luke lekat-lekat dan tertawa sarkas.

“Kau kenapa?” tanya Luke kembali. Aku tetap tak menjawabnya. Akhirnya aku memilih pergi dari hadapannya. Sesaat aku melangkahkan kakiku, tangan Luke dengan cekatan menarik kembali tanganku.

“Eugenia, jawab aku!” kini volume suara Luke naik satu oktav.

“Jangan dekati aku lagi!” kini aku mengeluarkan suara dengan agak keras, dan tanpa ku sadar tanganku telah menampar pipi Luke. Ia sekarang memegangi pipinya dan menatapku heran. Aku pun melihat tangan kanan bekas aku menampar Luke dengan rasa tidak percaya, karena baru kali ini aku menampar seseorang. Karena banyak orang yang sedang melihatiku dan Luke aku pun dengan segera masuk kedalam kelas sambil memegang tangan kananku yang bergetar hebat.

_________________________________________________________________________

siapa yang bakal nonton livestreamnya the boys?! omg gueee gatau nonton gatau nggak, kuota modem gue dikit lagiiiiii

bYE

Radio Heart✈{h.s}जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें