11. Perkara

Mulai dari awal
                                    

Maka tanpa keraguan dalam hati, Arcelia menerobos kerumunan. Langsung menyentak tangan Sinta agar menyingkir dari pipi Felis saat itu juga. "Ada masalah apa lo sama temen gue?"

Felis mengkode Arcelia dengan gerakan mata yang mengatakan 'Ar! Pulang!'

Tidak keburu Arcelia membalasnya, Sinta lebih dulu memancing sorakan kerumunan. Menepuk tangannya sarat akan atmosfer meremehkan.

"Waw! Jebakan gue mulus." Sinta memulainya dengan mengitari tubuh Arcelia, menatapinya dengan pandangan tidak bersahabat sama sekali.

"Jadi lo yang namanya Arcelia ya?" Dia mengeluarkan dengus merendahkan satu kali. "Heran deh. Nggak tau bagian mana dari diri lo yang menarik." Lanjutnya melayangkan mata ke atas-bawah tubuh Arcelia, memindainya secara keseluruhan.

Arcelia tidak perlu basa-basi. Ia juga tidak perduli untuk terlihat menarik atau tidak di hadapan orang-orang. "Lo ada masalah apa sama gue?"

Sinta mendorong bahu Arcelia hingga kacamata dalam saku kemejanya terjatuh. "Lo yang punya masalah sama gue!"

Arcelia melempar senyuman jengah. Seluruh sel dalam tubuhnya juga tahu jika dia tidak pernah ada niatan untuk berurusan dengan cewek itu.

"Eh! Selain kecentilan, lo songong juga ternyata!"

Sumpah cewek ini!

"Gue banyak urusan. Lebih baik lo ngomong langsung."

Balasan Arcelia meriuhkan kerumunan. Hal itu membuat Sinta melotot marah. Ia tidak akan membiarkan Arcelia menang sedikitpun. Harga dirinya dipertaruhkan.

"Heh bitch! Lo jangan gatel ya pake minta dibonceng Rama!"

Sorakan bertambah dua kali lipat. Memperkuat keterkejutan Arcelia atas apa yang dikatakan Sinta barusan. Ia hanya tak habis pikir untuk dua hal. Yang pertama atas penyebab datangnya Sinta kemari. Dan yang kedua, bahwa ada manusia yang mengurusi hal remeh seperti itu.

Ketimbang mengiyakan, Arcelia malah tertarik memberikan sensasi lebih panas kepada cewek yang seenaknya ini, "Apa urusan lo?"

Benar saja. Sinta sontak menghempas tubuh Arcelia hingga punggungnya menabrak dinding, diikuti oleh kaki yang menjejak pada kacamata yang terjatuh di lantai. Dia berang, tersadar bahwa Arcelia, tidak satu tipe dengan cewek-cewek yang takut untuk berhadapan dengannya.

"Rama itu punya gue!"

Arcelia belum mau melibatkan fisiknya. Sinta sudah pasti memakai perawatan mahal, kasihan sekali jika sentuhannya merusak itu semua.

Ternyata pengagum Rama -atau jangan-jangan benaran pacarnya?- itu tidak jauh menyebalkan daripada Rama-nya sendiri. Membuat Arcelia hanya terkekeh tanpa minat.

"Ambil sana. Lo nggak perlu ngelabrak gue karena gue nggak minat sama Rama-nya lo itu."

Reputasi Sinta benar-benar telah dirusak oleh Arcelia. Dia tidak terima. Cewek berambut terurai dengan ujung bawah keriting hasil catokan itu merapatkan diri pada tubuh Arcelia, menguncinya paksa. Dihunuskannya tatapan sinis andalan yang akan membuat siapapun lawannya bertekuk lutut. Tetapi sayangnya, Arcelia membalas dengan tatapan acuh. Tak merasa terintimidasi sedikitpun.

Sinta benar-benar dibuat naik pitam. Ia mengangkat telapak tangan yang terbuka ke udara, bersiap memberikan tamparan ke pipi Arcelia.

Arcelia tidak sempat menghindar.

Namun semua manusia di kerumunan ini bisa melihat tangan seorang laki-laki yang menjadi pokok bahasan mencegah tangan Sinta melakukan perbuatan biadabnya.

Dia adalah Rama.

Yang melirik Arcelia dari ujung mata.

Saat itulah Arcelia benar-benar ingin memakinya. Karena atas ulahnya-lah semua ini terjadi.

Cowok itu menurunkan tangan Sinta. Air mukanya dingin, "Lo nggak perlu ngelakuin ini."

Sinta malah tersenyum. Datangnya Rama kesini adalah sebuah kemenangan baginya. Setidaknya Rama mulai notice dengan cara yang dia lakukan. Dan itu sukses membuat Arcelia berdecih.

"Mending lo pulang."

"Pulangnya sama Rama ya! Gue kan lebih berkelas daripada cewek buluk ini."

Heh! Enak saja mengatainya seperti itu! Justru cewek itu yang buluk! Melabrak orang tanpa sebab hanya takut ditinggal cowok. Dasar tidak berkelas!

Rama hanya berdehem dingin, menjauhkan tangan putih Sinta yang mencoba melingkari lengannya.

"Jangan lakuin ini lagi."

Rama melirik Arcelia di belakang Sinta. Rautnya nampak begitu keki. Felis dan Gita ternyata telah menarik Arcelia dan mengusap-usap bahunya khawatir.

Sedang Sinta memandang Rama dengan mata penuh binar, "Jadi ini artinya, lo beneran suka-"

Rama cepat memotong, "Gue nggak suka sama cara lo. Dan gue-" Ia menatap Sinta intens dalam jarak dekat. Menerbangkan Sinta ke puncak genteng gedung sekolah-

"Dan gue. nggak. suka. sama. lo."

-lalu menjatuhkannya ke dalam selokan penuh sampah.

Senyuman Arcelia terukir jumawa di belakang sana. Bukan merasa terbela karena ucapan Rama, justru karena memikirkan betapa malunya Sinta saat ini.

Setelah mendengar itu, Arcelia menggandeng kedua temannya keluar dari kerumunan. Cewek itu sengaja melewati Sinta dengan santai. Ditambah sedikit senggolan dari Gita yang kontan membuat pipi Sinta merona murka.

Sinta menggeram, sempurna sudah hancur harga dirinya hari ini.

***

Author Note:

It's been awhile? isn't it?

Maafkan author ya:)

I thought this part is so klise, one of the reason why I hesitate to post.

I'll happy if you enjoy:)

Thanks a bunch,,

~Fyraa

[18.07.20]


EPIPHANYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang