|IDI 36| Pendonor

5.4K 425 12
                                    

Jagalah dirimu dari sifat marah, karena kemarahan itu berawal dari kegilaan dan berujung pada penyesalan.
(Ali bin Abi Thalib)

Satu hari lamanya operasi mata sudah berhasil di lakukan. Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Dua belas jam melakukan operasi kala itu, kini Andini tengah berbaring di ranjang rumah sakit, lengkap dengan keluarga dan suaminya yang memang menunggu Andini bisa membuka matanya. Yap! Hari ini adalah hari di mana Andini bisa melihat lagi, melihat dunia dan bisa menemukan keberadaan dirinya saat ini.

Dokter dan suster pun sudah ada di ruangan mereka. Andini yang awalnya berbaring, kini telah duduk. Dokter mulai melakukan sesuatu pada mata Andini.

"Kita buka perbannya sekarang, ya," ucap Dokter itu sembari membuka lembar demi lembar perban yang menutupi mata Andini.

Semua keluarga pun menunggu. Terutama Wijaya yang memang telah siap ada di depannya. Andini berpesan, bahwa ketika ia bisa melihat lagi, orang yang pertama kali ingin ia lihat adalah Wijaya sang suami. Andini pun terlihat tak sabar.

Ketika perban sudah dibuka, dengan mata Andini yang masih terpejam sempurna dokter pun berkata, "buka perlahan dan jangan di paksa."

Andini pun mengangguk. Ia pun mulai memberanikan diri untuk membuka kelopak matanya secara perlahan. Perlahan namun pasti, Andini bisa melihat ruangan yang serba putih. Namun, masih sedikit mengblurb. Andini pun membukanya lagi, ketika matanya mulai menyesuaikan cahaya sekitarnya. Pandangannya pun lurus ke arah depan. Tepat di mana Wijaya tengah tersenyum pada dirinya.

"Wijaya," ucap Andini haru kemudian memeluk suaminya.

Semua orang yang ada di ruangan itu pun tersenyum dan mengucapkan syukur atas operasi yang berjalan lancar dan tak ada hambatan satu pun. Andini menangis dalam pelukan suaminya. Rasa bersalah adalah hal yang paling dominan di hatinya. Bersalah atas semua yang ia lakukan selama ini pada dirinya. Wijaya yang mendengar isakan dari Andini pun berusaha untuk menenangkan istrinya.

"Stt ... jangan nangis. Masa di hari yang bahagia ini kamu nangis, sih?" Wijaya pun berkata sembari menatap manik mata Andini yang sudah dapat melihat dirinya. "Aku senang kamu bisa lihat lagi. Mata kamu indah, kaya yang punya."

Andini yang mendengar itu pun menghapus air matanya dan tersenyum. Ia mengalihkan pandangannya pada semua keluarga yang ada di dekatnya. Terutama sang mama yang sedang berjalan ke arahnya. Andini pun langsung memeluknya.

"Makasih, Bun."

Rahma yang mendapatkan pelukan itu pun senang dan mengangguk. Setelah aksi saling peluk dan kebahagiaan yang terpancar dari keluarga mereka, pintu ruangan yang terbuka membuat semua orang menoleh, tak terkecuali Andini yang membeku di tempatnya. Dari pintu itu, muncul seorang pria yang terduduk di kursi roda, dan berjalan mendekati dirinya dengan seorang suster yang mendorong kursi rodanya.

Pandangan itu tak lepas dari Wijaya. Ia melihat Andini yang seakan melihatnya. Ketika pria yang sangat ia benci ada di sini, Wijaya hanya bisa mengepalkan tangannya. Ya, pria itu adalah Arjuna. Pria yang telah membuat Andini seperti ini dan hadir di tengah keluarga kecilnya.

"Aku gak mau di ada di sini," ucap Andini akhirnya bersuara.

"Pendonor mata kamu adalah Arjuna." Tiba-tiba Lina masuk dan memberikan informasi siapa yang telah memberikan matanya untuk dirinya.

Imamku Dari Instagram (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang