|IDI 6| Peduli

5.9K 575 28
                                    

Perhatian sekecil apapun, akan terasa bagi kita yang benar-benar menghargai pengorbanan juga perjuangannya

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.


Perhatian sekecil apapun, akan terasa bagi kita yang benar-benar menghargai pengorbanan juga perjuangannya.


Malam sudah berganti fajar di pagi hari. Suhu dingin, sudah menghangat karena adanya sirna yang menerobos masuk. Awan sudah tak gelap lagi. Cahya matahari yang cukup panas, tak membuat seorang gadis bangun dari tempat tidurnya. Gadis itu tetap tidur dengan posisi yang sama.

Menyadari anak gadisnya tak kunjung bangun juga, membuat Rahma kesal dan menggoyangkan tubuh anaknya. Gadisnya selalu saja begitu. Tak tahu, harus merubah seperti apa.

"Andini, bangun. Hari sudah siang. Apa kamu tak mau pergi ke kampus?" Rahma menarik selimut tebal, yang membungkus tubuh sang anak.

Andini yang merasa terusik membuka matanya. Seperti biasa, ia menatap wajah sang mama yang sepertinya sedang terlihat marah. Andini pun meraih kembali selimut, dan membungkus tubuhnya dari atas hingga bawah.

"Ya, Allah. Kamu ini perempuan, tapi bangun siang. Kaya gini mau nikah, bisa buat malu keluarga." Rahma menatap anaknya tak percaya.

"Kalau gak mau buat Bunda malu, ya, aku gak usah nikah sekalian. Gampang, kan?" Andini bertanya dari dalam selimut.

Rahma yang kesal segera mencubit kencang paha sang anak. Bagaimana bisa anaknya berkata seperti itu? Perkataan adalah doa yang terucap tanpa tak sengaja. Bagaimana jika malaikat sudah mencatat itu semua? Andini memang anak yang keras kepala.

"Aw! Sakit, Bun." Andini langsung terbangun, dan mengelus paha mulusnya yang sedikit memerah.

"Syukur. Lihat jam. Sekarang udah jam berapa? Kamu niat, gak, sih?" tanya Rahma membuat Andini mengikuti arah pandangnya.

Andini mengikuti arah pandangan sang mama. Matanya membulat, ketika ia tahu, bahwa jam sudah menunjukkan pukul 07.30 ini artinya, ia harus sampai kampus setengah jam lagi. Andini yang melihat itu segera turun dari tempat tidur. Ia terus menggerutu sembari memasukan beberapa buku dan laptop.

"Astaghfirullah, Bunda kenapa gak bangunin Andini? Bunda gimana, sih? Udah tahu Andini mau laporan, malah gak bangunin." Andini terus menggerutu sembari memakai baju.

"Lah, Bunda sudah bangunin kamu dari tadi. Emang kalau keturunan kebo, itu beda sama manusia yang nyata. Kamu gak mandi?" tanya Rahma membuat Andini melengos.

"Andini mau mandi mau enggak, tetap primadona kampus. Orang cantik mah, bebas. Santuy," balas Andini tanpa merasa malu.

"Terserah. Bunda tunggu di bawah. Ada orang yang udah jemput kamu." Rahma segera keluar, ketika tak mau lagi berdebat dengan anaknya.

Andini pun dibuat bertanya-tanya. Siapa yang menunggu dirinya? Andini pun merasa tak peduli. Ia segera mencepol rambut asal. Ia menggunakan jeans ketat, yang dipadukan dengan baju tanpa lengan berwarna putih. Tak lupa snikers yang selalu menunjang penampilan bad girlnya.

Imamku Dari Instagram (Completed) Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu