#16

284 38 51
                                    

"Rayhan pergi dulu," teriak cowok yang bergegas keluar rumah sambil mengantongi dompet dan ponsel ke bomber biru dongker yang dipakainya, setelah menyalami ayah dan ibunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rayhan pergi dulu," teriak cowok yang bergegas keluar rumah sambil mengantongi dompet dan ponsel ke bomber biru dongker yang dipakainya, setelah menyalami ayah dan ibunya.

Dari ruang tengah, adiknya yang sedang berebut tayangan televisi dengan kakaknya menyahut, "Mau kemana, Bang?"

"Jemput Diva."

Kakak laki-laki Rayhan menimpali, "Hah? Diva pacar lo yang katanya cantik banget itu?"

Rayhan memutar bola matanya malas. "Iye, Bang, iye."

"Ya ampun, akhirnya abangku yang satu ini nggak cemen lagi." Adel—adik perempuannya—memekik heboh.

Baru pertama kalinya selama hampir delapan belas tahun Rayhan hidup di bumi, cowok itu mau membawa perempuan yang dilabelinya sebagai "pacar" ke rumah. Tentu saja seisi rumah kecuali dirinya terheran-heran.

Bukan apa-apa, Rayhan malas saja membawa mantan-mantannya dulu ke rumah. Masa iya, setiap bulan cewek yang diajak ke rumah ganti-ganti? Aih, apa kata orang nanti? Padahal sebenarnya satu rumah juga sudah tahu Rayhan yang paling mewarisi gen playboy ayahnya. Thanks to Adel yang punya kemampuan stalking bak FBI, identitas gebetan, ttm, hts, sampai mantan pacar Rayhan—yang mungkin kalau dikumpulkan bisa bikin the next JKT48—semuanya terkuak dengan mudah.

Kakak laki-lakinya tertawa mengejek, "Bagus, lah. Masa kalah sama Adel yang dari SMP aja pacarnya udah dibawa main ke rumah."

"Berisik! Dah, gue pergi dulu."

Sesampainya di garasi, Rayhan mengumpat dalam hati. Ia lupa membawa kunci motornya. Cowok itu melesat kembali ke kamarnya, membuat seisi rumah sempat terheran, namun langsung mendengus maklum dengan kebiasaan pemuda penyuka kopi pahit itu. Hampir lima menit Rayhan menelusuri setiap sudut kamarnya hanya untuk mengingat kalau benda yang ia cari ada di saku celana yang kemarin dipakainya ke kampus. Huft, kenapa ia baru ingat sekarang?

Barusan Rayhan sempat berpikir, jangan-jangan hobinya mendengarkan musik dari piringan hitam milik kakeknya membuat ia jadi menua seperti kakeknya? Buktinya, akhir-akhir ini ia jadi pelupa. Dan jangan lupakan punggungnya yang sering pegal-pegal saat bangun tidur. Oh tidak, Rayhan tidak mau mengalami penuaan dini. Bisa-bisa Diva minta putus karena ogah pacaran sama kakek-kakek. Hih, membayangkan saja sudah membuatnya bergidik ngeri.

"ABANG! BANG RAYHAN! BURUAN KELUAR INI ADA—"

"Nggak usah teriak-teriak!" Rayhan muncul dengan tiba-tiba dari balik pintu kamarnya, membuat Adel yang mau menerobos masuk ke kamar terlonjak kaget. Refleks, satu pukulan kencang melayang ke lengan atas Rayhan.

"Sakit, dodol! Durhaka banget jadi adik."

"Berisik! Salah siapa ngagetin?! Tuh, ada cewek abang di depan."

Dahi Rayhan mengerut. Bagaimana mungkin Diva bisa ada di sini? Gadis itu bahkan tidak tahu alamat rumahnya.

"Minggir!" ujarnya diikuti makian sang adik yang tidak terima disingkirkan begitu saja.

Love LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang