#9

351 47 38
                                    

Penasaran bagaimana kelanjutan kisah sore itu? Saat seorang Arka tiba-tiba berubah menjadi sad boy karena siapa lagi kalau bukan the one and only, Ashilla Fernanda

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Penasaran bagaimana kelanjutan kisah sore itu? Saat seorang Arka tiba-tiba berubah menjadi sad boy karena siapa lagi kalau bukan the one and only, Ashilla Fernanda.

Usai confession dadakan Arka yang sukses bikin Shilla melongo, gadis itu segera memutus kontak mata mereka begitu kesadaran berhasil merenggutnya kembali. Shilla menunduk menatap ujung sepatunya sambil menumpukan kedua lengannya di samping badan. Tangannya memegang tepian kursi dengan erat berusaha menahan sesuatu yang terasa seperti sengatan listrik di telapaknya. Matanya memang tertuju pada satu titik tapi pikirannya kacau terpecah-belah. Ia terkejut bukan main. Ungkapan perasaan Arka membuatnya merasakan terlalu banyak emosi secara bersamaan.

Mama, Cila pengen nangis!

Masih dengan posisi yang sama, Shilla memecah keheningan di antara keduanya. "Gue ... nggak tahu mau ngomong apa."

Arka menatap gadis itu. Syukurlah posisi Shilla membelakanginya jadi ia tidak perlu menatap matanya.

"Arka ... gue sebenernya juga lagi suka sama orang."

Pemuda itu masih bungkam menunggu Shilla menyelesaikan kalimatnya. Tapi lamanya gadis itu bungkam membuat Arka akhirnya menyimpulkan sendiri. "Orang itu bukan gue, kan?"

Astaga, Arka tidak bermaksud menggunakan nada menyedihkan itu tapi kenapa suaranya terdengar sangat menyakitkan?

Shilla mengangguk pelan, menjawab kalimat Arka sekaligus pertanyaan-pertanyaan tak terucap dalam benak laki-laki itu.

Sang adam menarik napas panjang. Berusaha menyingkirkan sesak dari dadanya. Kalau ia berani bertindak berarti harus berani melawan resiko, bukan?

Setelah sepuluh menit terpenjara dalam keheningan yang ia ciptakan sendiri, Arka menyerah. Situasi ini sudah tidak bisa diperbaiki lagi-setidaknya untuk saat ini. Pemuda itu berdiri dari duduknya, membawa plastik pembungkus makanan mereka tadi untuk dibuang ke tempat sampah. Ia kembali, berdiri di hadapan Shilla yang masih merunduk.

"Udah sore, Cil. Ayo, pulang." Datar. Kalimat itu keluar tanpa ada intonasi khas Arka yang terdengar ceria dan menyebalkan di saat bersamaan.

Shilla mendongak, berusaha sekuat tenaga memberanikan diri menatap Arka tepat di matanya, berharap air mata tidak tumpah dari kelopaknya saat ini juga. Gadis itu mencoba membaca isi kepala si pemuda, namun ia tidak menemukan apa-apa. Arka selalu pandai menutupi emosinya, Shilla tahu itu.

Shilla menarik napas sebelum menyuarakan pikirannya. "Jujur, gue nggak nyangka bakal ada hari dimana lo ngomong gini, Ka. Tapi gue mau berterima kasih. Makasih buat perasaan lo ke gue, gue bener-bener merasa berharga. Makasih karena lo udah berani buat nyatain ke gue. Gue tahu itu gak gampang." Gadis itu mengalihkan pandangannya sejenak untuk mengontrol perasaannya yang seperti bisa meledak kapan saja. "Gue sayang sama lo ... tapi sebagai sahabat, sebagai kakak laki-laki. Maaf banget kalo untuk saat ini ... gue belum bisa bales perasaan lo."

Love LetterWhere stories live. Discover now