Chapter 11

831 54 16
                                    

"Tanpa gue sadar, gue udah tarik lo masuk ke dalam hidup gue."

-Arkan



Jangan lupa Vote dan Komen, ya^^

Selamat membaca❤️

****

"Oke, sekarang pertanyaan terakhir. apa lo udah punya pacar, Gre?" Arkan bertanya dengan santainya, seolah pertanyaan itu adalah pertanyaan yang wajar dalam tes wawancara seleksi OSIS.

Sedangkan Greta mengernyitkan keningnya dan menggaruk telinganya yang tak gatal. Apakah ia salah mendengar-kok pertanyaannya malah merembet ke hal pribadi?

"..."

"Jawab. Malah bengong." Arkan menjentikkan jarinya di depan wajah gadis itu.

"Hah?"

"Lo udah punya pacar?" Arkan mengulang pertanyaannya yang belum di jawab Greta.

"Gue? Pacar?" Gadis itu masih bingung, ternyata telinganya tidak bermasalah, justru sekarang ia pikir cowok itu yang bermasalah. Memang apa hubungannya soal status dengan OSIS? Apakah itu benar-benar pertanyaan untuk seleksi masuk OSIS?

"Lo ngawur ya? Ngapain lo tanya-tanya soal pacar?" Greta menyipitkan matanya. "Gak nyambung banget pertanyaannya, emang dalam seleksi OSIS ada pertanyaan tentang status?" Gadis itu masih terus bertanya, ia baru tahu bahwa dalam wawancara OSIS ada pertanyaan tentang status.

"Lo tinggal jawab aja." Tanya Arkan.

"Lo juga tinggal jelasin." Balas Greta tak mau kalah.

Arkan menghela napas, ia lupa bahwa gadis di depannya ini merupakan gadis yang keras kepala. Ia harus mempunyai tenaga dan kesabaran yang ekstra jika ingin berdebat dengannya.

"Karena gue pengen tanya, semisal lo punya pacar dan lo keterima masuk OSIS, terus suatu hari OSIS ngadain acara besar dan kebetulan lo jadi penanggung jawab acara itu, dimana kehadiran lo sangat di butuhkan di sepanjang acara, tapi, di hari yang sama pacar lo hubungin lo buat minta lo untuk nyamperin dia karena dia butuh lo, misalnya. Jadi, pertanyaannya, siapa yang bakal lo pilih, OSIS atau pacar lo?" Jelas Arkan akhirnya pada intinya, ia sudah tidak mau berdebat panjang dengan gadis itu.

Greta masih mendengarkan penjelasan Arkan, tapi, entah kenapa dalam pikiran gadis itu langsung terlintas wajah dia, orang yang menjadi salah satu alasan dirinya untuk meninggalkan Jerman.

Greta masih menatap ke arah Arkan, tapi dengan pikiran yang entah kemana. Sedangkan Arkan mengerutkan dahinya melihat Greta yang hanya diam dengan tatapan kosong. Apakah dia salah berbicara? Sepertinya tidak.

"Greta, lo kok diem?" Arkan melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Greta. Gadis itu tersentak. Greta hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Lo kok ngelamun mulu, sih? Bukannya jawab pertanyaan gue,"

"Gue gak punya pacar." Jawab Greta singkat.

"Jadi, lo ngelamun daritadi karena mikirin jawaban lo, kalo lo itu jomblo? Lo gengsi jawabnya?" Tanya Arkan menerka-nerka. Ia pikir Greta malu mengatakan bahwa dia tidak memiliki pacar.

"Sok tau banget sih lo, siapa juga yang gengsi? Mending gue lebih milih jomblo daripada punya pacar terus
toxic." Kata Greta dengan kesal.

Arkan mengangkat sebelah alisnya mendengar pengakuan Greta, "Kok jadi curhat? Perasaan, gue cuma tanya apa lo gengsi kalo ngaku jomblo," tanya cowok itu lagi.

GRETAWhere stories live. Discover now