9. Perlindungan

Mulai dari awal
                                    

Suara berat berintonasi dingin itu menggetarkan gendang telinganya dan mengintepretasikannya dengan sangat jelas. Arcelia memberanikan diri untuk mendongak, memastikan praduganya adalah sebuah kebenaran.

Saat itulah puncak kepalanya bersentuhan secara langsung dengan rahang kokoh milik Rama. Arcelia menemukan manik mata lelaki itu menatapnya dengan pandangan yang tak bisa ia artikan. Namun hatinya merasa ketakutannya tersedot ke dalam pupil lelaki itu saat itu juga.

Meski dalam jarak sedekat itu membuatnya menelan saliva, Rama memutuskan untuk tidak lengah. Cowok dengan kulit sawo yang begitu maskulin itu bergeser membentengi Arcelia, memastikan gadis itu berada dalam benteng penjagaan yang ia bangun. Rama menatap tiga orang di depannya dengan sepasang mata elang memincing dan alis tebal menukik tajam.

Kini lelaki itu telah melangkah dengan tangan terkepal yang buku-bukunya telah memutih. Aura dingin secara sukarela mengikutinya dari belakang. Tangan kiri dengan urat-urat menonjol itu menarik kerah seorang yang menyingkap jaket Arcelia sebagai tindakan pertama yang dilancarkan. Karena bagi kamus Rama, hal itu sudah melampaui batas sebuah kebangsatan.

"Santaii woi santaii!" Kata cowok itu mengirimkan kekehan bernada meremehkan yang semakin membuat Rama jengah.

Rama membalasnya dengan senyum sedingin es, "Santai kata lo?"

BUGH!

"Brengsek lo jadi cowok!"

Selamat. Satu bogeman mentah telah Rama hadiahkan untuk tulang rahang cowok itu.

Rama kembali menyerang dua yang lain tanpa terlihat kewalahan sedikitpun. Tangkisan saling menghadang, bogeman saling beradu dan tendangan dari perkelahian itu menjadi untuk tontonan mereka yang sedang berlalu lalang.

Arcelia tercengang. Begini maksudnya kalau diperjelas : Pernahkah kalian menyaksikan perkelahian dan kalian adalah alasan dibaliknya? 

Satu orang terakhir tersisa. Telapak Rama sudah sangat gatal, serasa dialiri kekuatan penuh. Ia fokus memindai wajah musuhnya, mencari kemungkinan bagian tersakit yang sebentar lagi dibuatnya membiru. Akan Rama gunakan kesempatan itu sebagai pelajaran, agar lelaki brengsek itu tahu bagaimana seharusnya ia bersikap.

Tetapi Rama lupa jika tangan musuhnya itu tidak dalam keadaan terkunci. Dan dalam sebuah pertandingan, kesempatan itu dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.

Benar saja, musuhnya itu menyerang.

Bukan dengan sebuah tinju.

Puntung rokok yang ujungnya membara menembus epidermis bagian lengan Rama. Lelaki itu kontan menggeram hingga tak bisa menahan bibirnya mengeluarkan umpatan.

"Shit!"

Jangan minta digambarkan betapa brutalnya Rama akibat pancingan itu sekarang. Cukup bayangkan saja mata elang dengan iris hitam yang penuh amarah menatapmu. Dan itu hanyalah satu dari sekian bagian tubuh Rama yang ikut andil dalam aksinya.

Dalam waktu sangat cepat yang bahkan Arcelia tak mampu menyaksikan detailnya, Rama berhasil membuat lawannya hanya bisa berdiri dengan ditopang oleh satu tangannya.

Rama menyeringai, terus mengirimkan aura kegelapan dengan kesiur dingin dari matanya. Helaan nafas pertanda serangan sudah ia hembuskan dan cengkraman pada kemeja lawan sudah Rama kuatkan.

Sepuluh centi lagi sebelum membirukan wajah lelaki bangsat itu, genggaman erat dari sebuah tangan dingin dengan susah payah menghentikan kepalan Rama.

Rama menoleh tidak terima. Sejak kapan ada orang yang berani menghentikan kepalan tangannya?

"Stop it. Please."

Rama menelan saliva.

Oh, Tidak. Selemah itukah dirinya?

Tetapi bagaimana lagi? Nada penuh permohonan dengan mata almond itu telah berbuat sedemikian kurang ajarnya.

Sementara, tahukah jika Arcelia segugup itu sekarang? Ini begitu aneh. Bagaimana mungkin tangannya berubah dingin sementara jiwanya menghangat?

Rama mengalihkan maniknya demi menyadarkan raga yang terhipnotis. Memutuskan untuk melanjutkan apa yang semestinya ia lakukan.

"Rama!"

Tetapi seruan parau itu membuat raga Rama berkhianat. Menjadikan Rama gelisah, hingga akhirnya melepas kerah musuhnya dengan sentakan yang membuatnya menghantam tanah.

Rama mengusap mukanya frustasi. Tidak bisa dideskripsikannya apa yang terjadi. Ia memijit pelipisnya sekali kemudian menarik nafas panjang-panjang agar gejolak emosinya berhenti.

Sejurus setelahnya, entah ada keberanian datang dari mana. Dengan tanpa izin, Rama menangkup jemari Arcelia dalam genggamannya setelah memastikan tidak sesenti pun tubuh gadis itu tergores.

***

Dalam bus yang lenggang ini, Arcelia menyandarkan kepala pada kaca jendela. Pandangannya menerawang mengamati jalan raya, namun pikirannya berada di tempat bernama antah berantah.

Ia menyelipkan anak rambut ke belakang telinga, mengetukkan kaki, menyanggah dagu, mencoba melakukan apa saja supaya jantungnya berdetak normal.

Rentetan kejadian hari ini terus terngiang dan menolak diberhentikan. Ia merasakan sesuatu aneh yang tidak pernah ada sebelumnya.

Ingatkah tentang keinginan klisenya tentang boncengan pertama? Mungkin semesta salah sangka, bukanlah harapannya untuk dibonceng seseorang yang memberikan bad impression sewaktu menjatuhkan makalah Sejarahnya, atau seseorang yang berhasil membuat mukanya berubah masam hanya dengan hadirnya dalam tangkapan mata.

Tentang pembelaan yang dilakukan Rama, itu bisa dikategorikan sebagai bentuk spontanitas karena Arcelia datang bersamanya kan? 

Itu masuk akal. Ya, itu masuk akal. Arcelia meyakinkan diri sendiri.

Lalu pikirannya yang lain beropini sekaligus menertawai. 'Jika kamu adalah orang yang tidak suka disentuh, tiba-tiba digenggam oleh dia yang kamu benci, namun kamu refleks membalasnya. Ketika kamu sadar, justru tanganmu yang bertindak bodoh, menetap dalam jemarinya seolah dia adalah orang yang tepat untuk kamu genggam. Apakah ini tergolong dalam batas wajar?'

Arcelia masih ingat sekali wajah cowok itu ketika mereka bersisisan. Ditaruhnya dimana raut yang ia pakai untuk berkelahi tadi? Cepat sekali Rama menyembunyikannya di balik wajah datar dan dingin sekaligus menjengkelkan itu.

Kalian menganggap ini berlebihan kan? Ya memang berebihan. Sisi waras Arcelia juga berpikir demikian. Tapi sayang  dia tak menyadari, hatinya tidak sepakat.

Saat bus mengerem mendadak, Arcelia menahan kepalanya dengan menakupkan jemari di wajah.

Tidak.

Aroma parfum Rama menempel di sana. Membuat degupnya berpacu. Lagi dan lagi.

Semesta! Mohon jangan berlebihan! Sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan?

★★★

Author Note :

Pakabarr?

Part ini didedikasikan untuk yang bilang part 8 kemarin kedikitan. Now, it's 1280 words:))

Gimana?

Tunggu next part nyaa ya!!!

See yaww

TBC

Jangan lupa pencet star ✩✩✩

Fyraaa

[04.07.20]


EPIPHANYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang