Chapter 4 - Part 9

1.2K 33 18
                                    

"Halo-halo~, jangan menghalangi jalanku~"

Aura menyapa para tentara yang ketakutan di atas tembok kota. Dia memanfaatkan celah yang ada di tembok dan hendak melewatinya dalam satu gerakan.

Sementara para tentara di atas tembok ingin menggunakan tombak mereka untuk menyerang, apa yang mereka saksikan selanjutnya yaitu gerakan tidak manusiawi - dia melompati para tentara, berputar di udara-


"Hyup"

-Dan mendarat dengan sempurna di sisi lain dari benteng.

"V!"

Gerakan tangannya membentuk huruf V agar dapat terlihat oleh para tentara.

Sorotan mata yang menuju pada Aura, walau penampilannya seperti anak-anak, semuanya dipenuhi dengan rasa takut. Setelah melihat tubuhnya yang luar biasa ringan beraksi, pasti tidak ada dari mereka yang masih mempercayai jika dia seorang anak biasa. Ditambah, ada juga masalah magical beast yang berada di bawah, sedang menunggu.

Aura mengabaikan manusia dan mengeluarkan secarik kertas dari saku di pinggangnya dengan santai.

Para tentara bergerak ke arah Aura selangkah demi selangkah untuk mengepungnya, tombak mereka di acungkan ke arahnya namun dia terus mengabaikan mereka.

"Oke, semuanya. Aku akan mengatakan ini lagi~ - Jangan menghalangi jalanku~ -"

Aura membuka gulungan kertas untuk membandingkan ibukota di depannya dengan apa yang digambar di peta.

Jika seluruh pemandangan simbol kotanya serupa, akan lebih mudah untuk dibaca.

Dia dengan mudah menemukan Guild Magician, tujuan pertama yang hendak dirinya tuju.

Aura, saat ini dalam keadaan puas, berbalik untuk menatap para tentara yang mengepungnya. Ujung beberapa tombak diposisikan tepat di depan matanya pada jarak di mana sedikit gerakan saja akan membuatnya menyentuh mereka.

"Jujur saja, bahkan jika aku merupakan satu-satunya yang naik ke sini, apakah itu benar-benar ide yang cerdas untuk hanya memusatkan perhatian kalian padaku? Kalianpun sudah tahu kan, mereka juga bisa kemari?"

Para tentara saling memandang dan tatapan mereka merambat seperti mata air yang mengalir ke sisi luar tembok, tetapi sudah terlambat. Magical beast Aura memanjat dinding satu demi satu.

Daerah di sekitar mereka bergema dengan ratapan menyedihkan tentara lain.

Aura memiliki kemampuan tempur yang lebih besar daripada mereka dan sementara memang benar jika penampilan dapat menipu, ini masihlah terlalu berat untuk mereka.

Para tentara yang benar-benar kehilangan keinginan untuk bertempur, mulai saling berebut untuk melarikan diri terlebih dahulu.

Masih ada tentara yang meyakini jika posisi ini harus dipertahankan, tetapi dengan begitu banyak rekan sekerajaannya yang terburu-buru melarikan diri, sulit bagi mereka untuk mempertahankan moralnya.

Konstruksi tembok kota tebal membuat benteng-bentengnya cukup lebar, tetapi para tentara yang dipojokkan oleh rasa takut masih saling mendorong dan berdesak-desakan mencoba untuk melarikan diri. Jika mereka masih mempertahankan akal sehatnya, mereka mungkin bisa melarikan diri lebih cepat. Pada saat ini mereka hanya saling mendorong dan membuat pintu keluar dalam keadaan kacau.

Meskipun sangat mudah bagi para magical beast untuk mengejar dan memusnahkan mereka semua, mereka sama sekali tidak tertarik melakukannya. Mereka belum menerima perintah dari tuannya, itulah sebabnya mereka membiarkan para tentara melarikan diri. Itu berlaku untuk semua magical beast kecuali satu ekor.

{LN} OVERLORD [Volume 14] - The Witch of the Falling Kingdom Bahasa IndonesiaWhere stories live. Discover now