EPILOG

12.2K 1K 276
                                    

HEHE! DAH EPILOG NIIIIH!

#ketawajahat

***

"Aku bikin kamu nangis lagi."

Kedua tangan Surya meraih Salju dalam dekapannya. Ini sudah cukup. Salju terlalu banyak menangis karena dirinya.

"Waktu kamu wisuda, aku datang telat banget, Sal. Aku sering banget ingkar dari janjiku sendiri. Kadang aku bikin kamu kecewa karena nunda pulang saat kerjaan mendadak nggak kelar-kelar. Saat aku libur dan kamu ke Bandung, bukannya ngajak kamu main, kamu malah aku tinggal tidur seharian. Aku egois banget. Maaf, Sayang." Surya mengecup puncak kepala Salju. Kepulangannya kali ini juga terlambat dari yang dijanjikan.

Padahal hari ini adalah hari istimewa mereka.

"Bukan gitu," kesal Salju sembari memukul pelan dada Surya. Ia ingin melepas pelukan, tapi Surya malah semakin mengeratkan. "Aku sebel karena kamu selalu sempatkan waktu buat aku. Coba kamu sekalian nggak datang aja, pasti aku marah, nggak setengah-setengah gini. Mau marah nggak jadi, nggak sebel juga nggak mungkin!"

Walau itu diucapkan dengan nada merajuk, tapi bagi Surya tetap sebuah kesalahan ada di dirinya. "Kamu berhak marah. Nggak apa-apa marahin aku." Ia lalu melepas pelukan dan turun dari tempat tidur, duduk bersila di lantai menghadap Salju yang masih di tepi ranjang. Kepalanya menunduk seakan-akan siap dimarahi. "Ayo marahin aja, Sal. Biar kamu lega."

Hal itu menerbitkan kekehan Salju di tengah air matanya. Cowok menyebalkan ini sialnya sudah membuatnya jatuh cinta setengah mati. Orang yang selalu meluangkan waktu untuk mengunjunginya sesempit apa pun kesempatan yang ada. Orang yang—Surya bilang ingkar janji—tapi justru selalu berusaha menepati janji walau itu sangat sulit.

"Babe ...," panggil Salju pelan. "Aku tuh kangen, peluk sini. Kok malah jauh gitu."

Bahu Surya meluruh. Terpaksa ia mengangkat pandangan, melihat wajah cantik Salju sudah tersenyum padanya. Ia berdiri dan kembali duduk di sebelah Salju, memeluk seerat mungkin. "Cukup aja setahun ini LDR, Sayang. Kalau akhir tahun aku nggak juga dipindahin ke Jakarta, aku resign aja."

"Nggak boleh gitu."

Surya menunduk, menyatukan tatapannya dengan Salju. Sorotnya terlihat putus asa. "Jangan suruh aku jauh dari kamu lagi, Sal. Ya?"

Mendengar permohonan itu membuat tangan Salju terangkat membelai pipi Surya. "Ya udah, kamu maunya gimana sekarang? Cari kerja lain dan mulai semua dari awal?" tanyanya pelan.

Surya mengangguk mantap. "Nggak terlalu penting jabatan aku sebelum ini. Aku mau mulai lagi di sini, di deket kamu. Aku nggak mau kerja sampai capek banget tapi cuma sendirian di Bandung. Kalau di sini, sesibuk apa pun, tiap hari bisa lihat kamu. Itu nggak masalah."

Salju tertawa. Ia menyamankan diri saat menyurukkan kepala di dada Surya. "Aku dukung semua yang kamu mau. Aku percaya sama kamu."

Kata percaya dari Salju selalu menumbuhkan semangat terbesar untuk langkah Surya. Sedari dulu. "Makasih, Sayang." Surya memberi kecupan di puncak kepala Salju.

Sudah setahun. Dan rasanya tetap sama. Perasaan mereka tidak pernah berubah, bahkan semakin besar setiap harinya.

"Salju, makasih kamu selalu ngertiin aku. Nggak pernah marah saat aku sibuk dengan kerjaanku. Nggak pernah ngeluh ingetin aku hal-hal sepele walau aku tahu kamu juga capek abis kerja. Tapi kamu nggak pernah absen perhatiin aku."

"Bukannya aku sering banget ngomel, ya?"

Surya tersenyum. Ia melepas pelukan dan menggenggam kedua tangan Salju. "Nggak ada omelanmu yang nggak berguna. Kamu selalu ngomel kalau jadwal makanku berantakan, kalau tidur larut malam terus-terusan." Surya sangat suka diperhatikan seperti itu karena sedari kecil, ia hampir lupa bagaimana ditegur jika salah dan dipuji saat ia melakukan hal-hal membanggakan.

SURYA & SALJUWhere stories live. Discover now