15. Kecewanya Surya

4.2K 829 107
                                    

Vote dan komennya ayok wkwk
Happy reading!
💃

Salju melangkah masuk setelah Rinto membukakan pintu. Walau sudah sering ke sana, rasanya Salju masih sedikit canggung jika ada keberadaan papanya Rinto.

"Kamu hafal jam segini waktunya Papa istirahat. Nggak perlu takut-takut gitu."

Salju terkekeh. Bukan menghindar, karena ia bahkan sering makan bersama, ia hanya menyiapkan mental saja. Walau gimana pun, Pak Wanto adalah orang terhormat di sekolah.

"Panas banget di jalan. Apalagi macetnya." Salju berdecak. Ia melepas jaket dan meletakkan tasnya di sofa.

"Nggak usah ngeluh, itu kemauanmu sendiri!"

Ucapan itu menghentikan niat Salju yang akan duduk di sofa. Rinto kenapa, sih? Aneh banget. "Kamu kenapa?" tanyanya.

Rinto tidak menjawab. Lelaki itu berjalan ke bagian belakang rumah. Salju mengikuti. Saat tidak ada tanda-tanda Rinto menjawab pertanyaannya, Salju yang mendekat ke Rinto.

"Kak." Salju menyentuh lengan Rinto. "Kamu marah?"

Tetap diam. Rinto membuka rice cooker dan menuangkan beberapa centong nasi ke piring. Salju tahu itu saatnya makan siang. Rinto pasti menyiapkan untuk papanya.

Salju menghela napas pasrah. Ia tidak tahu kenapa Rinto marah, mungkin sedang ada masalah dan ucapan Salju bikin laki-laki itu tersinggung?

"Aku minta maaf," ujar Salju tulus. "Aku bantu, ya." Ia memindahkan dua piring dari meja pantry ke ruang makan.

Melihat Rinto menyiapkan tiga peralatan makan, sepertinya Salju masih dianggap ada di sana. Ia tersenyum kecil dan duduk di salah satu kursi, memperhatikan Rinto yang kini berjalan ke kamar papanya. Rinto kerap mengajaknya makan siang bersama. Salju tidak mungkin menolak karena tahu selama ini Rinto pasti membutuhkan 'teman'.

"Kenapa? Papamu mana?" Salju bertanya saat Rinto kembali dan menuangkan sayur ke piring nasi. Tetap tidak menjawab, tapi Salju tahu jawabannya. Terkadang memang fisik papanya terlalu lemah, jadi memilih makan di kamar. Itu yang membuat Salju iba. Rinto sangat kesepian akhir-akhir ini.

"Mau minum apa, Kak? Biar aku buatin." Salju menawarkan diri setelah Rinto kembali ke meja makan. Setengah tahun mereka bersama, sedikit banyak ia tahu harus bagaimana menghadapi Rinto yang tiba-tiba menjadi pendiam seperti itu.

"Nggak usah. Ada gurame tinggal goreng."

Salju tahu arti ucapan Rinto. "Aku aja yang goreng." Ia melihat Rinto kembali duduk.

Salju menyalakan kompor dan memanasi minyak. Ia membuka kulkas dan mengambil gurame yang sudah dipotong-potong. Saat ia sedang mulai menggoreng, ia merasakan sentuhan di bahunya. Menoleh ke belakang, Salju mendapati Rinto ada di sana, menyentuh dua bahunya agar mereka berhadapan.

"Pakai ini, biar bajumu nggak kotor." Rinto memakaikan apron melewati kepala Salju, lalu mengikatkan di punggung.

Salju masih diam, menatap wajah Rinto yang begitu dekat dengannya. "Kamu ... kenapa marah?" Ia bertanya sangat pelan.

"Aku nggak suka kamu mengeluh di depanku, saat sebelumnya nolak aku jemput." Suara Rinto terdengar di telinga Salju, embusan napas hangat terasa di pipinya.

"Aku cuma nggak mau ngerepotin kamu. Aku tahu kamu pasti lagi siapin makan siang."

Rinto berdiri tegak tanpa melepas pelukan di pinggang Salju, menatap Salju dengan kilat marah di bola matanya. "Kenapa semua permasalahan, kamu anggap 'cuma'?"

Salju tergagap. Walau sudah beberapa kali Rinto begitu padanya, tetap terasa menyakitkan. Entah ia yang belum pernah menjalin hubungan sehingga tidak tahu aturan mainnya, atau Rinto yang terlalu berlebihan mempermasalahkan hal kecil begitu?

SURYA & SALJUWhere stories live. Discover now