Tikungan 29

4.8K 881 255
                                    

Halo,
Ayok vote dan sempatkan komen, ya.
Makasih. Happy reading❤️
***

Semua yang Salju takutkan benar-benar terjadi. Saat ini. Detik ini.

Tangisan Yuli di telinganya terasa mengiris hati. Berkali-kali Salju mengatakan bahwa kini ia baik-baik saja, tapi tangisan itu tetap terdengar memilukan. Berkali-kali pula Salju menghalau air mata yang akan turun. Bagaimana mungkin ia menangis saat mengatakan baik-baik saja?

Jadi sebisa mungkin Salju tidak menangis. Kata-katanya sudah tertata dengan baik. Emosinya sangat terkontrol. Ia sangat siap melontarkan semua siksa yang Farah lakukan padanya. Tapi tangisan Yuli dan kekecewaan Tama tidak bisa dihindarkan.

"Mama, Salju baik-baik aja. Mama lihat kan?" bisik Salju pelan. Ia masih dipeluk mamanya erat.

"Papa benar-benar akan cari dia. Beraninya menyakiti anak Papa. Tidak tahu diuntung!" Suara tegas Tama terdengar, sedikit membentak.

Pertama kalinya Salju mendengar bentakan keluar dari mulut Tama, walau tidak tertuju padanya.

"Mama sering lihat kakakmu masuk kamarmu, tapi Mama nggak pernah berpikir dia akan nyakitin kamu, Sal." Yuli masih menangis. "Maafkan Mama sama Papa ya, Nak, belum bisa lindungi kamu—"

"Mama ...." Salju tidak suka ucapan seperti itu. Orang tuanya tidak salah apa pun. "Kak Farah yang salah. Papa Mama adalah orang tua terbaik buat Salju."

Sekuat tenaga Salju menahan buliran air yang berdesakan ingin keluar dari matanya. Semua ia ceritakan tanpa kecuali, tanpa jeda dan interupsi. Karena jika berhenti, tangisnya tidak akan bisa ia tahan.

"Apa kamu merasa trauma, Sal?" Tama sudah duduk di sebelah Salju.

"Enggak, Pa. Salju cuma takut cerita. Itu aja."

Tama mengangguk. Wajahnya masih terlihat menyimpan amarah. "Papa bawa Mama ke kamar dulu. Kamu istirahat."

"Iya, Pa."

Tinggallah Salju sendirian di ruang tengah. Malam semakin larut dan ia merasa dadanya mulai terasa sesak. Ia yakin wajahnya sudah pucat pasi. Kepalanya bahkan mulai berdenyut nyeri karena menahan tangisnya sendiri.

Salju akan menangis, tapi tidak di sana. Maka ia berdiri dan melangkah menuju kamar. Melewati kamar adiknya, Salju tertegun saat pintunya sedikit terbuka. Ia melongok dan mendapati Rosa duduk di tepi tempat tidur.

"Belum tidur, Ros?" Salju mengernyit saat mengatakan itu, nyeri di kepalanya semakin menjadi. Ia melangkah masuk kamar Rosa dan duduk di sebelah adiknya. "Udah malam, tidur gih."

Tatapan Rosa hampir sama seperti kedua orang tuanya. Rosa jelas mendengar percakapan mereka tadi. Pasti.

"Kakak nggak apa-apa. Itu masalah udah lewat. Kamu tidur," ujar Salju pelan.

Rosa mengangguk patuh. Salju menyelimuti adiknya.

"Kak, Rosa akan bilang apa pun yang terjadi sama Rosa."

Salju tersenyum kecil. "Iya, kamu harus cerita. Kalau laki-laki itu ganggu kamu, Kakak harus tahu."

Melihat Rosa mengangguk, Salju menghela napas pelan. Ia berdiri dan melangkah keluar, menuju kamarnya sendiri. Dadanya sudah sangat sesak saat berbaring di tempat tidur dengan ponsel di tangannya. Ia pejamkan mata beberapa saat sebelum memencet sebuah kontak di ponselnya.

"Salju, are you okay?"

"Surya ...." Hanya satu kata yang sanggup Salju lontarkan, dan tangisnya pecah saat itu juga.

SURYA & SALJUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang