10. Tentang Cinta Pertama

4.7K 886 73
                                    

Dering ponsel membuat Salju tersentak. Ia memiringkan posisi berbaringnya dan meraih ponsel di nakas. Ada panggilan dari Rinto. Helaan napasnya terdengar lelah tetapi setidaknya di rumah sendirian lebih baik daripada bertahan di panti.


"Iya, Kak?"

"Kamu lagi sibuk nggak, Sal?"

Setahunya, Rinto memang tidak suka berbasa-basi.

"Enggak, kok. Lagi di rumah."

"Mau jalan?"

Salju mengernyit. Ia bangkit dari posisi tidurnya. Rinto memang tidak setiap saat mengirim chat padanya, lelaki itu pasti langsung meneleponnya kalau ada sesuatu yang perlu.

"Boleh, sih, tapi—"

"Kalau boleh, berarti nggak pake tapi."

Salju tertawa kecil. Ia melirik jam di dinding. Pukul 2 siang. Percuma juga di rumah, ia tidak bisa tidur. "Boleh, Kak."

"Nah, gitu. Aku jemput sekarang, ya?"

Sambungan diputus. Salju berjalan ke depan cermin. Pakaiannya masih lumayan rapi, hanya rambutnya berantakan dan wajahnya terlihat seperti bangun tidur. Padahal ia tidak tidur. Salju teringat sesuatu, ia harus mengabari orang tuanya kalau ia mau pergi. Takutnya membuat khawatir teringat bagaimana tadi Salju memutuskan pulang saja tanpa menunggu keluarganya. Mereka pasti memaklumi.

Tepat saat ia selesai membenarkan penampilan, ponsel di tasnya berbunyi. Ia mengernyit. Surya? Tumben itu anak telepon. Biasanya juga chat, kalau tidak malah langsung menyambangi rumah Salju.

"Apa, Surya?"

"Lo belum balik? Sepi amat rumah lo."

Surya memang tidak tahu jadwal rutin keluarga Salju. Ia tidak pernah menceritakan dan Surya tidak akan bertanya sedetail itu.

"Udah balik."

"Mobil bokap lo nggak ada, gue kira belum balik."

"Emang. Gue balik sendiri, kok."

"Oke, ini gue lagi jalan—"

"Gue mau pergi."

"Rinto?"

"Mantan guru lo itu, panggilnya jangan sembarangan!" Salju tertawa. Ia berjalan keluar rumah dan tanpa sengaja melihat Surya di pelataran sana. Depan rumah Surya sendiri.

"Lo juga pasti udah ganti panggilan jadi Rinto Sayang."

"Ngaco." Salju menjepit ponsel di antara bahu dan kepalanya saat tangannya sibuk mengikat tali sepatu. "Btw, lo rapi amat. Mau ke mana?"

Salju melihat Surya mengitari pandangan dan tertawa saat tatapan mereka bertemu. Salju pikir, Surya akan menghampirinya. Karena itu yang sedari dulu terjadi. Saat masih kecil, mereka akan lanjut bermain bersama jika melihat sosok satu sama lain. Tapi kali ini tidak. Surya bertahan di tempatnya berdiri.

"Padahal lo di situ. Kita kayak orang gila."

Tawa itu terdengar Salju. Dari jarak yang lumayan dekat tetapi mereka bercakap lewat telepon, ia merasa berbeda. Bahkan tawa Surya pun terdengar berbeda. Mungkin karena mereka sangat jarang berteleponan, apalagi bercanda lewat telepon, jadi terdengar asing. Salju berpikir begitu.

"Lo pikir gue mau ke mana? Nikung? Nggak dulu, lah. Nunggu target potensial, siapa tahu bisa buat seumur hidup."

"Dosa lo, hasil tikungan buat seumur hidup. Semacam nyolong sandal terus dipake sampe mati."

SURYA & SALJUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang