16

7.8K 837 14
                                    

Mentari pagi bersinar cerah menyambut datangnya hari yang dinanti. Hari libur, yaitu hari sabtu. Tapi sayangnya hari sabtu kali ini memaksa Rara untuk keluar dari zona nyamannya, kali ini ia akan menghabiskan hari sabtu dengan tetangga gantengnya.

Rara sudah terbangun sejak pukul 4 pagi, ibu bahkan terheran melihat anak remajanya yang tidak pernah bangun pagi di hari sabtu dan minggu, sebenarnya diseluruh hari libur. Biasanya Rara akan bangun untuk sholat subuh, tapi setelah itu Rara akan kembali tertidur dan bangun menjelang makan siang.

"Rara? Kamu pusing?" Ucap ibu sembari mendekat ke arah Rara yang tengah menyiapkan barang yang akan ia bawa ditasnya. Sekarang baru pukul tengah 8 pagi dan terlalu pagi untuk Rara bersiap. Ibu menempelkan tangannya di dahi Rara, mengecek suhu tubuh putrinya apakah ia demam atau sakit sehingga membuatnya harus bangun pagi di hari sabtu.

"Engga kok" Rara menghentikan kegiatannya dan menatap heran sang ibu. Ada apa lagi ini? Begitulah pikir Rara.

"Kamu kemarin habis dari kuburan? Ngapain kamu ke kuburan Ra? Kuburan keluarga kan ngga ada disini" ibu mengernyitkan dahinya heran, ia meletakan kedua tangannya di bahu Rara. Ia terlihat khawatir melihat kegiatan Rara pada pagi hari ini, sangat tidak biasa sehingga membuat ibu terheran heran.

"Hah? Apaan sih? Ke kuburan? Ngapain?" Rara sungguh heran dengan ibu, bagaimana ibu berfikir Rara baru saja dari kuburan? Apakah ibu berfikir bahwa Rara jauh jauh ke kuburan untuk mengambil tanah kuburan, atau menyantet mas jong ki sehingga ia harus datang ke kuburan?

"Kamu aneeeeh banget, ngga biasa biasanya kamu jam segini udah bangun, jangan jangan kamu kemarin kekuburan terus semalem ngga mandi? Iya?" Rara memutar bola matanya, hadeh. Ibu berpikir ada sesuatu yang menempel pada Rara sehingga membuatnya bertindak tak biasa hari ini.

"Ck, kok ibu tau kalo Rara mau nyantet mas jongsuk?" Rara membulatkan matanya, seolah terkejut karena baru saja tertangkap basah melakukan tindak kriminal.

Plak

Tabokan ibu mendarat mulus di lengan Rara membuat si empunya meringis merasa perih di lengannya. Rara hanya diam menatap ibu dan berusaha memahami kebiasaan sang ibu. Rara memanyunkan bibirnya menanggapi kanjeng ibu nya ini.

"Makanya, jangan halu" ucap ibu yang langsung berlalu dari hadapan Rara. Meninggalkan Rara yang membuka sedikit mulutnya tak percaya dengan perkataan ibu.

"Ibu gue gaul" batin Rara. Setelah selesai bersiap, Rara menonton televisi di ruang keluarga sembari menunggu sampai pukul 10. Rara sebenarnya sudah memberi tahu ayah dan ibu tentang rencananya hari ini. Rara juga meminta agar ponsel ayah dan ibu selalu on sehingga akan memudahkan Rara jika memerlukan bantuan dari keduanya.

Pukul 10 masih kurang 5 menit, tapi Rara sudah beranjak dari duduknya dan berpamitan kepada ibu lalu segera melangkah ke rumah Radit.

"Asalamu'alaikum" Rara mengetuk pintu utama rumah yang berada di sebelah rumahnya ini. Tak lama kemudian terdengar jawaban dan pintu terbuka oleh mbok Sitem. Rara dan mbok Sitem saling melempar senyum dan tak lupa mbok Sitem mempersilakan Rara masuk ke dalam.

"Radit mana mbok?" Tanya Rara ketika keduanya tengah berada di ruang tamu.

"Ada di kamarnya mba" mbok Sitem lalu pamit undur diri ketika Rara mengatakan akan menuju kamar Radit. Rara melangkahkan kakinya yang beralaskan kaos kaki polos berwarna putih setinggi mata kaki.

Tepat di depan kamar Radit yang pintunya tak tertutup, terlihat Radit menggunakan sweater berwarna hitam dan celana jeans. Radit terlihat tinggi dan ketampanannya bertambah ketika menggunakan sweater hitam.

Rara terpaku ditempatnya. Melihat Radit yang berpakaian sama sebagaimana remaja laki laki pada umumnya. Rara kemudian tersadar dengan menggelengkan kepalanya cepat, lalu berjalan sembari menetralkan jantungnya yang berdegup lebih cepat.

My Idiot Best Friend (END)✅Where stories live. Discover now