02

15.8K 1.6K 35
                                    

Hari minggu adalah hari yang dinantikan oleh seluruh umat. Akhir pekan yang akan dihabiskan untuk olahraga dipagi hari, berkumpul bersama keluarga, piknik, atau ada yang menghabiskan dengan istirahat setelah seminggu beraktifitas.

Sama dengan Rara, ia sangat menantikan hari minggu dimana ia bisa bebas bangun sampai siang hari tanpa takut terlambat. Tadi setelah shalat subuh, ia kembali merebahkan dirinya di tempat yang paling nyaman baginya.

"Raraaaaaaaa!" Suara sang ibu membuat tidurnya terusik. Ia hanya mengerutkan keningnya dan menarik selimut sampai menutupi seluruh badannya. Ia tau ibunya pasti akan mulai memberikan nasihat panjang karena anak gadis yang bangun siang dihari minggu.

"Yaampun Raraaa! Anak gadis jam segini masiih aja belum bangun. Tau ngga sekarang jam berapa? Jam 10 Rara, astaga, kamu tuh gadis gak baik bangun siang.

Harusnya tuh kamu bangun pagi, cuci piring, nyapu bantuin ibu, ngerti kamu?" Ibunya terus memberikan petuah sambil membuka jendela di kamar anak nya itu agar udara pagi menjelang siang ini masuk ke dalam kamar. Sinar matahari yang sudah tinggi ini mengusik tidur cantik Rara.

"Ehmmm," Rara melenguh merasa terganggu dengan sinar yang menyinari wajahnya.

"Bangun!" Ibunya melayangkan pukulan dengan telapak tangannya ke lengan Rara.

"Awww, astaga buu sakitt!" Usahanya tentu sukses, Rara langsung duduk sambil mengelus lengannya yang menjadi korban pukulan sang ibu.

"Makanya anak gadis tuh bangun yang pagi," Ia lalu tersenyum penuh kemenangan karena Rara sudah bangun sepenuhnya. Sedangkan Rara hanya bergumam menggerutu tindakan sang ibu.

"Mandi, habis itu sarapan, terus bantuin ibu," Ibunya memberikan perintah kepada anak gadisnya yang masih setengah sadar. Mata kirinya bahkan masih tertutup.

"Ngapain bu? Ayah mana?" Kesadarannya mulai datang. Walau suaranya masih serak terdengar khas orang bangun tidur.

"Ayah lagi ngurus tanemannya di taman depan rumah, udah nanti aja, mandi sekarang," ia lalu beranjak dan menuju lantai bawah menyiapkan sarapan untuk Rara.

Rara beranjak dengan malas, harusnya ia bangun saat makan siang. Itu rencanya, sekarang sudah menjadi angan belaka. Ia masuk ke kamar mandi di kamarnya dengan membawa baju ganti sekalian.

Setelah selesai, ia memaut dirinya di depan cermin. Ia terlihat menggunakan setelan baju berwarna krem dengan celana kain bermotif kotak berwarna coklat. Ia mengikat rambutnya dengan asal. Lalu menuju dapur seperti petuah ibunya tadi.

Terlihat ibunya sudah menyiapkan sepiring nasi goreng dengan asap yang masih terlihat, berarti nasi gorengnya baru saja disajikan. Disampingnya terdapat kotak makan berwarna biru tua yang ukurannya cukup besar.

Segera saja Rara menyantap sepiring nasi goreng buatan ibu yang rasanya, ah mantab. Enak betul kata Rara.

Setelah selesai, ia melirik kotak makan yang ada didekatnya. Seketika rasa penasaran menuntun tangannya menyentuh kotak makan itu. Belum sampai tangannya menyentuh kotak makan,

Plak

"Aduh!" Segera Rara menarik tangannya yang menjadi korban tabokan ibunya, lagi.

"Jangan pegang pegang yah, ini mau buat tetangga," ujar ibunya galak. Rara mengaduh sambil terus mengelus tangannya.

"Ck, jangan nabok juga dong bu, sakit tauk," Rara menampakan wajah kesalnya. Pagi pagi sudah terkena pukulan ibunya, 2 kali lagi.

"Kita punya tetangga baru, Ra. Nanti kamu anterin itu ya, bilang ibu belum bisa mampir soalnya nanti mau kondangan sama ayah," Ibu memberikan kotak berisi makanan untuk tetangga barunya itu. Rara menjawab dengan mengacungkan jempolnya tanda menyetujui perintah sang ibu. Karena mau tidak mau perintah sang ibu adalah mutlak baginya. Ibu berlalu untuk bersiap kondangan bersama ayah.

My Idiot Best Friend (END)✅Where stories live. Discover now