33 - The Truth

44.6K 3.7K 93
                                    

Nulis part ini tuh susah banget sumpah.

Sejak pajero milik Keanu melesat keluar café, putaran rodanya tak sedikitpun melambat. Sorot matanya gelap tanpa ada keramahan dan kerap kali kepalan tangannya mencengkam kuat kemudi diiringi dengusan kasar.

Menyadari traffic light yang baru saja berubah merah, lantas Keanu menginjak pedal rem kuat-kuat sehingga tubuhnya yang tak ditahan seatbelt terpental ke depan. "Sialan, Vezia!" makinya sambil memukul setir.

Sejak Carissa membeberkan semuanya, segala emosi langsung mengepung dirinya. Ia bahkan meninggalkan Carissa begitu saja di café tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Suara klakson membuat Keanu sadar bahwa lampu sudah kembali hijau. Ia pun memasang seatbelt sebelum kembali melajukan mobilnya dengan cepat. Tak butuh waktu lama bagi Keanu untuk sampai di depan rumah Vezia. Sebenarnya ia tidak tahu harus bagaimana menghadapi situasi ini, tapi tanda tanya yang berkecamuk di kepalanya harus segera mendapat jawaban. Terutama tanda tanya yang tersemai dari firasatnya selama ini.

Ketika memasuki rumah Vezia, orang pertama yang ditemuinya adalah Renata. Ibu Vezia itu justru mentapnya bingung. "Loh? Keanu kok di sini? Katanya tadi Vezia mau ke rumah kamu yang di Bandung?"

Kebingungan itu juga menjalar pada Keanu. Keningnya mengernyit, "Ke Bandung, Tante?" ulangnya memastikan.

Untuk apa Vezia ke Bandung?

"Iya! Padahal kata dia besok mau ke Surabaya, eh tiba-tiba bilang mau ke Bandung dulu terus pergi gitu aja."

Keanu tampak berpikir sejemang. "Udah lama perginya, Tan?"

"Kira-kira sejam yang lalu."

Keanu mengangguk mengerti, "Kalo gitu aku pamit dulu, Tan. Tapi jangan bilang Vezia kalau aku ke sini ya, Tan." Setelah menyalim tangan Renata, Keanu langsung pergi dengan mobilnya. Jika Vezia pergi sejam yang lalu, dia pasti belum sampai.

Perjalanan menuju bandun g terasa dua kali lipat lamanya bagi Keanu, belum lagi lampu merah dan kemacetan yang menguras kesabarannya. Berkali-kali ia mencari kemungkinan untuk apa Vezia ke rumahnya yang di Bandung, tapi tetap saja tak ada yang masuk akal. Kalau untuk bertemu Keanu, kan bisa langsung telepon.

Keanu sendiri meredam niatnya untuk menghubungi Vezia, masalah yang dibawanya sekarang tidak bisa diselesaikan melalui sambungan telepon. Mereka harus bertatap muka.

Vezia harus menjelaskan kenapa dia bohong selama ini.

~*~*~*~

Ketika Vezia sampai di Bandung, bulir-bulir hujan mengguyur kota itu dengan penuh semangat. Seolah langit memiliki begitu banyak energi untuk merontokkan air dari kumulus awan kelabu. Setiba di depan rumah Keanu, Vezia meraih tas selempangnya kemudian keluar dari mobil. Ia menutupi puncak kepalanya dengan tas selama membuka pagar dan juga saat berlari menuju teras, tapi sepertinya tindakan itu sia-sia karena rambutnya tetap basah begitupun dengan bajunya.

Vezia menyampirkan tali tasnya di bahu kemudian mencari kunci cadangan rumah Keanu. Kalau dugaannya salah, ia akan mengembalikan kunci cadangan ini kepada Keanu dan menyepakati keinginan pria itu yang tidak mau berteman lagi dengannya. Tetapi kalau dugaannya benar ...?

Entahlah ... ia tidak tahu.

Selama ini ia sudah begitu ketergantungan pada eksistensi Keanu di dalam dunianya.

Tungkai Kaki Vezia berayun cepat menuju kamar tamu di rumah itu. Ia membuka lemari putih di sana untuk mencari piyama pink-soft yellow miliknya. Tak perlu banyak usaha untuk menemukannya, karena setelan itu berada di tumpukan teratas. Vezia menyambar piyama itu, merentangkannya demi mengecek secara keseluruhan. Kondisinya sempurna, kemungkinan ini adalah piyama ketika dia bangun pada malam itu.

Ya, malam ketika ia tidur bersama Keanu.

Waktu itu Vezia sempat bertanya-tanya, mengapa mimpi yang biasanya memudar ketika bergulirnya waktu, justru di beberapa bagian sangat lekat dalam ingatannya. Apalagi bukan hanya dalam wujud penglihatan, tetapi sentuhan Keanu pada kulitnya seolah nyata.

Mimpi itu seakan membuat pikirannya terstimulasi dalam simulakrum, seolah-olah ilusi dan realita melebur dalam ingatan sehingga tak ada batas antara objek yang nyata atau palsu.

Ada ketakutan yang merundung Vezia sewaktu menggali lagi ingatan tentang malam itu. Kala itu mereka bertengkar setelah berciuman dan ketika ia mencoba pergi, Keanu menghempaskannya di atas tempat tidur, pria itu duduk di atas perutnya dan mencengkam kedua pergelangan tangannya di atas kepala. Jelas saja Vezia memberontak, namun yang terjadi selanjutnya Keanu mencengkam kerah kemeja Vezia dan menariknya berlawanan arah hingga dua kancing teratasnya lepas, kemudian bibir Keanu menyambar bibirnya dengan lumatan kasar dan liar.

Bulu jangat Vezia meremang tatkala memikirkan jika itu memang kenyataan. Lantas ia mencari piyama yang sama dalam tumpukan baju, tapi hasilnya nihil. Hanya sepasang itu yang terdapat di sana. Jika mimpinya kenyataan, harusnya ada dua piyama yang tertinggal di rumah Keanu. Tidak mungkin pria itu menjahit kancing yang putus selama Vezia tertidur lalu mengenakannya lagi ke tubuh Vezia.

Jangan konyol! Ia saja tidak ingat apa Keanu punya jarum dan benang. Tidak mungkin kan Keanu ke pasar tengah malam untuk mencari jarum.

"Duhhh ...." Tanpa sadar Vezia menggigiti kukunya. Jika begini, tuduhannya tampak tak berdasar. Seketika ia merasa konyol berada di rumah Keanu.

Tapi kemana piyama yang satunya? Apa ketinggalan di hotel waktu di Bali?atau jangan-jangan malam itu beneran mimpi?

Bahu Vezia terkulai lesu ketika ia keluar kamar. Namun, saat ia melewati kamar Keanu, suatu sumbu terbersit di kepalanya. Segera ia memasuki kamar Keanu dan berjalan menuju lemari hitam minimalis berpintu empat yang berdiri di sudut kamar Keanu.

Vezia membuka satu persatu pintu lemari tersebut. Isinya yang hanya separuh dari kapasitas seharusnya membuat Vezia mudah untuk mendeteksi, terlebih warna pakaian di sana rata-rata monokrom atau warna lain yang bernuansa gelap. Namun, tetap saja Vezia menelusuri tumpukan dan baju-baju yang menggantung di sana.

Tidak ada.

Dan itu membuat Vezia semakin frustasi.

Rasanya tubuh Vezia selaras dengan pikiran yang meluru dalam kerancuan sehingga ia terduduk di lantai begitu saja dengan ekspresi muram.

Saat Vezia memeluk lututnya, matanya tertuju pada deretan laci di bawah pintu panjang lemari. Lantas ia berangkak dan menjulurkan tangan untuk menarik salah satu laci yang dipilihnya secara random.

Seketika matanya menyalang.

Sontak Vezia beringsut maju, diambilnya setelah piayama yang terlipat asal di sana lalu ia bentangkan baju kotak-kotak kuning-merah muda itu. Benar saja, beberapa kancingnya lepas dan menyisakan sisa benang yang menjuntai.

Jadi malam itu bukan mimpi?

"Vezia ...?"

Dan sosok Keanu yang berdiri di ambang pintu juga bukan mimpi?

"Brengsek lo, Keanu!!! Psikopat!" teriak Vezia dengan pandangan nanar. Ia berdiri saat Keanu berjalan ke arahnya. "Gue kira malam itu mimpi karna gue masih pake baju yang sama pas bangun, ternyata elo sengaja ganti pake baju yang sama? Supaya apa?! Hah?! Supaya kelakukan busuk lo nggak ketauan?!"

"Aluna ...." Keanu tampak sama kalutnya dengan Vezia.

"Jadi malam itu ... elo ... ke gue ...." Kalimat Vezia lebih dulu dicekat getir sebelum ia sanggup menyelesaikannya. Kemudian ia menarik napas rakus, seolah sebelumnya pasokan oksigen menghilang dari sekitar. "Sampe mana malam itu, Nu? Sampe lo puas nidurin gue?!"

"VEZIA!!!"

__TBC__

Serem nih abis ini

Vote dulu ya.

Cheers,

Nicazalia (6/16/2020)

Endorphins in YOU (Completed)Onde histórias criam vida. Descubra agora