28 - Special Dinner

36.7K 3.4K 123
                                    

Yuhuuu... Part baru nih setelah republish. like dulu, thankyouuu

Lampu kristal yang menggantung anggun di langit-langit tampaknya menjadi pesona utama pada sebuah restroran prancis bernuansa elegan dengan dominasi warna krem keemasan. Di dekat jendela besar bertirai abu-abu, seorang wanita dengan dress hitam yang dilapisi bolero putih, tampak mengangguk ketika seorang pelayan pria menawarkan wine untuk mengisi gelas di hadapannya.

Seumur hidup Vezia, baru kali ini ia diajak dinner romantis oleh seorang pria. Rasanya bahagia sekaligus mendebarkan. Senyum Vezia mengembang jelita tatkala menatap seorang pria berkemeja hitam di hadapannya.

Harvey Putra Soedibyo.

Vezia tak menampik jika kekagumannya pada pria berparas cenderung oriental itu tak pernah berkurang kadarnya sejak pertama kali ia mengamati Harvey memainkan piano secara diam-diam di ruang musik sekolahnya dulu. Pria itu adalah sosok yang memenuhi putaran waktunya akhir-akhir ini, dan itu membuat Vezia menyadari bahwa Harvey adalah implementasi dari pasangan hidup yang nyaris sempurna. Seorang pria yang hidupnya lurus-lurus saja, mendedikasikan jiwanya untuk musik dan berjalan pada hidup yang menjadi passion-nya.

"Jadi, kamu mau bikin studio di Surabaya?" Tanya Vezia perihal pembahasan mereka dalam perjalanan pergi tadi.

Harvey mengguk kecil. "Dan tempat kursus musik juga," ucapnya seolah menyambung kalimat Vezia.

Vezia melilitkan jemarinya pada leher gelas berisi wine di hadapannya. Ia mengangkat gelas tersebut, menggoyangkannya dengan gerakan melingkar kemudian membiarkan isinya mengaliri tenggorokannya dengan sedikit sensasi membakar.

"Artinya kamu mau pergi dari sini?"

Entahlah ... Vezia tidak yakin dengan apa yang sedang membelenggu hatinya. Rasanya seperti terkungkung dalam ruang kosong. Baru saja ia berpisah dengan matahari baru dan mengisinya dengan cahaya purnama, kini sinar dalam ruang kosong itu berniat meninggalkannya.

"Ibuku sakit, harus cuci darah seminggu sekali. Ibuku nggak mau ku ajak ke Jakarta, mungkin karena makam Ayah ada di Surabaya." Harvey menghela nafas berat. "Aku nggak tega kalau Ibuku sendirian, meskipun ada orang yang mengurus Ibu di sana, tapi tetap saja dia butuh aku sebagai anak satu-satunya."

Vezia meletakkan gelas dalam genggamannya ke atas meja, lalu menatap Harvey tepat di sepasang netra pria itu. "Kapan kamu pergi, Har?"

"Bulan depan." Harvey meraih tangan kanan Vezia. Mengusap pelan punggung jemari Vezia dengan ibu jarinya kemudian memandangi Vezia layaknya mutiara berharga. "Aku berniat menjalin hubungan serius denganmu, Vey. Sepulang ini aku akan meminta ijin pada orang tuamu untuk menjalin hubungan serius dengan anaknya."

Jantung Vezia berdebar kencang disusul pikiran yang semarak, kesungguhan yang terpancar dari sorot mata itu membuat hatinya kebas.

"Vezia ... long weekend nanti, apa kamu mau datang ke Surabaya? Aku ingin memperkenalkanmu pada Ibuku." Mendapati seulas senyum terbit di wajah Vezia, lantas Harvey mengecup lembut punggung tangan Vezia sebelum ia bangkit berdiri kemudian melangkah menuju grand piano hitam yang terletak pada panggung kecil di sudut restauran.

Vezia mengamati gerakan Harvey yang mulai membuka papan penutup tuts piano. Pada saat denting pertama terdengar, Vezia menghirup udara sebanyak yang ia bisa seakan ia baru saja kehilangan pasokan oksigen dalam paru-parunya.

Apa barusan Harvey melamarnya?

Pikiran Vezia menggila kala mereka ulang perkataan Harvey dalam benaknya. Tapi bukankah ini yang selalu ia gembor-gemborkan pada teman-temannya? Perihal ia akan mendapatkan pasangan hidup dengan segera?

Endorphins in YOU (Completed)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora