(Masih) Kesal Sendiri

2.2K 176 9
                                    

Restoran tampak lengang saat Rania masuk. Setelah memesan dia duduk di salah satu kursi di samping kiri pintu masuk. Diperhatikannya seluruh ruangan yang begitu lengang. Saat pandangannya berhenti pada jam yang tertempel di dinding restoran mulutnya langsung cemberut.

Hampir setengah sembilan. Pantas saja sepi. Jam segini pasti semua orang sudah berada di kantornya masing-masing. Sepertinya hanya dia saja staf yang masih berkeliaran mencari sarapan untuk Pak Bos resek yang niat banget menyiksanya.

Rania mengembus napas pelan.  Rencana yang disusunnya tadi malam supaya tidak bertemu pria songong itu sia-sia sudah. Entah kenapa pula si Kacang itu tiba-tiba muncul lebih cepat pagi ini. Coba kalau datangnya seperti biasa, semua pasti berjalan sesuai yang dia rencanakan.

Dasar nasib Rania memang sedang apes akhir-akhir ini. Dipecat dari restoran pas lagi butuh banget pekerjaan. Dapat pekerjaan eh ternyata pemiliknya mantan yang paling ingin dhindarinya sejagat raya.

Sepertinya dia memang harus cepat-cepat menjalankan niatnya untuk mandi kembang dengan air dari tujuh sumur. Kalau tidak, keapesan yang setia banget mengikutinya itu tidak akan pergi jauh-jauh dari dirinya. Ya, akhir pekan nanti dia akan mengajak Kalila menemaninya mencari air-air itu.

Rania menghentikan pikirannya yang sedang mengembara saat mendengar nada dering dari ponsel yang diketakkannya tadi di meja. Sampai beberapa saat dia hanya menatap ponselnya yang terus berderit-derit menuntut untuk segera diangkat.

Seperti pertama kali nomor itu muncul di layar ponselnya kemarin, kali ini diapun masih tak percaya, Nata masih menggunakannya. Nomor  yang sama-sama mereka pilih, yang dua angka terakhir adalah tanggal mereka jadian.

Sementara Rania, begitu mereka putus dia langsung mengganti nomor dan menghapus nama Nata dari kontaknya. Tapi sialnya, meskipun nomor penuh kenangan itu tidak tercatat di daftar kontaknya sekarang, dia tidak pernah benar-benar lupa. Dua belas angka itu melekat sempurna di memori otaknya.

"Kamu dimana sekarang?" tanya Nata. Suaranya menunjukkan kekesalan yang kentara.

"Ini dengan siapa ya. Kok tiba-tiba menelepon dan bertanya tentang keberadaan saya?" Bukannya menjawab, Rania balas bertanya. Tiba-tiba keinginan membuat Nata semakin kesal muncul begitu saja begitu mendengar suara arogan laki-laki itu. Dia tertawa tanpa suara saat mendengar dengusan kesal dari seberang sana.

"Rania, saya tanya sekali lagi, dimana kamu sekarang?"

"Hei!"

"Ini saya Nata. Creatif Director Sintesa. Atasan kamu. Saya perintahkan kamu kembali dan bawa nasi goreng saya sekarang juga."

Rania mencebik melihat sambungan telepon yang diputus sepihak oleh Nata. "Dasar Bos resek. Kamu pikir kamu saja yang bisa buat aku kesal," ucap Rania tersenyum puas. "Mulai hari ini kamu bakalan tahu kalau aku masih Rania yang dulu." Dengan langkah lebar dihampirinya pelayan yang tadi menyambutnya, meminta untuk menambah satu bungkus lagi nasi goreng yang ditambahi udang yang dihaluskan. Sambil menunggu, disimpannya nomor ponsel Nata di daftar kontaknya yang hanya berisi nama Kalila.

Sementara Rania menunggu pesanannya dengan santai di Tip Top, Nata tampak uring-uringan sendiri di ruangannya.

"Sekretaris apa yang enggak menyimpan nomor ponsel atasannya?" tanyanya dengan geram. "Padahal dua hari yang lalu aku sudah menelepon ke nomornya. Kalau mau, dia kan bisa langsung menyimpan nomorku itu." Gerutu Nata. "Masih aja nggak berubah."

Dulu, kalau bukan Nata yang memasukkan sendiri nomor ponselnya ke kontak Rania, sampai burung hantu berubah jadwal tidur Rania pasti tidak akan melakukannya. Entah kenapa gadis itu paling malas memasukkan nomor ponsel orang lain ke ponselnya. Itulah sebabnya jumlah nomor yang ada di daftar kontaknya tidak lebih dari sepuluh.

Balas Dendam Mantan PacarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang