Saat Nata Kembali

2.6K 199 12
                                    

Dua Senin berlalu dan Nata belum juga muncul. Tiga hari pertama Rania tetap menyediakan kue dadar dan kopi. Memasuki hari keempat ia memutuskan tidak melakukannya lagi. Ia juga datang dan pulang kantor seperti umumnya karyawan lain.

Senangkah? Iya, awal-awalnya. Namun setelah seminggu berlalu, euforia itu perlahan berubah menjadi rasa cemas. Hatinya mulai bertanya-tanya kenapa Nata tidak juga muncul. Rasa cemas yang membuat ia nekat bertanya pada Monang. Yang sialnya, alih-alih menjawab, pria Batak berkulit sedikit gelap itu malah menatapnya dengan ekspresi seolah berkata, ah, masak kamu tidak tahu Nata pergi kemana. Kamukan sekretarisnya. Sekretaris sih iya. Tapi tetap saja kalau enggak dikasih tahu ya enggak bakalan tahu juga Nata kemana. Rania meninggalkan Monang tanpa memperoleh jawaban mengenai keberadaan bosnya.

"Lagian, Ra, ngapai coba kamu pusing mikirin Nata. Bukannya seharusnya kamu bersyukur. Enggak ada lagi bos songong menyebalkan yang membuat kamu ngomel-ngomel setiap pulang dari kantor." Begitu tanggapan Kalila setiap kali mengungkapkan rasa cemas yang ia rasakan.

"Ya, ngapain mikirin Nata," ucapnya meyakinkan hati. "Bos mah bebas. Mau sebulan enggak masuk juga enggak bakalan ada yang marah." Rania menghembus napas pelan lalu mengambil sendok di tempat yang diletakkan di tengah-tengah meja. Ia baru saja akan memasukkan sesendok lontong ke dalam mulut saat Ayu Nina mengempaskan bokongdi sampingnya.

"Lontong sayur satu, ya, Wak!" teriaknya yang dibalas dengan anggukan dan senyuman ramah perempuan bongsor pemilik warung. "Pak Nata belum masuk, Ra?" tanyanya sambil menoleh ke arah Rania.

Nah, ini nih yang membuat Rania enggak bisa melepas pikirannya dari Nata. Selalu saja ada yang bertanya perihal keberadaan laki-laki paling diminati perempuan seantero Sintesa itu.

"Belum," jawab Rania tanpa menoleh. Disesapnya teh panas yang masih mengeluarkan uap.

"Pantes akhir-akhir ini kamu kelihatan santai banget."

Ucapan Ayu Nina menghentikan kegiatan Rania memotong lontong menjadi bagian-bagian kecil. Diam-diam ia memikirkan ucapan perempuan yang ia kenal sejak awal menjadi pegawai magang. Santai, benarkah?

Kalau tidak harus datang lebih cepat dan pulang lebih lama. Atau tidak mesti menunggu ijin Nata untuk bisa meninggalkan ruangannya membuat ia kelihatan lebih santai, oke, Rania akan mengiyakannya sepenuh hati. Masalahnya, semenjak Nata enggak menunjukkan wajahnya di kantor, ia harus berurusan dengan Gwen. Dan cara perempuan itu memperlakukannya sebelas dua belas dari Nata. Beda-beda tipislah.

Gwen memang tidak membuatnya harus bangun pagi-pagi sekali karena harus datang lebih cepat dari karyawan lain atau memintanya pulang lebih lama, tapi gadis itu suka banget membuat Rania salah tingkah dengan membiarkannya berdiri di depan mejanya dan bersikap seolah-olah bukan ia yang memanggil Rania dengan nada dunia bakalan kiamat kalau tidak segera muncul di hadapannya. Dan jangan coba-coba meninggalkan ruangan sang bos kalau enggak disuruh. Masalahnya bisa panjang. Gwen dalam mood enggak baik itu mengerikan.

Rania tidak pernah bisa membandingkan apakah berdiri di depan Gwen sampai kakinya pegal hanya untuk dicuekin, lebih baik dari pada mengganti makan siang Nata sampai dua kali karena selera makannya tiba-tiba berubah. Keduanya sama-sama menyebalkan dan membuat ia ingin berteriak dan bilang, woy! Kalian kenapa sih enggak bisa bersikap normal kayak manusia lainnya? Aku ini sekretaris bukan manusia tanpa perasaan yang bisa sesuka-suka kalian perlakukan.

Rania benar-benar heran melihat perubahan sikap perempuan yang biasanya baik itu tiba-tiba ikut-ikutan seperti Nata. Atau, jangan-jangan Nata meminta Gwen menyiksanya selama ia pergi? Ya, pasti begitu. Pasti Nata menyuruh sahabatnya itu menyiksa Rania. Huh, dasar Kacang sialan. Ngotot banget sih membuat hidup Rania susah.

Balas Dendam Mantan PacarWhere stories live. Discover now