Poto Kenangan

2.3K 185 12
                                    

Nata baru kembali ke kantor tepat pukul dua siang. Dengan langkah perlahan dan tenang dia melewati lobi dan berhenti di depan lift. Sumi dan Ayu Nina yang sedang melihat entah apa lewat ponselnya langsung bubar begitu menyadari keberadaan Nata. Bisik-bisik diselingi tawa tertahan membuat Nata menoleh ke arah mereka.

Perasaan tidak nyaman mulai menggelayuti perasaan Nata. Diam-diam dia menyentuh reseletingnya . Hembusan napas lega terdengar saat menyadari tidak ada yang terbuka di bagian depan celananya. Nata yakin tidak ada yang salah dengan penampilannya. Semua melekat sempurna di tubuhnya. Dia tahu pasti itu. Lantas, kenapa Sumi, Ayu Nina, dan staf CS di lobi menatapnya dengan tatapan tidak percaya dan bercampur geli begitu? seolah-olah ada sesuatu yang lucu terpampang di jidatnya.

Seharusnya sejak dulu dia menyetujui saran Monang mengenai lift khusus untuk jajaran petinggi Sintesa. Jadi, dia tidak mesti merasakan perasaan cemas enggak jelas hanya karena melihat perempuan-perempuan yang biasanya menatapnya dengan tatapan memuja, namun tiba-tiba menatapnya dengan ekspresi antara enggak percaya dan geli.

Denting halus terdengar seiring pintu lift terbuka. Eliana dan beberapa anak marketing yang sedang bersiap-siap keluar langsung menatapnya dengan ekspresi yang sama dengan tatapan Ayu Nina. Melihat itu, perasaan Nata semakin tidak nyaman.

"Permisi, Pak," ucap Eliana sambil menunduk membuat Nata yang tepat berada di depan pintu bergeser sedikit ke samping memberi ruang lebih untuk Eliana dan yang lainnya bisa keluar. Nata melihat sekilas Eliana menatap ponselnya lalu menatapnya kemudian menutup mulutnya, menahan tawa yang terdengar samar seiring kepergian perempuan itu.

Sial! Kenapa semua orang bersikap aneh hari ini? Batin Nata penasaran. Nata memasuki lift lalu menekan angka menuju ruangannya. Namun saat menyadari Ayu Nina dan Sumi tidak ikut masuk dia membatalkan niatnya. "Kalian tidak jadi masuk?" tanyanya begitu pintu lift terbuka lagi.

Keduanya saling tatap. "Enggak, Pak. Bapak duluan saja," jawab mereka serempak masih dengan ekspresi yang sukses membuat kening Nata berkerut. Ck, gila. Ini benar-benar gila. Sekuat apapun Nata berusaha tidak peduli tetap saja rasa penasaran yang menang. Tidak bisa. Dia harus mencari tahu, virus apa sebenarnya yang sedang melanda anak-anak Sintesa sehingga mereka rajin banget senyum-senyum enggak jelas begitu.

"Secepatnya kamu cari tahu kenapa semua orang hari ini tertawa saat melihatku!" serunya begitu memasuki ruangan Monang sambil mendekati pria yang sedang tertawa sambil menatap ponselnya. Melihat itu Nata berjalan ke arah Monang dan ikut melihat apa yang membuat laki-laki itu bersikap sama dengan anak-anak Sintesa yang lain.

Melihat apa yang terpampang di layar ponsel Monang, Nata langsung syok. Tubuhnya membeku. Gila! Pantas saja semua orang bersikap aneh hari ini. Siapapun pasti bakalan melakukan hal yang sama melihat poto-poto yang sekarang pasti menjadi trending topik penghuni Sintesa.

Poto-poto itu terangkum dalam satu frame. Tersusun mulai dari saat dia menjadi mahasiswa bertubuh bongsor dengan wajah mengilap dihiasi jerawat batu yang meradang. Kemudian poto dengan rambut setengah gondrongnya diikat di bagian depan dan lipstik menghiasi bibirnya yang dimonyong-monyongkan. Berikutnya, poto dengan penampilannya sudah sedikit lebih rapi dengan rambut pendek tapi tubuhnya tetap besar masih dengan wajah mengilap. Poto yang diambil satu hari menjelang hari kelulusannya. Terakhir potonya saat sekarang dengan penampilan yang tentu saja jauh berbeda dengan poto-poto sebelumnya.

Tidak perlu mencari tahu siapa yang menyebar poto-poto masa lalu yang paling ingin disembunyikannya itu. Rania. Siapa lagi. Hanya gadis itu yang tahu seperti apa penampilannya dulu. Bahkan rambut dikuncir dengan lipstik sialan itu adalah hasil ulahnya saat mereka menonton pertandingan sepak bola dan jagoan Rania berhasil memasukkan gol ke gawang tim Nata.

Balas Dendam Mantan PacarWhere stories live. Discover now