Ingatan yang kembali

3.5K 239 2
                                    

"Nggak mungkin itu Nata yang kita kenal kan, Ra?" tanya Kalila, sama tak percayanya dengan Rania. "Tapi kalau semakin diperhatikan, ini memang Nata deh, Ra. Senyum dan cara bicaranya persis banget. Namanya juga. Kalau nama yang sama sih, biasa ya. Tapi kan nggak mungkin mirip banget." Kalila kembali mengungkapkan analisisnya.

Sadar Rania tak menanggapi ucapannya, Kalila berpaling dan langsung tertegun melihat kedua tangan sahabatnya terkepal seolah menahan amarah. "Ra, kamu ...."

"Itu beneran Nata, Ka. Nggak salah lagi, itu memang Nata," ujar Rania dengan gigi rapat dan wajah memerah. Tatapannya tajam seolah ingin menembus sosok di layar TV dan menerkamnya kemudian mencabik-cabiknya sampai puas.

Kening Kalila berkerut, terkejut melihat ekspresi gadis di depannnya. Ia tak pernah menyangka Rania masih semarah itu melihat Nata. Ya, ia tahu bagaimana kisah keduanya, namun melihat Rania seperti di luar kendali begini, itu benar-benar di luar dugaannya.

"Ra..., kamu kenapa, sih?" tanya Kalila sambil menatap wajah memerah gadis langsing di sampingnya.

"Kamu bener-bener mau tahu aku kenapa?" tanya Rania tanpa mengalihkan tatapannya dari sosok di balik layar itu. Dadanya turun naik dengan cepat. "Aku marah, Ka!" Rania melanjutkan ucapannya sambil berpaling ke arah Kalila. "Seharusnya laki-laki sialan itu mencariku, bukannya muncul di TV kayak begini," ujarnya sambil menatap layar kaca dengan sengit.

"Tapi, ngapain juga Nata mesti nyariin kamu?" Kalila menatap Rania dengan kening berkerut.

"Yah, sekadar berterima kasih atau apa gitu. Bukannya petantang-petenteng di TV dengan gaya sok kecakepan begitu. Kamu tahu sendiri, kan, pengorbanan seperti apa yang sudah kulakukan untuk mendukungnya dulu." Rania mencibir menyaksikan Nata yang sedang tertawa. Entah apa yang ditanyakan pembawa acara sehingga laki-laki itu tertawa lebar seperti itu.

Ya, Allah. Nih anak bener-bener deh!

"Ra...!"

Rania tidak menghiraukan Kalila, ia terus saja berbicara sambil mengata-ngatai Nata yang bagai kacang lupa pada kulitnya.

"Coba kamu lihat penampilan Nata sekarang," lanjutnya, tidak peduli melihat tampang kesal di sampingnya. "Semua yang ia pakai menunjukkan betapa sukses dan senangnya ia sekarang. Sementara aku!" ia menunjuk dada, "sementara aku... sampai sekarang aku masih harus menanggung akibat kebersamaan kami dulu. Hidupku han...."

Rania terdiam ketika kacang atom tiba-tiba menyumpal mulutnya. Nyaris saja ia tersedak. Ditatapnya si biang kerok yang balas menatapnya dengan kesal.

"Diem Ra! Diem! Dengerin! Kalau kamu ngungkit-ngungkit terus apa yang sudah kamu perbuat untuk Nata, kamu sendiri yang bakalan sakit. Hidup kamu bakalan sia-sia. Lihat itu si Nata. Hidupnya berubah, Ra. Nah, kamu. Jadi apa kamu sekarang, hah! Lagian yang mutusin Nata itu kamu, bukan dia," ujar Kalila sambil melotot. "Berhubung kamu yang mutusin, yah, nggak wajar juga kalau kamu kayak sekarang, marah terus ngata-ngatain Nata dengan seenaknya."

Rania terdiam. Lagian yang mutusin Nata itu kamu, bukan dia. Kata-kata itu bagai virus yang melumpuhkan seluruh pertahanannya. Perlahan ia bangkit lalu berbaring di sofa cokelat bantet yang sudah saatnya diganti. Pelan dikunyahnya kacang atom yang tadi disumpalkan Kalila ke mulutnya sambil manatap TV dengan tatapan hampa. Potongan-potongan kisahnya bersama Nata kembali melintas. Setelah lima tahun, untuk pertama kali ia membiarkan ingatan tentang kejadian yang telah mengubah seluruh hidupnya kembali berkelebat memenuhi memorinya. 




Balas Dendam Mantan PacarWhere stories live. Discover now