-16-

1.9K 294 25
                                    

Urusan langit dan bumi itu berbeda, kamu tidak akan bisa mengingat semua yang terjadi sekarang setelah kembali sebagai Park Jongin.

—SJ to PJ

...

"Kau menyesalinya?" Jongin menoleh, menatap sosok dengan penampilan sangat rapi yang berdiri di sampingnya. Gelengan pelan dia berikan. Menyesal? Untuk apa dia harus menyesal?

"Bukankah ini yang terbaik?" Kepalanya kembali menatap lurus ke depan. Orang-orang berlalu lalang, memasuki rumah duka untuk memberikan penghormatan terakhir. Jongin tersenyum manis melihat Wonshik dan Moonkyu menangisi kepergiannya. "Aku punya teman karenanya."

"Mereka berteman dengan Jongin yang lain, bukan dirimu."

"Tapi, yang mereka anggap teman adalah aku, Song Jongin. Namaku yang mereka tangisi," belanya.

"Yah, terserahmu."

Jongin terus memperhatikan orang-orang yang silih berganti berdatangan hadir untuk mengucapkan salam terakhir. Banyak dari mereka yang tidak Jongin kenali, mungkin itu rekan kerja Donghae dan Yoona. Ah, papa dan mamanya bahkan terlihat biasa saja, Jongin merasa cukup sakit untuk fakta tersebut.

"Mereka pasti menyayangimu juga," bisik sosok di sampingnya itu, mencoba membesarkan hati Jongin. "Kau menggadaikan semua kebaikan untuk membahagiakan hyungmu di saat-saat terakhir. Apa kau gugup sekarang?"

"Tidak. Kenapa juga aku harus gugup? Aku melihat kakakku bahagia, bukankah itu sudah cukup?"

"Kenapa itu sudah cukup untukmu?"

Jongin tersenyum miris. Sehun tetap berangkat ke sekolah untuk ujiannya, Jongin tidak akan marah untuk itu, dia malah merasa lega. Jongin akan benci pada Sehun jika sampai berani membolos di hari terakhir ujiannya. Sehun itu ... cahaya untuk Jongin. Jika Sehun meredup, maka dapat dipastikan posisi Jongin ikut terancam. Mama dan Papa sering memarahi Jongin jika nilai akademik Sehun turun, berpikir jika putra bungsu mereka penyebabnya. Sehun menghabiskan terlalu banyak waktu untuk mengurusi Jongin dan mengabaikan diri sendiri. Terkadang, perlakuan Sehun membuat Jongin muak sendiri, tapi, dia juga tidak akan menyangkal jika Sehun adalah satu-satunya orang yang dapat ia percayai.

"Dia menghabiskan sepuluh tahun terakhir untuk merawatku tanpa bantuan pengasuh. Coba bayangkan, anak berusia tujuh tahun mendadak harus memahami kesibukan orang tuanya, mengurus adik yang masih rewel, suka mengganggu ... dulu Minho Hyung juga membantu, paling tidak selama lima tahun, lalu ... lima tahun kemudian, hanya ada aku dan Sehun Hyung. Sehun Hyung yang benar-benar ada untukku. Apa yang kulakukan tidak akan pernah bisa sepadan dengan perjuangannya untukku."

"Lalu, kenapa kau mengakhiri hidupmu saat itu?"

Jongin menatap sosok di sampingnya, tersenyum miris mengingat masa lalu. "Entahlah ... apa aku terlalu bodoh saat itu? Pikiranku menjadi sangat naif, berpikir jika Sehun Hyung mungkin akan lebih bahagia jika aku pergi. Sehun Hyung tidak perlu repot-repot mengurusi anak gagal sepertiku. Aku memang sangat naif saat itu, terlebih saat aku ternyata selamat dari kematian dan melihat Sehun Hyung lebih menderita dari apa yang dapat kuduga." Bibirnya bercerita tanpa beban, seolah percakapan keduanya bukanlah sesuatu yang terasa tidak menyenangkan. Toh, Jongin pikir, sosok di sampingnya hanya melakukan sebuah formalitas. Dia jelas tahu apa saja yang Jongin alami.

"Apa kau ingin bertemu dengan Tuhan?"

"Siapa yang tidak ingin bertemu dengan Tuhan?" Jongin mendesis pelan. "Aku ingin bertemu dengan Tuhan jika diperbolehkan. Kalau ada kesempatan bertemu dengannya, aku akan berdoa dengan keras untuk kebahagiaan Sehun Hyung. Sehun Hyung lebih dari pantas untuk bahagia."

"Kau tidak berdoa untuk kebahagiaanmu sendiri?"

Jongin menatap pintu masuk. Sehun datang, masih mengenakan seragam sekolahnya. Terlihat sangat menawan, menampilkan senyuman untuk menyapa tamu-tamu yang tidak asing di penglihatan. Langkah Sehun semakin mengikis jaraknya dengan Jongin, lalu ... keduanya bersisihan untuk waktu yang cukup cepat. Jongin menggeleng pelan, berharap Sehun akan cukup kuat jika mereka saling berhadapan. "Aku akan bahagia jika Sehun Hyung bahagia," balas Jongin. Matanya memerah, melihat bagaimana Sehun mengusap sisi wajahnya, memberikan tatapan teduh seperti biasa. "Aku hanya ingin hyungku bahagia, tidak yang lain. Dia sudah terlalu lama menderita," lirihnya, sangat memilukan jika saja orang-orang bisa mendengar apa yang Jongin katakan.

"Tuhan ... buat Sehun Hyung bahagia. Buat kakakku kembali tersenyum. Biarkan dia bahagia juga." Jongin menggumamkan setiap doanya selama ini. "Aku sangat menyayanginya."

Tepat ketika kalimat Jongin berakhir, tubuh astralnya dilewati oleh Park Jongin. Park Jongin ikut datang untuk memberikan salam perpisahan ... tidak, Jongin tidak yakin untuk itu. Park Jongin memberikan senyuman manis, menepuk pundak Sehun dan mengatakan beberapa kalimat menguatkan, lalu ... dia memeluk erat tubuh Sehun. Song Jongin menangis keras, dia ingin memeluk Sehun untuk terakhir kalinya, memberikan salam perpisahan. Dia menginginkan posisi Park Jongin saat ini.

"Hanya kali ini saja," ucap sosok di sampingnya itu.

"Terima kasih, terima kasih. Aku sangat berterima kasih padamu, Jimin." Jongin terisak keras. Tubuhnya seperti mendapat dorongan kuat, lalu ... dia berada di tubuh Jongin yang sedang memeluk Sehun.

...

"Terima kasih sudah datang, Jongin." Sehun berucap lirih.

"Terima kasih untuk segalanya," ucap Jongin. "Terima kasih, Hyung." Walau itu hanya sesaat, dia lega bisa mengucapkan terima kasih pada Sehun. "Aku sangat menyayangimu. Aku berterima kasih untuk semua kegigihanmu dalam merawatku. Terima kasih banyak."

Pelukan keduanya terlepas. Sehun menatap tidak percaya pada Jongin, meneliti setiap sisi wajah temannya itu. Matanya menatap manik hitam milik Jongin, tatapan yang sama persis dengan milik adiknya ia dapatkan. Sehun terisak pelan, terlebih saat ia melihat senyuman Jongin. "Hyung ... aku pergi." Satu pelukan terakhir, Sehun bisa merasakan segala emosi di sana sebelum akhirnya Song Jongin keluar dari tubuh Park Jongin. Sehun masih memeluk erat tubuh Jongin.

"Jangan menangis, Sehun ... perpisahan ada bukan untuk disesali. Adikmu sudah bahagia sekarang. Jangan menangis." Jongin bahkan terkejut dengan kalimatnya, tidak pernah berpikir akan berkata sebaik itu untuk Sehun. Sehun meraung, tidak peduli pada orang-orang yang mungkin akan memberikan tatapan anehnya. Sehun merasa sangat jatuh sekarang. "Hentikan Sehun, kau menyakiti adikmu ...," lirih Jongin.

Menangis di depan mayat adiknya, mungkin itu bukan sesuatu yang baru, tapi Jongin tidak pernah suka. Mereka bilang, ruh dari mayat masih akan terus tinggal sampai tujuh hari setelah prosesi pemakaman, menemani orang-orang terkasihnya sebelum benar-benar berangkat ke atas.

Jongin hanya tidak suka melihat para ruh menyesali kepergiaan mereka. Itu akan membuat mereka sulit berangkat ke langit. Yah, walau ada orang-orang yang mengatakan itu hanyalah dongeng semata, tapi ... Jongin mempercayainya. Dia percaya jika ruh Song Jongin masih di sekitar mereka saat ini, mengikuti prosesi pemakaman dan memperhatikan orang-orang yang datang.

"Hei, jangan menangis. Semuanya akan baik-baik saja," bisik Jongin, memeluk tubuh Sehun sekali lagi, memberikan kekuatan yang dia punya.

...

TBC

ѕωєєт єηєму •√Where stories live. Discover now