-8-

1.8K 279 7
                                    

Terserah, ini terlalu melelahkan.

SJ to PJ

...

Setelah acara pertemuan bisnis yang super menyebalkan itu, Jongin akhirnya bisa bernapas lega ketika Sehun memutuskan mereka akan pulang. Jongin hanya akan percaya pada Sehun di sini, selain karena dia yang merawat Jongin sepenuh hati, Sehun juga seakan tidak memiliki celah yang akan menyakiti Jongin. Dia terlalu tulus untuk bisa mengambil keuntungan dari anak malang seperti Jongin. Hei, Jongin tidak sedang mengasihani diri sendiri, dia hanya mengungkapkan fakta. Kali ini, dia akan mengakui kelemahan fisiknya. Yah, Park Jongin memang lemah di tubuh Song Jongin.

Jongin menikmati burger yang Sehun berikan sebagai sogokan—permintaan maaf—karena telah diajak ke tempat menyebalkan dengan wajah ceria, mereka sempat mampir ke kafe terdekat tadi. Sehun terkekeh pelan, membersihkan saus di sudut kanan bibir Jongin dengan ibu jarinya. Jongin sempat menoleh sebentar, lalu seperti biasa, dia seolah lupa akan keberadaan Sehun dan fokusnya diambil alih oleh makanan di tangan. Dia hanya mencoba acuh, tidak ingin terlena atau berpikir jauh dengan menganggap Sehun menyukai Song Jongin, misalnya.

"Minho Hyung akan membunuhku kalau tahu adik kesayangannya makan junkfood terus-menerus," celetuk Sehun.

Minho Hyung, anak tertua keluarga Song. Dia cukup tampan, walau Jongin tetap akan mendeklarasikan dirinya sebagai yang paling tampan di antara Song bersaudara. Jongin pikir, Minho Hyung tidak peduli pada si Bungsu, tapi dia salah. Sehun mungkin sempat kesal karena si Sulung yang semakin gila kerja seperti orangtua mereka, tidak memiliki waktu sedikit pun untuk melihat perkembangan sang adik. Tapi, Sehun juga tidak bisa membenci Minho Hyung.

Bagaimana mengatakannya, ya? Minho Hyung itu baik, sangat peduli pada apa yang terjadi dengan Jongin. Bahkan, Minho Hyung berniat mengambil alih hak asuh Sehun dan Jongin kalau diperlukan, walau Sehun pikir itu terlalu berlebihan. Mereka tumbuh tanpa merasakan kasih sayang kedua orangtua, padahal keduanya masih ada dan jelas dimana. Jongin pikir, kisah mereka tidak jauh berbeda dengannya, hanya saja Jongin anak tunggal, sehingga dia memutuskan semuanya sendiri, atas keinginannya sendiri. Jongin tidak memiliki tempat keluh kesah, sedangkan Song bersaudara saling bergantung satu sama lain. Ada persamaan dan perbedaan di antara mereka.

"Hyung, tidul cama?" Jongin menatap Sehun, berharap. Akhir-akhir ini dia sering mendapatkan mimpi buruk. Meskipun Sehun memang hampir tidak pernah absen menemaninya tidur, Jongin tetap ingin memastikan saja.

"Iya." Paling tidak, jawaban Sehun sanggup membuatnya merasa tenang.

Mereka tidak langsung pulang, mampir ke taman bermain sebentar, lalu jalan-jalan mengitari taman kota. Sehun membeli beberapa bunga untuk ditanam nantinya. Dia juga membawa Jongin untuk makan malam, padahal mereka sudah banyak makan saat di acara tadi. Sehun punya keahlian menaikkan berat badan anak asuhnya, pikir Jongin.

...

Entah sebuah keajaiban atau apa, malam harinya hujan turun. Satu dari sedikitnya hal yang Park Jongin benci adalah hujan. Jongin takut pada hujan, dan beruntung kali ini dia memiliki Sehun di sampingnya. Jongin memeluk erat tubuh Sehun, dia bahkan menghilangkan akalnya dengan menenggelamkan diri di pelukan pria berkulit putih itu.

Sehun sendiri memilih untuk diam, menepuk-nepuk punggung Jongin pelan. Dia belum pernah melihat Jongin ketakutan karena hujan sampai seperti ini. Dulu, Song Jongin bahkan pernah bilang, hujan di malam hari itu seperti lagu ninabobo, menenangkan dan dia menyukainya. Rintihan Jongin malam ini, membuat Sehun sempat berpikir. Apa setelah sekian lama menyukai hujan, adiknya berubah secepat itu? Ini cukup aneh, pikirnya. Akhir-akhir ini, semua yang ada di diri Jongin membuat Sehun bertanya-tanya dalam hati, apa manusia bisa berubah secepat itu? Membenci sesuatu yang disukainya.

"Eung, Hyung." Lenguhan Jongin membawa Sehun kembali pada kenyataan. Adiknya terlihat begitu menggemaskan saat tidur. Sehun menghela napas pelan, berharap semua yang ada dipikirannya tidaklah benar. Jongin tetaplah Jongin, adik kesayangannya.

"Tidak apa, ada Hyung di sini. Jangan khawatir," bisik Sehun.

"Hyung," lirih Jongin, mengeratkan pelukannya pada tubuh Sehun. Sehun mendesis pelan, melihat Jongin yang gelisah seperti ini, dia berpikir adiknya sedang bermimpi buruk.

"Tidak apa, tidak apa, ada Hyung di sini." Sepanjang malam, Sehun menepuk-nepuk punggung Jongin, memberikan ketenangan pada adiknya. Jongin yang biasanya selalu ketakutan saat ada hujan di malam hari, kini menemukan ketenangan luar biasa.

...

"Kakakku luar biasa, 'kan?" Jongin mendengkus pelan, menatap lawan bicaranya dengan malas.

"Aku merasa sedang menjalin kasih dengan sesama lelaki sekarang, menggelikan."

"Oh—ho, kau menyukainya, 'kan?"

"Aku lebih menyukai Lisa. Jangan melantur!" ketusnya, menatap tidak suka pada Song Jongin. "Jangan masuk ke mimpiku sesukamu! Tidak sopan!"

Song Jongin tidak membalas, terduduk di undakan tangga. Dia menatap langit yang begitu terang. "Aku ingin merasakan pelukan Hyung. Hanya ini cara yang terpikirkan, maaf."

"Setelah memasukkan rohku ke tubuhmu dan sekarang kau membuatku merasa bersalah. Dasar!" dengkus Jongin.

"Terima kasih, Hyung. Kau sangat baik," ucap Song Jongin dengan tulus.

"Jangan banyak berterima kasih, nanti aku susah membenci kalian!" ketus Jongin. Jongin menatap ke arah lain, tidak mau bertemu pandang dengan adik Sehun.

Mereka bertukar tempat. Park Jongin memasuki tubuh Song Jongin. Selama di tubuh Song Jongin, Park Jongin mendapatkan kasih sayang yang dulu sangat sulit diraih. Meski bukan dari orangtuanya, tapi jujur saja, Jongin menikmati semua perlakuan manis Sehun selama ini.

Jadi, adakah alasan untuknya merasa kesal?

...

TBC

ѕωєєт єηєму •√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang