-6-

2K 288 10
                                    

Mari membuat kenangan indah.

Park Jongin

...

Sehun bergegas menghampiri kelas Jongin setelah bel tanda pembelajaran selesai dibunyikan. Seolah tidak peduli dengan mata-mata yang memandang penuh pertanyaan, kaki Sehun terus melangkah cepat. Dia tidak ingin adiknya menunggu.

Napas Sehun sedikit tersengal ketika pintu kelas Jongin terlihat. Dia berusaha mengatur napas, berjalan lebih santai. Tangannya ia masukkan ke saku, berusaha tak acuh pada keringat yang membasahi kening. Kelas Sehun berada di lantai tiga, sedangkan Jongin berada di lantai satu. Sebuah keberuntungan karena kelas Sehun berada di ujung, sehingga dia harus berjalan cukup jauh untuk mencapai tangga. Yah, keberuntungan, karena Sehun bisa berolahraga selama menghampiri Jongin.

"Kakakmu sudah datang." Sehun menangkap suara yang asing untuknya ketika melangkah masuk. Jongin bersama dua orang lelaki, mungkin temannya. Adiknya terlihat sangat ceria, menampilkan senyuman paling manis yang pernah Sehun lihat.

"Hyung!" Jongin bahkan sedikit memekik ketika menyapanya.

"Ah, halo." Sehun berusaha bersikap biasa saja. Melanjutkan langkahnya dengan percaya diri untuk mendekati mereka. "Siapa ini? Teman baru Jongin, hm?"

"Halo, Hyung. Namaku Moonkyu."

"Ah, halo Moonkyu. Apa Jongin merepotkanmu?" canda Sehun. Dia mengusap puncak rambut adiknya penuh sayang.

"Hyung!" Jongin merengek kesal, melakukan aksi protes. Dia tidak merepotkan siapa pun, Sehun harus tahu itu.

"Tidak, tidak. Jongin tidak merepotkan kami, benar 'kan, Wonshik?" Moonkyu menyenggol bahu lelaki di sampingnya.

"Tentu saja. Jongin tidak merepotkan," balas Wonshik. Jongin tersenyum puas mendengar jawaban kedua teman barunya, begitu juga dengan Sehun. Sehun kembali mengusak gemas rambut adiknya.

"Baiklah, semoga kalian bisa menjadi teman baik untuk Jongin. Terima kasih sudah menemani adikku, kami harus pulang sekarang." Sehun berucap sopan, dia bahkan sedikit membungkukkan tubuhnya.

"Ah, ye. Tidak masalah, Hyung," balas Wonshik. "Kami juga senang berteman dengan Jongin," imbuhnya. Jelas sekali jika mereka bersikap tulus.

"Dda, daa!" Jongin berucap ringan, melambaikan tangannya ketika kursi roda mulai didorong oleh Sehun. Hari ini sangat menyenangkan. Dia memiliki dua teman baru yang pengertian dan guru-guru tadi juga memujinya pintar. Jongin belum pernah merasa sesenang ini hanya karena pujian dari guru. Atau, mungkin karena dia terlalu memikirkan masalah tidak penting dulunya, sampai hal-hal kecil tapi manis seperti pujian saja tidak ditanggapi. Yah, Jongin rasa dia yang dulu adalah pribadi sombong, juga sedikit arogan.

"Jongin senang ke sekolah?" tanya Sehun, mencoba menarik perhatian adiknya.

"Ye!"

"Punya teman baru, hm?"

"Hehe, yeee!"

Sehun menjilat bibir bawahnya dengan cepat, masih fokus pada jalan di depan. Dia tidak ingin salah mengambil langkah yang dapat membahayakan Jongin nantinya. "Kalau sekarang kita pergi ke rumah sakit, Jongin mau, tidak?" tanya Sehun hati-hati, dia tidak akan memaksa jika Jongin merasa lelah atau pun enggan.

Jongin mendongak, menatap Sehun dengan senyuman lebar. Tangannya terangkat, membentuk huruf o dengan ibu jari dan telunjuknya. "Eung, ke!" ucapnya ringan, mengundang hela napas lega dari Sehun.

"Oke! Pulang dari rumah sakit nanti, Hyung akan belikan es krim," janji Sehun membuat Jongin tertawa keras. Sehun sangat lucu, pikirnya.

...

Jongin tidak ingat, dia pernah menjadi manusia sabar selama ini. Hidupnya penuh dengan ketergesa-gesaan, ketidaksabaran, dan semua hal yang berkaitan dengannya. Jongin tidak suka belajar dengan orang yang lambat. Dia tidak suka penjelasan berulang-ulang. Jongin menikmati bagaimana guru galak mengajar kelas, dia adalah tipe manusia praktis, tidak suka sesuatu yang membutuhkan banyak waktu.

Jadi, Jongin menjadi terkejut dengan dirinya sendiri setelah menjalani terapi berkali-kali. Dia tidak bisa tergesa. Berkebalikan dari hidupnya yang dulu, ketergesaan hanya akan menambah kerusakan pada jaringan sarafnya. Jongin seperti kaca retak yang harus diperlakukan dengan hati-hati, sedikit kekasaran dan semua terapinya mungkin akan berakhir dengan sia-sia.

"Akh!" Dia mengerang pelan saat kaki kakunya terasa sakit. Itu sangat sakit, seperti semua sarafnya yang rapuh dipatahkan secara bersamaan.

Sehun bergerak mendekati tubuh Jongin. "Ada apa?" tanyanya cepat.

"Akh, dda!" balas Jongin, berusaha terlihat kuat. Kalau tidak ingat dengan Song Jongin yang merelakan sisa hidupnya, mungkin Jongin akan kurang ajar dan memanfaatkan Sehun sesukanya. Jongin tersenyum tipis, mengikuti interuksi perawat dengan baik. Terapi kali ini membawa kemajuan lain, Jongin bisa berdiri sendiri sekarang, walau hanya sesaat. Itu termasuk kemajuan pesat yang harus disyukuri.

Lalu, kelas untuk belajar bicara menjadi sedikit lebih menyenangkan. Jongin mengusai beberapa kata lain, walau masih belepotan. Dia benar-benar menunjukkan kemajuan pesat hanya dalam beberapa hari. Sehun yang melihat kebahagiaan terpancar di wajah adiknya tidak bisa menahan diri untuk ikut tersenyum, tujuannya tercapai dengan baik.

"Hyung, li klim!" ucap Jongin saat mereka akan pergi keluar. Sehun sudah berjanji dan Jongin tidak akan mau melewatkan janji itu dengan mudah. Sehun harus menepatinya.

"Oke, kita akan pergi ke tempat yang bagus setelah ini."

"Pat, gus?" Jongin mendongak, menuntut jawaban. "Cape?" tanyanya.

"Kafe?" ulang Sehun, yang segera saja dibalas anggukan oleh Jongin. "Tidak, bukan kafe kemarin. Kita akan pergi ke tempat yang bagus, sekalian untuk makan malam. Bagaimana?" tawar Sehun.

"Teeee!" Jongin memekik senang. Dia akan percaya pada Sehun. Jika Sehun mengatakan itu tempat yang bagus, maka sudah seperti itu seharusnya. Jongin sibuk membayangkan bagaimana es krimnya akan terasa nikmat di lidah nanti. Jujur saja, dibanding makan malam, Jongin hanya peduli pada es krimnya saja. Uh, sejak kapan dia menjadi maniak es krim seperti ini? Sepertinya, memori Song Jongin memengaruhinya juga. Entahlah, Jongin hanya menduganya saja.

...

Di antara segala kenangan terindah, selalu ada sedikit keterpurukan.

Jangan takut, aku berdiri di sampingmu.

Jangan takut, aku akan selalu menjagamu.

Jangan takut, kumohon, percayakan semuanya padaku.

Jika waktu dapat diulang, aku tidak akan memilih untuk mengulangnya. Meski ada banyak kemungkinan baik yang bisa terjadi,

Aku memilih untuk mengingat semua peristiwa mengerikan itu sebagai kenangan.

Tidak apa ada sedikit kenangan menyedihkan, karena itu yang membuat kita menjadi sekuat sekarang.

Apa kauingat pada janjiku? Kuharap iya, karena aku akan membuat semuanya menjadi nyata.

Kebahagianmu, kebahagiaanku.

...

TBC.

ѕωєєт єηєму •√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang