-12-

1.6K 262 23
                                    

Yuri sama sekali tidak mau pergi dari sisi Jongin setelah anaknya itu sadarkan diri. Dia akan siap sedia jika Jongin membutuhkan sesuatu, sebisa mungkin, Yuri ingin memberikan semua yang dibisanya untuk sang putra. 

Jongin sendiri merasa cukup aneh dengan sikap ibunya. Dari dulu, Yuri bukanlah orang yang mau repot dengan keberadaan Jongin. Yuri bahkan menyewa pengasuh saat Jongin masih kecil dulu. Yuri sibuk dengan dunianya sendiri, bekerja dan bekerja. Ingatan Jongin tentang kedua orang tuanya memang tidak sebaik itu. Kenangan tentang mereka hampir tidak ada. Yah, jangan salahkan jika Jongin memiliki pemikiran buruk tentang kedua orang tuanya.

"Ada apa, Sayang? Apa makanannya tidak enak?" tanya Yuri pelan, mengusap pipi Jongin. Hangat. Jongin merasakan banyak cinta di sana. Dia rindu akan kehangatan yang bahkan tidak dapat diingatnya itu.

"Bu," ucap Jongin pelan. Dia menggeleng, tidak ingin berbicara. "Ayah mana?"

"Ada rapat dengan para pemegang saham. Ayah sedikit sibuk sekarang. Apa Ibu harus menelpon Ayah?" tanya Yuri khawatir. Mereka telah sepakat, Jongin yang paling penting saat ini. Sesibuk apa pun keduanya, Jongin tetap akan menjadi yang paling utama.

Yuri dan Siwon sudah kehilangan banyak momen untuk melihat tumbuh kembang Jongin. Mereka akan menebusnya sekarang, walau terkesan terlambat. Tidak apa. Paling tidak, masih ada kesempatan baik dari Tuhan.

"Sayang," panggil Yuri lembut.

"Tidak. Jongin hanya bertanya tadi." Jongin bergumam pelan. Keadaannya semakin membaik setelah seminggu yang lalu siuman. Tidak ada kerusakan pada organ dalam, sebuah keajaiban lain yang harus sangat disyukuri. Jongin mengalami patah tulang pada kakinya, dokter bilang itu bisa sembuh setelah ia mengikuti terapi. Bukan masalah, selama masih ada kesempatan untuk sembuh. Semuanya baik-baik saja.

"Jongin mau makan lagi? Jongin baru makan sedikit tadi," bujuk Yuri. Jongin mengangguk lemah, mengiyakan. Yuri tersenyum lega, dia tidak pernah tahu, mengurus bayinya bisa membahagiakan seperti ini. Lagi, Yuri menyesali keegoisannya dulu. Andai saja dia bisa menurunkan sedikit ego dan merawat Jongin sendiri. Pasti ceritanya akan sangat berbeda. Putranya sudah sangat besar sekarang.

...

"Tidak ada perkembangan sama sekali. Kondisi Jongin malah bisa dikatakan menurun." Sehun menghela napas pelan, mengingat percakapan dengan Dokter Park, dokter yang biasa menangani Jongin, adiknya. "Ini sedikit mengejutkan. Keadaan Jongin mendadak menurun, semuanya. Padahal, aku masih ingat dengan baik. Jongin tersenyum lebar saat bisa melangkah lagi." Sehun tidak membalas. Dokter Park terlihat sama terpukulnya.

Dokter Park, dokter pribadi keluarga Song. Bukan hanya sebagai dokter, dia sudah seperti keluarga, membuat mereka tidak lagi saling bersikap formal. Yah, paling tidak, itu yang diminta Jongin sampai ketiganya terbiasa seperti itu. Dulu, Jongin memang sering masuk rumah sakit. Bukan karena penyakit yang mendera raga, tapi jiwanya. Jongin sering mencoba bunuh diri, membuatnya sering berakhir di ranjang pesakitan. Hanya saja, kasus terakhirnya yang paling parah, membuat Jongin kehilangan kemampuan berbicara dan yah, dia mengalami patah tulang parah yang mungkin menyulitkannya kembali ke panggung.

"Sehun, apa yang terjadi?"

Sehun menggeleng lemah. Dia tidak tahu apa-apa. Bahkan, ini masih sangat rumit untuknya. Sehun sangat ingat, dia berbicara dengan Jongin. Memeluk tubuh adiknya dengan erat selama tidur. Kenapa semuanya mendadak menyeramkan di pagi hari? Sehun bahkan berpikir jika keadaannya sekarang hanyalah mimpi. Dia masih tidak bisa mempercayainya. "Aku tidak tahu, Dokter," jawabnya lemah.

"Hah, banyak-banyaklah berdoa. Semoga saja Tuhan memberikan keajaibannya untuk kita, sekali lagi." Dokter Park menepuk pelan punggung Sehun, meninggalkan lelaki itu sendirian, di ruang rawat Jongin.

Sehun sama sekali tidak mengerti. Apa yang salah? Apa yang terjadi? Kenapa semua terasa aneh seperti ini? Apa ... Jongin sudah sangat lelah sampai tidak mau melihat pengorbanannya? Tidak. Sehun tidak berharap pengorbanannya dilihat oleh Jongin. Dia hanya ingin adiknya bahagia, itu sudah lebih dari cukup. "Apa bahagiamu dengan berada di dunia mimpi itu? Jawab aku, Song Jongin," lirihnya. Menunduk dalam, sekali lagi mengharapkan keajaiban.

"Ajak aku bersamamu. Jika kamu mau pergi, ajak Hyungmu ini, Sayang." Suaranya terdengar sangat bergetar. "Asal kamu tahu, aku juga lelah melihat drama menjijikkan mereka. Aku sangat lelah, Jongin."

...

Bukankah itu sudah jelas?
Apa aku masih memiliki kebahagiaan jika kamu pergi?

Satu-satunya harapanku adalah dirimu, melihat senyummu.

Jika kamu memilih pergi, jangan menjadi egois. Ajak aku,

Aku tidak mau ditinggalkan. Aku ingin pergi bersamamu.

Untuk terakhir kalinya,

Kumohon, ajak aku untuk ikut serta melihat kebahagiaanmu itu,

Bisakah kita berbahagia bersama?

Aku juga lelah. Aku ingin istirahat barang sejenak.

Ini sangat memuakkan, jujur saja.

...

TBC

ѕωєєт єηєму •√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang