-13-

1.9K 305 25
                                    

Itu sekitar tiga minggu kemudian sejak Jongin mulai masuk sekolah lagi. Katakan selamat pada Jongin, dia masuk tepat seminggu sebelum ujian dilaksanakan. Tanpa persiapan dan soal-soal yang mungkin akan membuat kepala pecah sudah berada di depan mata.

"Tidak perlu nilai yang sempurna. Ayah juga tidak akan mempermasalahkan jika Jongin harus mengulang kelas tahun depan." Siwon berucap dengan begitu mudahnya. Uh, apa Siwon tidak paham posisi Jongin? Jongin jelas tidak akan pernah sudi mengulang kelasnya.

"Ibu juga tidak masalah. Yang penting, Jongin tidak merasa terbebani." Ah, Yuri ternyata sama saja.

Apa hanya Jongin yang normal di sini? Jongin tidak mau mengulang kelasnya lagi, dan ini adalah tahun terakhir. Dia akan gagal masuk Universital Nasional Seoul, tempat impiannya selama ini. Terlebih, Jongin siswa yang berprestasi selama ini. Apa itu bukan aib?

"Tidak perlu membebani dirimu seperti itu, Sayang. Jongin masih bisa masuk ke universitas bergengsi lainnya, kalau gagal ke SNU. Oke?" Yuri mencoba menguatkannya.

Hah! Baiklah. Jongin tidak akan berdebat di depan mereka. Dia hanya akan berusaha yang terbaik, lalu membuktikan diri. Dia bisa menjadi bagian dari para mahasiswa pintar itu. Jongin sangat yakin dengan kemampuannya itu.

Jongin bukannya terlalu congkak, dia hanya tidak ingin usahanya selama ini gagal begitu saja. Tekadnya cukup kuat untuk bisa menaklukkan SNU. Yah, dia cukup bertekad dengan keinginannya yang satu itu.

"Jong, Guru Kim memanggilmu?" Jongin mengerjap dua kali, tersadar dari lamunannya, menatap teman sebangkunya dengan tatapan bertanya. "Guru Kim memanggilmu," bisik Taegoo, teman sebangkunya.

"Apa ada masalah, Jongin? Kau baru saja masuk sekolah lagi." Jongin menggeleng pelan. "Kalau tidak ada masalah, tolong perhatikan pelajaran saya."

"Ba—baik, Pak." Jongin membalas pelan. Matanya menatap ke depan, mencoba fokus pada pelajaran. Lalu, entah kenapa Jongin malah melirik ke sebelah kanannya, teman Sehun duduk. Sehun terlihat sangat murung, matanya memang fokus ke depan, tapi, entah kenapa Jongin yakin jika pria itu sedang memikirkan sesuatu yang lain.

"Ada apa dengannya?" gumam Jongin pelan. "Dan oh, kenapa aku harus peduli pada Sehun? Fokus, Jongin! Jangan memikirkan sesuatu yang lain!" Jongin menepuk-nepuk pelan pipinya, kembali menatap ke depan.

"Jongin," panggil Taegoo.

"Apa?" Jongin membalas berbisik, tanpa menoleh ke arah Taegoo.

"Sore nanti, aku dan teman-teman mau datang ke rumahmu. Merayakan Park Jongin yang sudah kembali ke sekolah."

"Apa itu perlu? Minggu depan kita bahkan harus ujian. Apa tidak sebaiknya belajar saja?" Mereka berbicara dengan suara yang sangat pelan, saling berbisik. Jongin tidak terlalu menyukai pesta, apalagi di waktu-waktu penting seperti ini. Menurutnya, lebih baik belajar daripada menghabiskannya dengan sesuatu yang tidak berguna. "Aku ketinggalan banyak materi, dua bulan bukan waktu yang singkat."

"Hanya hari ini saja. Anak-anak kelas ingin merayakan kesembuhanmu."

"Ah, baiklah-baiklah. Tapi ini sangat mendadak, aku tidak menyediakan makanan apa pun. Tidak ada camilan juga."

"Tenang saja. Kami yang akan menguruskan, oke?" Taegoo berucap yakin, mengedipkan sebelah matanya pada Jongin. Jongin hanya mendengkus geli dengan tingkah temannya itu.

Jongin menoleh ke kanan, melihat Sehun yang masih dengan posisinya tadi. Seingat Jongin, Sehun memang tidak banyak bicara. Tapi, aura di sekitarnya juga tak sesuram sekarang. Apa ada yang salah? Jongin juga merasa aneh dengan isi kepalanya sendiri. Kenapa dia harus peduli pada Sehun?

"Baiklah, pelajaran hari ini sudah cukup. Jangan lupa kerjakan soal-soal di buku latihan kalian, jangan banyak bermain. Dan selamat ujian untuk minggu depan!" Pak Kim meninjukan kepalan tangan kanannya ke udara. "Ketua kelas!" ucapnya kemudian.

"Beri hormat!" Semua anak menurunkan kepala mereka, menunduk, memberi hormat.

"Selamat siang," ucap Pak Kim sebelum mendekap buku-bukunya untuk dibawa keluar kelas.

"Jadi, bagaimana?" Taegoo menatap Jongin penuh harap.

"Yah, terserah kalian saja."

"Yosh!" Taegoo memekik senang. Mereka akan membuat pesta selamat datang pada Jongin yang baru saja sembuh.

"Ehm, Goo."

"Ya?"

"Sehun ... kenapa dia sangat murung? Apa dia tidak suka aku kembali ke sekolah?"

Taegoo tertawa pelan. "Bukan begitu, Jongin. Kau sangat lucu, haha."

"Aku kan hanya bertanya!" keluh Jongin. "Jadi, kenapa? Apa yang terjadi?" tanyanya lagi.

"Bagaimana ya, ehm ... adik Sehun, Song Jongin, adiknya koma."

"Song Jongin?" tanya Jongin. "Kenapa namanya mirip denganku?" Dia mengeluh lagi. Bukan, dia hanya merasakan sesuatu yang aneh menelusuk ke dalam hati. Seperti ada rasa sakit tak kasat mata yang membuat bagian di sudut hatinya merasa pedih.

"Ck, nama Jongin tidak memiliki hak paten," dengkus Taegoo. "Intinya begitu, adik Sehun sakit."

"Ah." Jongin mendesah pelan. Dia kembali menoleh ke arah Sehun, tepat saat itu Sehun juga menoleh ke arahnya. Ada sendu yang terlihat di sana, Sehun tidak melepaskan tatapannya pada Jongin. Jongin tersenyum kikuk, tidak tahu harus bersikap bagaimana. Senyuman tipis ia berikan, itu refleks yang bahkan tidak Jongin ketahui alasan ia melakukannya. Senyum tipis Sehun muncul, terlihat sangat menyakitkan di mata Jongin.

"Jangan tersenyum seperti itu," gumam Sehun. Dia ikut merasakan sakit yang Sehun emban, entah kenapa.

...

Jongin pikir, Sehun tidak akan mau ikut datang ke rumahnya, mengingat kondisi Song Jongin yang sedang buruk juga. Tapi, dia salah, Sehun datang untuk ikut berpesta. Tertawa lebar, ikut memanggang daging, dan meminum soda cukup banyak. Tidak ada alkohol, tentu saja, mereka masih di bawah umur dan berpesta di kediaman keluarga Park, bukan bar.

Jongin duduk saja. Dia diperlakukan seperti raja oleh teman-temannya. Mereka melayani semua yang Jongin perlukan, juga bercengkerama. Jongin tersenyum tipis saat menanggapi lelucon yang tidak dikenalnya, dia tidak bisa minum soda, jadi ada jus di meja.

Yuri dan Siwon memfasilitasi kegiatan mereka dengan baik. Meski terkesan mendadak, mereka berhasil membeli banyak daging sapi, padahal rencana awal hanya akan makan-makan dengan pizza, burger, ayam, dan sejenisnya. Yah, pesta mendadak yang sungguh luar biasa.

"Aku tidak tahu orang tuamu seluarbiasa ini. Kau terlahir sebagai sendok emas, dan bertingkah seolah-olah manusia dari kalangan jelata, Park?" Taegoo tergelak, menepuk pelan punggung Jongin.

"Aku tidak pernah berpura-pura," kilah Jongin. "Lagi pula, itu harta orangtuaku, bukan milikku."

Taegoo hanya terkekeh pelan mendengar jawaban Jongin. Jika tidak ada pesta hari ini, mungkin seisi sekolah masih menduga jika Jongin adalah anak beasiswa biasa, mengingat kepintarannya selama ini. Belum lagi dengan segudang prestasinya. Jongin itu luar biasa.

"Aku ingin ayam. Bisakah ayamnya menjadi milikku semua?" Jongin mengerjap lucu. "Hyung, berikan aku ayam." Mencoba membujuk. Jongin tertawa dalam hati, bertingkah manis dan sok imut bukanlah keahliannya, dia hanya terlalu menginginkan ayam-ayam yang ada di sana.

Sehun yang mendengar suara Jongin mendadak kosong pikirannya. Menatap ke arah lelaki yang masih asik bercengkerama dengan Taegoo. "Hyung, berikan aku ayam," ucap Jongin lagi, menggoda Taegoo.

Suara itu, sangat mirip dengan milik adiknya. Park Jongin dan Song Jongin, Sehun tahu jika mereka dua orang yang berbeda. Hanya saja, melihat Park Jongin membuatnya selalu teringat pada sang adik.

Sehun merasa sangat konyol saat berjalan mendekati Jongin dengan bucket ayam di tangan. Memberikan bucket tadi ke pangkuan Jongin. "Makan yang banyak adik manis." Dan dia merasa semakin gila dengan kalimatnya sendiri.

Semua orang merasa cukup ajaib dengan perilaku Sehun. Mereka yang sering beradu prestasi, mendadak menampilkan drama cheesy. Cukup mengerikan untuk dilihat.

...

TBC

ѕωєєт єηєму •√Where stories live. Discover now