-4-

2.4K 309 37
                                    

Seseorang, tolong aku. Ini terlalu melelahkan.

Song Sehun

...

"Hyung! Hiks, Hyung!" Jongin tidak tahu. Dia hanya merasa sangat lega ketika kedua tangannya terbebas dan sumpalan di mulutnya diambil. Sehun yang memeluk erat tubuhnya seolah mengatakan semua akan baik-baik saja membuatnya benar-benar kehilangan kendali diri. Tangisnya pecah saat itu juga. Rasa aman yang Sehun berikan membuatnya tidak bisa berhenti menangis. Peduli setan pada harga diri, Jongin hanya terlalu senang saat ini.

"Tidak apa, Jongin. Semua sudah baik-baik saja. Hyung di sini, Hyung di sini. Jangan menangis lagi, Sayang." Sehun berbisik pelan, mengusap-usap punggung adiknya yang bergetar. Jelas sekali ketakutan itu tercetak di sana. Jongin merapatkan tubuh keduanya, mencengkeram erat punggung Sehun. Harinya begitu hancur hanya dengan beberapa saat bersama Bibi Seo. Tangisnya semakin pecah, bukan karena ketakutannya, tapi lebih karena pemikiran tentang apa yang selama ini Song Jongin lewati sendirian, selama masa sakitnya.

"Maafkan, Hyung, hiks. Hyung seharusnya tahu jika Jongin tidak nyaman bersama Bibi Seo, maafkan Hyung, Jongin. Maafkan, Hyung." Sehun terus saja menggumamkan kalimat tersebut. Rasa bersalahnya pada Jongin sangat besar. Dia merasa gagal sekarang. Adik yang disayanginya ternyata mendapat banyak siksaan selama ini.

Jongin menggeleng cepat. Dia tidak ingin Sehun mengucapkan lebih banyak kata maaf. Kepalanya sudah sangat pening dengan air mata, Jongin ingin mengakhiri dengungan-dengungan yang memaksa masuk ke telinga. Ini sangat menyakitkan. Dia tidak mau mendengar permintaan maaf dari orang yang tidak bersalah, seolah mengajaknya pada peristiwa lama.

Lalu... ingatan tentang perlakuan kasarnya pada Sehun selama ini mendadak terputar. Jongin membenci Sehun tanpa alasan, sesuatu yang seharusnya tidak pernah dilakukan. Dadanya sesak. Pikiran-pikiran itu membuat Jongin tidak bisa bernapas dengan benar.

"Hyung." Jongin melirih. Pegangan tangannya pada punggung Sehun melemah. Tenaganya seolah terkuras habis sekarang. Dia sangat lelah dan ingin sedikit istirahat tanpa harus membuat otaknya ikut berpikir, terlebih pasokan oksigen terasa semakin menipis saja di sana.

"Jongin! Hei, Sayang. Jongin! Jangan seperti ini, Jongin!" Sehun kalut, tentu saja. Tubuh Jongin mendadak merosot, adiknya kehilangan kesadaran. Jongin pingsan.

...

Jongin pernah bertanya-tanya, apa manusia benar-benar memiliki kembaran tanpa adanya ikatan darah? Dulu, dia pernah membaca. Manusia di bumi ini selalu tercipta dalam tujuh sosok berbeda. Semua terasa seperti omong kosong, kemustahilan yang tidak akan pernah bisa Jongin percaya. Yah, setidaknya sebelum dia mengalami kecelakaan dan terbangun di tubuh yang berbeda.

Banyak kegilaan yang menghampirinya. Nama mereka sama, hanya marga saja yang membedakan. Rupa yang tidak bisa dibedakan, seakan Jongin memang terlahir kembar, seiras. Lalu, hobi mereka juga sama, menari. Terlalu banyak kesamaan yang membuat Jongin berpikir, mungkin Malaikat tengah bermain-main pada takdir? Entahlah, semua terlalu rumit.

Kepalanya sedikit berdenyut sekarang, seperti ada gendang-gendang kecil dari dalam yang sengaja ditabuh. Jongin mendesis pelan, mencoba fokus pada sekitar. Putih. Tempatnya berpijak sekarang dipenuhi cahaya putih. Seperti saat itu, ketika dia baru saja mengalami kecelakaan, lalu suara Sehun membuatnya tersadar.

Jongin berjalan, mencari tempat keluar. Kakinya yang beberapa hari ini terasa kaku tidak lagi sulit digerakkan. Dia seakan kembali ke tubuh lamanya. "Halo," ucapnya pelan, mencoba mencari seseorang. Jongin kembali melangkah, kali ini terkesan tergesa. Tempatnya berpijak sekarang seperti tidak memiliki ujung.

ѕωєєт єηєму •√Där berättelser lever. Upptäck nu