-9-

1.9K 292 13
                                    

Selalu ada dua pilihan dalam hidup. Pilihanku saat ini adalah, meninggalkan atau ditinggalkan.

Mana yang lebih baik?

Song Jongin

...

"Keadaan Tuan Jongin tidak menunjukkan kemajuan sama sekali. Meskipun organ vitalnya tidak juga menunjukkan kemunduran, tetap saja, tidak adanya kemajuan membuatnya kami memutuskan, Tuan Jongin mengalami koma."

Tubuh Nyonya Park hampir saja meluruh mendengar penjelasan dari dokter, kalau saja suaminya tidak sigap menahan berat tubuhnya. Nyonya Park menangis, terisak di bahu suaminya. Raungannya terdengar sangat memilukan, tidak ada kata yang dapat terlontar. Setelah berhari-hari mengharapkan Jongin membuka mata, dan sekarang putranya malah dinyatakan koma oleh tim medis.

"Siwon–ah, cari–carikan dokter terbaik untuk Jongin. Kenapa dia malah dinyatakan koma? Keadaannya baik-baik saja mereka bilang. Kenapa Jonginku dinyatakan koma?" Suaranya bergetar ketika kata demi kata mulai terdengar. Nyonya Park terlihat sangat rapuh sekarang, bahkan menopang tubuh sendiri saja rasanya begitu berat.

Siwon berusaha terlihat tegar, hanya diam dan mendengarkan segala keluh-kesah yang istrinya keluarkan. Mencari dokter lain pun akan percuma, karena dokter yang menangani Jongin saat ini merupakan yang terbaik di Korea. Siwon bukannya menyerah pada keadaan sang putra, dia hanya mencoba bersikap logis dengan tidak ikut kalut.

"Siwon-ah. Aku belum menjadi ibu yang baik, Siwon. Kembalikan Jonginku. Kembalikan Jonginku, Siwon. Kenapa dia tidur sangat lama? Siwon!" Nyonya Park memukul-mukul dada suaminya, menangis, meraung semakin keras. Rasa bersalahnya karena terlalu sibuk bekerja dan berpikir jika Jongin bisa menahan semuanya dengan sedikit waktu, semua itu hanya ada di angan. Karena kenyataan mengatakan, putra mereka terbaring di ranjang pesakitan, tanpa menunjukkan tanda-tanda akan siuman di waktu dekat. Semua menjadi penyesalan sekarang.

Siwon hanya bisa diam, berdiri tegak menerima semua pelampiasan sang istri. Dia tahu, ikut menangis bukan solusi yang baik saat ini. "Yuri-ya," lirihnya pelan, tidak memiliki kata lain untuk dituangkan. Semuanya terlalu melelahkan, tapi dia tahu, menyerah sekarang juga bukan pilihan terbaik.

...

"Yak, Hyung!" Jongin memekik kesal, menyingkirkan tangan Sehun yang mengusilinya. Dia sudah benar-benar bisa berbicara dengan lancar sekarang, semakin lancar lagi kalau disuruh mengumpat.

"Yak! Apa-apaan, kau? Bagaimana bisa berteriak seperti itu pada hyungmu, hah?" Sehun menarik gemas ujung hidung adiknya, tidak memedulikan pekikan Jongin yang semakin nyaring. Puas menariki ujung hidung Jongin, sekarang Sehun asik menggelitiki adiknya, mendengar tawa putus asa. "Rasakan, Oh Jongin! Rasakan ini, haha!" Dia sangat senang. Tertawa bersama Jongin adalah favoritnya dalam menjalani hari.

"Hyung, sudah! Sudah, yak! Sudah!" Jongin berusaha keras mengatur napasnya ketika tangan Sehun sudah benar-benar menjauhi tubuhnya.

Sehun melirik sekilas, tertawa kecil melihat wajah Jongin yang kepayakan. Dia menarik tubuh Jongin untuk dipeluk, mereka berada di atas ranjang sekarang. Sehun mengendusi rambut Jongin yang menguarkan aroma sampo stroberi, sangat manis. Menggelamkan kepalanya di ceruk leher sang adik. "Terima kasih," lirihnya.

Jongin mengerjap pelan, merasa terkejut dengan apa yang diterimanya. Sehun memang sangat suka melakukan skinship, walau sudah dilarang dan mengatakan tidak akan mengulanginya, dia tidak pernah benar-benar serius akan janjinya itu. Jongin mulai terbiasa dengan skinship yang Sehun berikan, walau kadang terlihat cukup berlebihan. Tangannya bergerak ke atas mengusap punggung Sehun. "Terima kasih, Jongin. Aku sudah sangat putus asa. Terima kasih sudah memberikan harapan besar untukku, untuk kami."

Jongin tersentak, tapi dia memilih untuk tetap diam. Kepalanya terasa berdenyut sekarang, memutar pertemuan dengan Tuan Park tempo hari. Ayahnya juga terlihat seputus asa Sehun, terutama saat mereka saling bertatapan. Jongin ingin menangis mengingat kedua orang tuanya.

Apa mereka juga sehancur itu sekarang? Tapi, kenapa? Bukankah Jongin anak yang tak diinginkan? Kenapa mereka harus hancur karena kecelakaan yang Jongin alami?

Namun, jika kedua orang tuanya benar-benar hancur, Jongin pikir dia sudah sangat gila sekarang. Dia mencoba membahagiakan orang lain, sedangkan orang yang seharusnya Jongin pastikan ketenangannya bisa saja kini tengah sangat kalut. Jongin mengusap sisi wajah Sehun, lelaki itu jatuh tertidur. Wajah lelahnya seolah menggambarkan kepuasan tak terhingga sekarang, seolah semua kerja kerasnya selama ini sudah terbayarkan. Jongin mendesis pelan, dia ingin menangis kencang. Bukan hanya keluarganya, dia akan menyakiti hati Sehun juga. Jika ruhnya kembali ke tubuh asli, semua selesai sudah.

"Jangan menyalahkanku, Sehun. Ini juga sulit untukku. Aku tidak tahu apa-apa. Ini bukan salahku." Jongin berucap dengan begitu pelannya, seakan kata-kata tadi tidak pernah memiliki frekuensi untuk didengar telinga manusia. Tangannya semakin mengerat, memeluk punggung kokoh di depannya. "Kenapa ini sangat menyakitkan?" Membayangkan Sehun yang selama ini merawatnya sepenuh hati pada akhirnya akan menangis, Jongin tidak seburuk itu sampai dengan sengaja membiarkannya terjadi.

Di dekat ranjang, belakang tubuh Sehun, Jongin dapat melihat bagaimana si bungsu Song berdiri di sana. Dia terlihat lebih pucat dari apa yang dapat Jongin ingat, tapi senyumannya tak juga luntur. Jongin ingin bersuara, namun ada sesuatu yang menahannya di sana. Sangat sakit, dan tidak ada satu kata pun yang dapat keluar. "Waktuku tidak banyak lagi, Hyung. Aku sangat berterima kasih padamu." Bisikan itu sangat lembut, seolah diperdendangkan hanya untuk Jongin. Ah, memang itu nyatanya. Song Jongin berucap hanya untuk didengarkan oleh Park Jongin. "Aku berterima kasih. Tidak perlu memikirkan keadaan keluargaku setelah ini, itu bukan urusanmu."

Jongin mengumpat dalam hati. Bagaimana itu bisa menjadi bukan urusannya setelah semua ini? Dia berhari-hari terjebak di dalam tubuh Song Jongin, menjalani kehidupan sulit tanpa bisa bergerak dan bicara, lalu setelah semua urusan anak itu selesai—Jongin menahan isakannya. Dia menggeleng kasar, tidak setuju dengan pendapat Song Jongin, tapi suaranya tidak juga dapat diperdengarkan.

"Tidak, Hyung. Tempatmu tidak di sini. Itu akan membahayakan tubuh aslimu juga jika terlalu lama. Semua urusan di sini sudah hampir selesai, kau juga harus segera kembali ke tubuh aslimu." Jongin terisak. Itu terlalu menyakitkan untuk Sehun. Semua perjuangan kerasnya selama ini seolah tidak berguna. Apa Sehun akan baik-baik saja? Dia baru saja merasa bangga akan kemampuannya bersabar merawat Jongin, dan Jongin pun tahu jika itu tidak mudah. "Hyung, terima kasih. Aku bahkan belum pernah memiliki teman selama ini. Aku belum pernah dipuji karena nilai akademik. Terima kasih, Hyung, kau mewujudkan mimpi-mimpi kecilku. Terima kasih banyak."

Bukan seperti ini seharusnya! Jongin rasa dia sudah mati rasa, tubuhnya menjadi kaku. Dia ingin meraung keras, tapi lagi-lagi, suaranya tidak ada yang keluar. Teriakannya hanya terjadi di otak, berputar untuknya sendiri. "Anggap saja aku bajingan kecil tidak tahu diri, tapi Hyung, aku memang penggemarmu. Sehun Hyung selalu membanggakanmu di depanku. Kau anak lekaki yang sangat baik, dan aku yakin itu." Nyatanya, bukan itu yang Jongin perlukan. Dia hanya ingin tahu jika Sehun akan baik-baik saja setelah ini, setelah kehilangan adiknya. Tapi Song Jongin tidak memberikan jawaban sama sekali, hanya senyum kelewat lebarnya yang menjadi pemandangan terakhir di mata Jongin. Apa itu? Jongin merasa Deja Vu, seperti tidak asing dengan senyuman itu.

Ah, benar juga. Saat dia kecelakaan. Pemilik mobil yang menabrak Jongin. Senyuman itu sangat tidak asing, dan sepertinya Jongin sudah tahu kenapa. Dari awal, Song Jongin memang merencanakan semua ini, entah bagaimana. Dia menyadarinya sekarang. Adik Song Sehun yang sekarat, memiliki takdir hebat dalam hidupnya.

"Bajingan," umpat Jongin dalam hati, matanya sudah sembab karena menangis dalam diam.

"Kau bajingan, Song Jongin!"

"Iya, aku bajingan. Maaf dan terima kasih, Hyung."

...

TBC

ѕωєєт єηєму •√Where stories live. Discover now