-3-

2.3K 312 15
                                    

Apa yang lebih menakutkan dari dibenci? Dilupakan.

Song Sehun

...

"Hari ini Papa dan Mama akan pulang, Hyung harus pergi sekolah, Jongin baik-baik saja dengan Bibi Seo, oke?" Sehun sedang sibuk memakai seragam sekolahnya, sedangkan Jongin sendiri hanya memperhatikan apa yang lelaki itu lakukan dari kursi rodanya. "Jongin?" panggil Sehun, berjongkok di depan kursi roda adiknya.

"Ya?"

"Jongin tidak apa, 'kan?"

"Eung?" Jongin memiringkan kepalanya. Tidak apa, apanya? Dia tidak memperhatikan kalimat Sehun dari tadi, hanya sibuk melihat lelaki itu bergerak cepat kesana-kemari seolah dikejar oleh waktu. Sehun terlalu tergesa-gesa, pikirnya.

"Hyung akan pergi ke sekolah, jadi Jongin di rumah dengan Bibi Seo. Nanti malam Papa dan Mama pulang, Jongin senang, hm?"

"Eung?"

"Papa dan Mama pulang," ulang Sehun. "Jongin rindu mereka, 'kan?" tanyanya lagi.

"Aakkhh!" Jongin memekik kencang. Dia hanya menyengir lebar setelahnya, tidak membalas pertanyaan Sehun. Jongin bertepuk tangan girang, menepuk-nepuk pipi Sehun, lalu kembali menyengir. Dia bahkan tidak kenal dengan keluarga Song, jadi, Jongin hanya memberikan reaksi yang menurutnya wajar. "Hyung?"

"Hyung pergi ke sekolah. Jam tiga nanti pulang." Sehun berdiri. Kembali sibuk membenahi diri. Menatap penampilannya dari pantulan kaca, menyisir rambut sedikit tergesa, lagi, Jongin berpikir lelaki itu harus bisa belajar berdamai dengan waktu. Sehun pasti terlalu sering mengabaikan sekitar karena merasa dikejar-kejar.

Sehun berbalik cepat, mengusak rambut Jongin. Senyumannya masih sama, terlihat begitu sempurna, semua ketulusan seakan muncul begitu saja. Jongin meneguk ludahnya sendiri, dia tanpa sadar ikut tersenyum melihat betapa Sehun lebih riang dari apa yang dapat diingatnya. "Hyung akan segera pulang. Jongin baik-baik ya di rumah dengan Bibi Seo, paham?"

"Eung," balas Jongin, dia membiarkan saja saat Sehun mengecup pipinya, mungkin itu kebiasaan Sehun dengan adiknya selama ini. Jongin tidak banyak berkata, meski sebenarnya dia sangat risi kalau boleh jujur.

Sehun mendorong kursi roda Jongin menuju ruang makan. Dia sudah siap menyuapi adiknya itu saat Jongin menolak dan meminta piringnya sendiri. Jongin tidak kehilangan kemampuan tangannya, dia masih mampu dan ingin melakukan apa yang dibisanya. "Kau banyak berubah hanya dalam beberapa hari," gumam Sehun, tapi dia membiarkan saja apa yang Jongin inginkan. Perkembangan adiknya terlalu banyak, membuat Sehun sendiri tidak yakin jika yang ada di hadapannya kini adalah Song Jongin. Terlalu banyak perubahan yang terjadi, tapi, dokter sendiri mengatakan jika itu bukan sesuatu yang buruk.

"Jongin," panggil Sehun. Pemuda itu mengangkat kepalanya, mengerjap dua kali, menatap penuh minat pada Sehun. "Tidak apa, lanjutkan saja sarapannya," kekeh Sehun, membuat Jongin mengeluarkan suara dengkusan kesal. Sehun menggeleng pelan, benar-benar berubah. Dia bahkan tidak pernah ingat adiknya berani melawannya, Jongin yang lebih aktif membuat Sehun lega sekaligus khawatir.

Katakan jika Sehun itu konyol, tapi dia percaya bahwa orang yang menunjukkan terlalu banyak perubahan bisa jadi seperti memberikan pesan terakhir. Ah, itu terlalu jauh. Sehun menggeleng kasar, dia tidak siap jika harus kehilangan adiknya. Tidak dengan cara sekonyol pikirannya tadi.

"Hei, Hyung berangkat dulu, ya?" Sehun mengusak pelan rambut Jongin. Matanya menangkap Bibi Seo yang berjalan mendekat, menuju mereka. Satu kecupan Sehun berikan pada pipi kanan adiknya sebelum berjalan mendekati Bibi Seo. "Sehun titip Jongin, ya, Bi?"

ѕωєєт єηєму •√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang