UR52 || FAKTA

886 74 14
                                    


HAPPY READING💙

Setelah selesai memutari lapangan sekolah yang dikatakan cukup luas, Renaldi dkk duduk di bawah pohon yang berada si dekat lapangan.

Peluh bercucuran, tatapi tawa menghiasi mereka semua, hingga tatapan Rendi menangkap seorang lelaki berpostur tubuh hampir sama dengan Renaldi dia baluti jas, dan berjalan menuju ruang kepala sekolah.

Bukan bukan hanya Rendi yang menyadari, tetapi yang lain pun menyadari itu.

"Bokap lo ada urusan apa ke sekolahan?"  tanya Arsen dangan manik mata yang masih terus menatap Helmi yang sedang berjalan di koridor sekolah.

Renaldi hanya mengedikan bahunya acuh, pandangannya teralih kepada ketiga perempuan yang sedang berbincang asik di koridor dekat lapangan.

Gadis yang semakin hari terlihat pucat itu, menjadi objek penglihatan. Dari tawa, tingkah, dan setiap gerak gerik ya tidak luput dari pandangannya.

"Yaelah Di, si Mita gak bakalan ke mana-mana kali," sahut Sendi yang menangkap basah Renaldi terus menerus menatap Mita.

"Bos gue makin hari, makin bucin ajah," celetuk Raka.

Renaldi menoleh, dengan wajah yang terlihat sangat mengejek. Dan mengatakan, "yehhh suka suka gue, Jomblo ya?? Iri bilang bos!"

Arsen yang mendengar itu langsung menghampiri Renaldi dan menatapnya dalam dalam. "Anjir, ketularan stiker WhatsApp ni orang."

"Heh kalian—-" Pak Dadang yang entah sejak kapan sudah ada di sekitar mereka itu menatap mereka dengan tajam satu persatu, "ikut saya ke ruangan kepala sekolah," lanjutnya yang terdengar sangat serius.

Renaldi bangkit dari duduknya, dia sangat yakin pasti alasan mengapa dia dipanggil itu bersangkutan dengan masalah tadi, yang mengakibatkan Helmi pun datang ke sekolah.

Baru hendak melangkah, bahunya tertahan oleh Andra. "Kita ikut."

"Eh si dodol, lah emang kita ikut, kan Pak Dadang ngomong tadi MEREKA, bukan RENALDI DOANG!" Seru Sendi.

"CEPAT IKUT SAYA! JANGAN DEBAT TERUS!"

Mereka yang mendengar hanya diam, bukan takut, tapi mereka tahu situasi dan mereka pun penasaran ada apa sebenarnya.

Di sepanjang koridor, banyak murid yang memperhatikan mereka hingga membuat Rendi berbisik kepada Alvian, "Al, gue berasa Kadi seleb diliatin begini, parah parah parah."

Alvian hanya terkekeh pelan mendengar kalimat terakhir yang dikatakan Rendi. Sedangkan Andra yang tepatnya sedang di belakang mereka, tiba-tiba berseru, "lah bukannya kita udah biasa jadi sorotan?"

"Iya si, tapi kan sorotannya bareng Pak Dadang jalan di koridor baru kali ini."

"Terserahhh lo, terserah Ren!" Kesal Andra yang tak habis pikir dengan maksud Rendi, jadi dia bangga menjadi sorotan karena hal ini? Andra rasa, Rendi sedang tidak baik jiwanya.
Mereka sampai di depan ruangan, Pak Dadang terlebih dahulu masuk lalu Renaldi. "Eh lo mau kemana?" tanya Raka yang melihat Arsen terus berjalan melewati ruangan kepala sekolah.

Arsen hanya menyengir kuda, "ngetes ajah, gue dianggap nggak."

Sendi yang kebetulan belum masuk, hanya memutar bola matanya jengah mendengar perkataan Arsen, "banyak bacot lo sialan, ayo buruan masuk."

Renaldi masuk ke dalam ruangan, dan benar saja dugaannya. Di dalam ruangan terdapat Helmi, Kepsek, dan Pak Bambang. Renaldi tidak menghiraukan tatapan yang lain, lebih tepatnya dia langsung duduk di sofa dekat Helmi.

Renaldi melirik Helmi. "Anda ngapain ke sini?"

"Saya nggak akan ke sini kalau kamu tida berbuat ulah," ujar Helmi, yang masih dengan nada biasa saja dan senyum masih ada di wajahnya.

UNTUK RENALDI [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang