DUA PULUH-cukup!

137 54 237
                                    

Selamat membaca, semoga suka ❤️

••••

Mencintai untuk hidup,
dan hidup untuk mencintai.

-Keke & Devian

••••

"Jangan sok suci gadis pendosa!"

Ucapan itu sungguh menyayat hati seorang wanita yang sedang beringsut ke tempat duduk dengan linangan air mata yang menetes menelusuri pipi dan beralih kedagu,

"Anak saya belum bangun, dia sedang melawan masa-masa kritisnya! Kamu harus tanggungjawab kalau sampai dia kenapa-kenapa!"

Bu Ningsih terus memandangi wajah anak kecil yang sedang tertidur lelap menggunakan baju biru dengan rambut tersirat kedepan, lebamnya nampak jelas dijidatnya, biru gelap.

Bu Ningsih mencoba menahan rasa sakitnya lalu beringsut kesebuah sofa.

Brakkk

Pintu putih itu terbuka lebar dengan suara dorongan keras hingga membenturkan pintu kearah dinding dan membuat semua orang didalam ruangan itu menoleh tanpa aba-aba.

"Ibu" pekik Eska melihat Bu Ningsih terhuyung diujung kursi dengan keadaan lemah dan ngos-ngosan.

Wanita itu memegang dadanya lemah, perasaan Eska sangat kalut "ibu kenapa? Sakit?"

Alden tak tega melihat kejadian mengerikan ini, hatinya sangat perih.

"Gadis sialan ini lagi?"

"Mimy!" Bentak mama Mimy seraya menoleh kearah anaknya itu dengan mata yang hampir keluar dari tempatnya.

Mimy hanya menunjukkan deretan gigi tak rapinya begitu pula Ghea yang  hanya mematung ditempat melihat mimik Mama Mimy seperti akan menelan hidup-hidup orang yang dihadapannya.

"Anak gak ada akhlak ya kamu! Masuk kok pintunya didobrak dasar anak kurang ajar!" Cibirnya seraya mengamati wajah Eska lamat-lamat dari atas hingga bawah melalui ekor matanya dan tangan sok angkuh diletakkan didepan dadanya.

"Ini lagi perempuan yang sok suci, pura-pura sakit lagi"

"Biar apa ha? Biar apa?"

"Biar dikasihani? Mau duit ya kerja atau gak jadi pengemis sana!"

Perkataan mama Mimy benar-benar sudah melampaui batas.

Mama Mimy berpikir sejenak memikirkan apa kalimat kotor  yang akan Ia lontarkan kepada wanita yang Ia benci ini sembari maju kearah Bu Ningsih.

"Oh atau biar bebas dari tanggungjawab, udah sok suci sekarang pintar akting lagi" Ujar Mama Mimy yang sudah keterlaluan seraya mengibaskan uang seratus ribuan didepan wajah Bu Ningsih lalu menghamburkannya "nih makan!"

Eska benar-benar tak tahan melihat perlakuan memalukan ini, lantas Ia mendongak dengan nafas yang sudah menggebu dan emosi yang sudah diubun-ubun minta diledakkan.

Eska memekik"Cukup!! Cukup Tante"

"Tante yang gak ada akhlak, gak ada etika sama sekali! Maaf-maaf ni ya, mungkin hewan lebih pintar dari Tante, ada otak gak sih?"

"Dasar sialan!" Sontak mama Mimy menampar pipi Eska dengan keras, meninggalkan bercak merah disana.

"Mami cukup!" Teriak Mimy namun tak dihiraukan.

"Gak ada sopannya kamu sama orang tua ya!"

Eska yang tengah memegang pipinya hanya mampu terdiam.

"Maaf, tapi Tante benar-benar sudah keterlaluan" Alden mencekal tangan kami Mimy yang hendak menampar Eska kembali.

Eska masih menutup matanya, tak berani melawan iblis didepannya.

"Kalian semua memang iblis!! Arghhh!!"

Mami Mimy secepat mungkin melepas tangannya lalu pergi dari hadapan mereka.

••••

"U...dah... Es..." Ucap Bu Ningsih  terbata-bata dengan melambaikan tangannya  hingga Eska tersadar dan beralih menatap kebelakang.

"Ibu!!" Teriak Eska saat menyadari Bu Ningsih sudah pingsan dibawah sana.

Alden yang tersadar pun refleks memanggil suster "sus..suster.. Dokter..dok..tolong!!"

"Bu Ningsih!"

"Astaga Tante bangun"

Mimy dan Ghea segera menghampiri tubuh Bu Ningsih yang sedang diangkat oleh Alden dan mencoba membopongnya.

••••

"Oh jadi itu baju camer gue" ujar Keke dengan cekikikan pelan sembari mengaduk-aduk minuman bersodanya.

"Iya, emak gue suka banget pakai ginian katanya bapak suka kalau emak pakai daster" terang Devian hingga membuat Keke menampilkan alis menukik.

"Hah?  Emang kenapa beb?" Tanya Keke polos.

Sebelum menyahut kata-kata dari Keke Devian memandang ke sekeliling restoran itu agar tak ada yang mendengarnya.

"Lebih seksi katanya" ungkap Devian perlahan disamping telinga Keke hingga Ia pun bergidik ngeri dan memandang jengah.

"Gue lebih seksi Lo" terang Keke agak tanpa malu.

"Stt.. kamu nyeremin"

"Lah kok gitu?"

"Sukanya aja buaya, sepatu cicak, jangan-jangan tempat tidur kamu siluman ya?" Tanya Devian tak masuk akal.

"Ha?" Tanya Keke kaget.

"Kok kamu tau?"

"Jangan bilang orang lain ya" bisiknya menggunakan telinga.

Ya begitu gilanya Keke ketika berbisik telinganya akan Ia tempelkan ketelinga orang yang Ia bisikkan.

"Tapi kamu kok tahu aku pakai sepatu gambar cicak sih?"

"Tuh" tunjuk Devian kearah sepatu putih bermotif cicak dibawah sana.

Keke terkekeh pelan seraya menyelip rambutnya kekuping dengan mimik wajah malu-malu.

••••

"Mau martabak gak?"

Menerima perkataan Devian Keke mulai menampilkan wajah cemberutnya yang entah mengapa, dengan mulut yang dimonyongkan dan mata berkeliaran menatap objek pelarian.

"Lah kok cemberut?"

"Ihhhh kamu ini!!" Keselnya gemas disertai hentakan kaki.

Devian sangat-sangat tak mengerti apa yang dipikirkan oleh gadis dihadapannya itu.

"Kenapa? Aku salah?"

"Kamu gak mau makan martabak, maunya makan cicak? Gak ada Ke"

"Tuhkan!"

"Apa??" Tanya Devian sembari merentangkan tangannya tak mengerti.

"Arghhh" Devian mengacak rambutnya prustasi lalu memilih menurunkan egonya dan memahami gadisnya.

"Kamu maunya apa sayang?" Tanya Devian yang membuat hati Keke berbunga-bunga karena panggilan tak biasa dan pertama kalinya, sungguh romantis hingga menimbulkan dentuman keras jantung Keke.

"Gue catat ya!" Ujar Keke seraya menulis tanggal Devian memanggilnya dengan sebutan itu di handphone.

"Hm?" Tanya Devian dengan alis bertautan.

"Yuk!" Ajak Keke disertai memasukkan tangannya dilengan Devian hingga saling bertautan.

"Kemana?"

••••

Salam,

Mbakvi🧚🏻‍♀️

before you goWhere stories live. Discover now