ENAM BELAS- Gibran, listen!

159 58 285
                                    

Selamat membaca, semoga suka ❤️

••••

Biarkan aku pergi jika memang penjelasanku tak diperlukan lagi!

••••

Gibran masih sangat sangat tak percaya akan penuturan pria itu, Ia menatap vas bunga diatas nakas,

"Apa benar Eska begitu?"

Gibran meremas kasurnya ganas dan dengan mata yang memanas "apa mungkin tuhann???" Teriaknya tak percaya sembari mendongak.

Tok tok tok

"Masuk" ujar Gibran seraya merapikan tempat tidur yang sudah Ia acak dengan tangan dan mencoba mengendalikan emosinya yang tak dapat dikuasai.

"Ini buat Lo" kata gadis itu yang tak lain adalah Eska, rupanya Ia menghilang hanya untuk membelikan Gibran sebungkus nasi ala warteg karena alasan biaya pastinya.

Gibran tak bergeming bahkan menatap Eska saja ia enggan,

"Gib, Lo kenapa? Ada yang sakit ya? Mau gue panggilin dokter? "

"Dok-" ujar Eska sembari cemas tetapi lantas ucapannya langsung terpotong oleh Gibran.

"Gausah sok baik sama gue"

Gibran sangat perih mengeluarkan kalimat itu, Ia tak ingin melukai hati orang yang Ia sukai tapi apa boleh buat.

Eska menautkan alisnya "sok baik? Emang selama ini gue jahat sama Lo?"

Dengan tatapan masih menatap nakas Gibran merasakan matanya yang sudah memanas, "jangan munafik, gue gak suka!"

"Munafik? Gue gak munafik kok"

Gibran berdehem"ada ya orang yang pintar bersembunyi dibalik kesalahan dirinya sendiri, salut gue sama Lo"

Eska tak menyangka pria yang menjunjung tinggi harga dirinya selama bertahun-tahun ini dan yang Ia ketahui Gibran mempunyai perasaan untuknya bisa mengatai Eska seperti itu?

"Terserah Gib, terserah, terserah Lo mau ngomong apa aja tentang gue, gue gak peduli karena gue gak seperti itu, ingat!"

Eska tersedu, airmatanya sudah menetes dan ia segera keluar dari ruangan bercat putih itu tetapi Gibran menahan tangannya.

"Lo pantas dapatin semua itu, penghinaan, cacian, bahkan injakan harga diri!"

Eska terdiam sejenak merasakan ada sesuatu cairan bening berhasil lolos lagi dari pelupuk matanya.

"Lo pantas!! Pantas bangett!" sambung Gibran dengan lamat-lamat.

Lagi-lagi Eska mencoba berlari tetapi tangannya masih dicengkeram kuat oleh cowok kumis tipis ini.

Srekkkk

Eska terpantul dan sontak masuk kedalam ranjang Gibran setengah tubuh, hingga jarak keduanya sangat dekat bahkan hembusan nafas sangat terasa.

"Mau kemana Lo? Nangis? Cengeng banget tahu nggak"

"Mau Lo apa sih gadis mendoan? Niat Lo apa, ha?" Tanya Gibran dengan cengar-cengir membuat Eska tak segan-segan menamparnya dengan keras.

Plakkkk

Gibran terpana dengan tamparan itu Ia mengelus pipinya yang memerah dan Eska terisak sembari memegang tangannya tak percaya telah menampar seseorang.

Setelah berselang cukup lama akhirnya Gibran beralih menatap Eska yang masih membungkam dengan lelehan air dipipi bergulir kedagunya, dengan paksaan Gibran mengambil tangan Eska dan mengarahkan kepipinya.

"Tampar gue tampar!!"

"Kalau dengan nyakitin gue bisa buat Lo puas tampar aja! Tampar Es!!"

Mata Eska sudah memanas meski air yang tiada berkesudahan terus bergulir ditambah nafasnya yang berhembus tak beraturan.

"Gak cukupkan Lo liat gue terbaring dirumah sakit? Lo maunya gue mati iya?"

"Jawab Es, jawab!"

Eska terdiam. Jauh di lubuk hati Gibran rasanya pisau sudah mengiris hatinya, sungguh perih bahkan sangat.

Eska tak tahan, Ia segera menarik tangannya secepat kilat dan keluar.

"Arghhh!!" Gibran menepis vas bunga itu hingga terjatuh menjadi kepingan-kepingan kecil seperti hatinya yang sangat hancur sekarang.

••••

Bu Ningsih yang menyadari Eska belum pulang sedari tadi pun khawatir akan gadis itu, apalagi kesehatannya paling lemah.

"Gun liat kak Eska gak?"

Gugun yang sedang bermain bola di lapangan bersama anak panti lainnya pun sontak menoleh "gak Bu, emang napa?"

"Duh Eska kemana ya gak biasanya dia belum pulang jam segini" celetuk Bu Ningsih yang sedang menyapu dikoridor panti.

"Mungkin kak Eska main kali Bu kan kayak Gugun " jawab Gugun polos yang ditanggapi senyum oleh Bu Ningsih.

"Ya kali Gun kak Eska main, itukan kerjaan kamu" sambungnya lagi disertai kekehan.

"Hehe iya ya"

"Gun oper dong bolanya kesini" pinta anak panti dengan kulit hitam bertubuh gemuk sedang menanti Gugun menendang bola kearahnya lebih tepatnya itu adalah adiknya Mimy yang dititip ibunya ketika bekerja dan akan diambil sore hari dengan alasan agar anaknya itu mempunyai teman yang banyak meski Ia tak begitu suka dengan Bu Ningsih.

"Nih tangkap ya"

Brukk..

Tanpa sengaja Gugun menendang keras dan mengenai kepala adik Mimy yang diketahui bernama Andy.

"Masyaallah Gugun, kok kamu tendangnya keras sih!" Celetuk Bu Ningsih ketika menyadari Andy sudah pingsan ditengah lapangan.

"Andy" teriak Gugun keras.

"Maap Bu, Gugun gak cengaja"

"Duh gimana nih?" Tanya Bu Ningsih yang tengah membopong tubuh andy.

"Bawa ke lumah cakit aja Bu" Tutur Gugun dengan tatapan manja.

••••

Anggi membalikkan tubuhnya ketika menyadari bahwa Ia baru saja menabrak tubuh seseorang.

"Habis ngapain lo?"

"Lo nangis?" Tanya Anggi seraya mengangkat dagu Eska untuk menatapnya dan dalam hatinya sangat senang melihat penderitaan gadis dihadapannya itu.

Anggi tertawa renyah "Pasti Lo dimarahin habis-habisan sama Gibran"

Eska sontak menepis kasar tangan cewek itu.

"Gausah sok gitu Lo, kayak anak baik-baik aja "

"Bagus deh kalau Lo bisu, mati aja sekalian"

Tanpa basa-basi Anggi mendorong bahu Eska agar menyingkir dari jalannya.

"Astagfirullah." Ucap Eska sembari mengelus dadanya dengan tatapan sendu.

••••

A

lden yang melihat Eska menangis langsung menghampirinya.

"Elo kenapa?"

"Bukan urusan lo!" Ujar Eska ketus.

"Itu urusan aku karena elo pacar gue" tutur Alden dengan lancang.

"Yaudah kalau gitu kita putus!"

"Apa? Tapi-"

"Permisi" ujar Eska seraya berlalu.

Alden menggenggam tangannya keras lalu menyusul Eska.

••••

GIMANA?

Salam,

Mbakvi🧚🏻‍♀️

before you goDove le storie prendono vita. Scoprilo ora