Part 15

245 113 67
                                    


“Lah, kok saya sih, Kak?” tanya Aluna memelas kepada Ridho, kakak kelasnya sekaligus ketua OSIS di sekolahnya.

“Karena saya mau,” jawab Ridho menatap Aluna tanpa ekspresi.

“Yah, jangan saya dong, Kak!”

Kini Aluna sedang berada di ruangan OSIS karena beberapa menit yang lalu Siska, bendahara OSIS menemuinya dan mengatakan bahwa dia dipanggil Ridho, kakak kelas sekaligus ketua OSIS mereka.

Aluna bingung, tentu saja dia bingung. Dia bukanlah anak OSIS atau apa pun yang berhubungan dengan kegiatan sekolah terkecuali Olimpiade.
Namun, saat tiba di ruang OSIS, Ridho mengatakan bahwa dirinya dipilih sebagai sekretaris OSIS. Tentu saja Aluna langsung menolak, dia tak pernah mencalonkan diri, lalu kenapa tiba-tiba dia dipilih.

“Saya tidak tertarik dengan OSIS. Kalo saya memang tertarik, dari dulu saya sudah masuk OSIS, Kak.” Aluna terus membujuk ketua OSISnya agar memahami maksud dari yang di katakannya.

“Saya tidak peduli! Ini sudah keputusan saya.”

Aluna mendengkus sebal. “Kak, itu 'kan keputusan Kakak bukan keputusan guru. Jadi, kalo keputusan saya menolak, saya berhak, dong! sebab posisi kita sama, Kak, sama-sama sebagai pelajar di sini.”

“Saya kakak kelas kamu, saya berhak nentuin siapa yang akan jadi sekretaris saya. Karena saya ketua di OSIS ini!” balas Ridho dengan penuh penekanan.

Aluna menghela napasnya dan menganggukkan kepalanya. “Iya, saya tau, Kak. Tapi, seharusnya Kakak bijak memilih pada orang yang ingin dan tertarik untuk menjadi sekretaris, Kakak.”

“Justru itu saya mau kamu!”

“Sudah, lah, Lun. Kak Ridho juga memilih lo karena dia tau lo mampu. Lagipula, ulang tahun sekolah sudah dekat, Lun, tidak ada waktu lagi untuk lengah,” jelas Siska mencoba membujuk Aluna agar tidak menolak untuk dijadikan sekretaris OSIS.

Sebenarnya Siska sendiri bingung, saat hendak melakukan rapat pemilihan sekretaris OSIS kemarin, Ridho mengatakan sudah ada nama yang terpilih. Dan anehnya orang itu adalah Aluna. Dia pikir Aluna sendiri yang mencalonkan diri ternyata hanya pilihan Ridho seorang diri.

“Sis, gue itu juga disuruh pak John untuk jadi vokalis dalam bandnya kak Chiko. Kalo gue gak ikut ancamannya nilai gue!”ujar Aluna mencoba membuat mereka mengerti. “Badan gue gak bakal bisa dibelah dua untuk ngurusin OSIS sama buat latihan bareng kak Chiko.”

“Lo bisa ngomong baik-baik dengan Pak Jhon, Lun. Pasti dia ngerti.” Siska menyarani agar Aluna tak kebingungan.

Aluna menggeleng pelan. “Lo tau 'kan, gue paling gak bisa membantah kalo taruhannya nilai gue?” ucap Aluna. Kemudian, dia menoleh pada Ridho. “Sebaiknya Kakak cari murid lain saja untuk jadi sekretaris—”

“Tidak. Saya tetap mau kamu!” Ridho memotong ucapan Aluna sengaja.

“Kakak jadi orang kenapa gak pengertian, sih?” tanya Aluna mentap Ridho dengan tatapan kesal. Baru kali ini dia bertemu dengan orang yang keras kepalanya benar-benar kebangetan.

Pantas saja Ridho bisa menjadi ketua OSIS karena sikapnya yang tak ingin dibantah. Entah bagaimana anggotanya bisa bertahan dengannya. Entahlah, aneh memang.

“Saya memanggil kamu ke sini untuk memberi tahu kamu bahwa mulai sekarang kamu menjadi sekretaris OSIS utomo bukan minta pengertian saya!” kata Ridho menatap Aluna dengan sangat datar. Aluna hendak menjawab Ridho akan tetapi cowok itu malah pergi begitu saja.

“Kenapa, sih, ada manusia kek dia?” ujar Aluna seraya mencak-mencak tak jelas. Lalu dia menoleh ke arah Siska dengan raut muka sendu. “Gue gak bakal bisa, Sis. Gue jamin!”

Aluna [SUDAH TERBIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora