Part 25

134 41 15
                                    


“Sebuah plaster tak 'kan dapat menutupi sebuah luka yang sudah kau toreh sebelumnya.”

***

Kini Aluna berada di salah satu cafe yang tak jauh dari rumahnya. Dia duduk seorang diri sambil menikmati segelas ice chocolate di mejanya.
Biasanya ia selalu mampir ke sini bersama sahabatnya. Namun, ia memilih sendirian karena dirinya masih kesal dengan kejadian tadi yang berujung ke BK.

Beruntungnya mereka hanya diberi peringatan. Jika mereka  diberi skors atau hukuman lain sudah dipastikan Aluna akan sangat merasa bersalah.

“Maafin gue, Lun!”

Aluna mendongak menatap seseorang yang sudah berdiri di dekat mejanya. Seorang cowok yang memiliki luka lebam di wajahnya, tentu saja itu karena pukulan Alvaro tadi. Melihat itu, Aluna meringis dalam hati.

“Lo? Ngapain lo minta maaf?” tanya Aluna dingin lalu menjatuhkan pandangannya ke ice chocolate miliknya sambil mengaduk-aduknya.

“Gue banyak salah sama lo, Lun!”

Aluna menghembuskan napas panjang, dia kembali menatap cowok yang kini sudah beralih menjadi duduk di hadapannya. Sedetik kemudian, Aluna bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah kasir. Adan menahannya sejenak, namun Aluna menepisnya.

Tak berapa lama kemudian, Aluna kembali dengan sebuah kotak putih di tangannya dan duduk tepat di samping Adan. Cowok itu memperhatikan Aluna yang menuangkan obat merah ke dalam kapas. Namun, saat Aluna hendak menempelkannya ke sudut bibirnya, Adan langsung menahan tangan itu.

“Luka gue gak apa-apa, Lun!” kata Adan sambil menatap mata Aluna dengan tatapan teduhnya.

Aluna menepis kasar tangan itu, tanpa persetujuannya, Aluna langsung menempelkan kapas tersebut pada sudut bibir Adan dan menekannya kuat. Tentu saja membuat sang empunya mengerang kesakitan.

“Aw! Sakit, Lun!”

Aluna tak menjawab, dia langsung bangkit dari kursinya dan mengambil tasnya. Setelah itu dia langsung berjalan keluar dari cafe tersebut.

“Lun!” panggil Adan, dia mengejar Aluna sampai akhirnya diaa berhasil menghentikan gadis itu dengan menahan lengannya.

“Lun, maafin gue!”

Aluna masih belum membalikkan badannya untuk menatap Adan, dia hanya membiarkan Adan bicara sambil menahan lengannya.

“Gue tau lo marah banget sama gue, cowok kaya gue emang gak pantes buat dapat maaf dari lo, tapi gue benar-benar tulus buat minta maaf sama lo, Lun!”

“Gue––”

Bugh!

Aluna langsung membalikkan badannya, dia menutup mulutnya terkejut ketika melihat Adan sudah terpental jatuh ke tanah akibat hentaman seseorang yang sangat dia kenal. Entah sejak kapan cowok itu ada di sini.

“Setelah apa yang udah lo perbuat, sekarang lo malah dengan mudahnya buat megang tangan Aluna?! OTAK LO DI MANA?!” teriak Ridho meluapkan emosinya. Tadi dia tak bisa membalas cowok itu karena melihat keadaan Aluna. Sekarang, inilah kesempatannua untuk memberi cowok itu pelajaran.

“Ini gak ada hubungannya sama lo!” balas Adan berupaya bangun kembali.
“Kak, udah!” Aluna langsung menahan tubuh Ridho yang hendak menghajar Adan kembali.

“Lepasin gue, Lun!”

“Enggak! Ayo, kita pulang aja!” ajak Aluna sambil menarik tangan seniornya itu.

Adan meringis sambil menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya. Sakit memang,  tetapi ini tak sebanding dengan sakit hati yang dia torehkan pada Aluna. 

Di sisi lain,  Aluna menatap Ridho marah.  Bagaimana dia tak marah setelah apa yang baru saja dilakukan seniornya itu pada Adan.

“Kenapa lo gak sopan natap gue kaya gitu?” tanya Ridho menaikkan alisnya sebelah.

Aluna mendecak pelan. Bisa-bisanya seniornya itu bertanya.
“Kenapa Kakak langsung mukulin Adan tadi?”

“Menurut lo?” Ridho bertanya balik dengan raut muka biasa-biasa saja, wajahnya  tampak tak bersalah. Tentu saja, karena dari awal pun Adan, lah yang salah.

“Gue gak tau,” balas Aluna malas.  “Yang pasti lo gak boleh kaya gitu lagi,  Kak!”

Ridho mendecak, apa katanya?  Gak boleh? Ridho mengusap wajahnya kasar seraya menatap Aluna dengan tatapan yang sulit diartikan. “Lo jadi cewek kok bego,  sih? Lo lupa dia mukul lo di lapangan sekolah tadi?”

“Tapi Lo, kan, juga tau kalo dia gak sengaja,  Kak.  Gue yang salah!” balas Aluna bermaksud menyudahi amarah perihal di lapangan tadi. Lagipula, dia tak tega dengan Adan. Baru saja cowok itu kena hajar oleh sahabatnya dan sekarang cowok itu malah dihajar kembali oleh Ridho. Dia yang satu kali kena pukulan aja sakitnya masih terasa sampai sekarang, bagaimana dengan Adan yang kena pukulan berulang kali.

“Tapi tetap aja.  Lo gak seharusnya ngebiarin dia bicara sama lo apalagi nyentuh tangan lo.” Ridho memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya.  “Lo boleh baik,  bego jangan! ”

Aluna memejamkan matanya sejenak.  Dia bingung sendiri dengan sikap Ridho padanya. Dia pun menghela napasnya seraya berkata,  “Gue heran, deh, sama lo, Kak.  Terkadang lo bersikap baik sama gue,  tapi habis itu lo balik marah-marah sama gue. Maksud lo apa,  sih, Kak?”

Ridho bergeming.  Benarkah dirinya seperti itu?  Dia bahkan tak menyadarinya.

“Lo,  sih,  jadi cewek bego bener!” ujar Ridho yang bingung harus menjawab apa atas pertanyaan Aluna karena memang dia tak mempunyai jawaban untuk itu.

“Yang bego,  kan, gue.  Kok lo yang terganggu, sih? ”

Ridho mengumpat dalam hati, menatap Aluna tak percaya. “Emang gak ada rasa terima kasihnya lo,  ya.”

Aluna mengerutkan dahinya.  “Terima kasih buat apa?  Karena Kakak udah mukulin Adan tadi?” Aluna memutar kedua bola matanya malas. “Kak,  Adan itu menghampiri gue karena mau minta maaf sama gue.  Ya kali gue usir sedangkan dia ngomongnya tulus kaya gitu. ”

“Emang lo tau dia tulus minta maaf sama lo?”

Aluna bergeming, namun bila dilihat dari sorot mata Adan menatapnya tadi,  cowok itu memang bener-bener berniat untuk minta maaf padanya. Namun, minta maaf untuk hal yang mana? Sedangkan tadi Adan bilang dia terlalu banyak salah dengannya. Apakah minta maaf untuk kejadian hari ini, yang kemarin, atau bahkan sekaligus semuanya?

“Gak bisa jawab,  kan,  lo? ” Ridho mendecak pelan. “Dah,  ah,  yuk,  balik!” ajak Ridho langsung menarik lengan Aluna sampai di depan motornya.  Dia memberikan sebuah helm pada Aluna, sontak membuat Aluna menaikkan alisnya.

“Lo datang ke sini cuma buat nganterin gue balik, Kak?” tanya Aluna. 
Pasalnya dia sama sekali tak tahu apa tujuan Ridho berada di cafe, apalagi dia sama sekali tak ada janjian untuk bertemu dengan ketua OSIS-nya ini.

Ridho menghela napas lalu membalikkan badannya menatap Aluna malas.  “Geer banget,  sih,  lo, jadi cewek. Buruan naik!”

Sebenarnya,  Ridho memang ingin ke cafe itu untuk memesan kopi kesukaannya.  Namun,  tiba di sana dia melihat pemandangan yang tak dua sukai.  Karena geram, akhirnya Ridho pun menghajar Adan. 

Ridho hendak menjelaskan itu pada Aluna agar gadis ini tak kepedean.  Cuma dia malas,  karena akan terlalu banyak bicara untiuk menjelaskannya.
Aluna mengembungkan pipinya,  mencoba tak terlalu perduli.  Dia pun memasang helm di kepalanya lalu menaiki motor Ridho dengan perlahan.

Aluna [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now