Part 17

274 101 80
                                    

Jam pelajaran terakhir, Aluna melangkahkan kakinya menuju koridor kelas dua belas. Dia hendak menemui Ridho—kakak kelas—sekaligus ketua OSIS-nya. Kini dia sudah berada di koridor XII FARMASI 1.

Terdengar suara wanita paruh baya sedang berbicara tentang salutio, mungkin mereka sedang belajar tentang ilmu resep apalagi guru ajar mereka di kelas saat ini adalah Bu Rani. Aluna menghela napasnya sejenak setelah itu dia pun berjalan beberapa langkah lagi hingga menuju depan pintu kelas tersebut.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu yang diketuk Aluna refleks mengundang seluruh perhatian kelas itu sehingga semua tatapan sekarang mengarah padanya. Bu Rani juga langsung menghentikan ucapannya ketika melihat muridnya sudah berdiri di depan pintu kelas ajarnya.

“Masuk, Lun!” suruh Bu Rani. Aluna pun melangkahkan kakinya pelan masuk ke dalam kelas itu dan berdiri di samping Bu Rani.

“Maaf, Bu. Saya mau pinjam kak Ridho sebentar,” ujar Aluna nyaris berbisik pada gurunya itu.

“Mau ngapain? Pulang sekolah nanti gak bisa?”

Aluna menggeleng pelan. “Enggak, Bu. Makanya saya datangnya sekarang. Cuma sebentar,  kok, Bu.”

Bu Rani tak mengangguk tetapi dia memberikan jawabannya melalui matanya. Dia pun menoleh ke arah bangku Ridho berada. “Ridho!” panggilnya, refleks Ridho yang dipanggil menoleh menatap gurunya itu. “Aluna memanggilmu!” kata Bu Rani lagi, Ridho pun melirik kepada Aluna yang juga kini menatapnya. Melihat Ridho yang bangkit dari tempat duduknya, Aluna pun menatap Bu Rani kembali.

“Makasih, Bu,” kata Aluna sopan. Bu Rani pun menganggukkan kepalanya setelah itu Aluna pun berjalan keluar kelas tersebut disusul Ridho di belakangnya.

Kini Aluna dan Ridho berada di koridor kelas Ridho. Aluna tak perlu membawa Ridho menjauh dari kelasnya karena Aluna pun hanya ingin bicara sedikit dengan Ridho. Aluna menyodorkan tangannya memberikan sebuah flashdisk pada Ridho. Cowok itu belum menerima benda itu, dia masih menatap Aluna datar.

“File yang Kakak minta ada di sini dan sudah saya kerjain. Kakak tinggal edit dan buang mana yang tidak perlu,” kata Aluna menjelaskan maksud dari dia memberikan flashdisk ini.

Ridho juga masih belum mengambil benda itu dari tangan Aluna dan membiarkan tangan itu mengambang begitu saja. “Lo gak boleh bolos, banyak yang harus didiskusikan nanti.”

Aluna melototkan matanya percaya, Ridho seperti seorang cenayang saja sampai tahu jika nanti dia akan bolos OSIS. Dia pun menjatuhkan tangannya lalu menatap Ridho ragu. “Kak, saya—”

“Lo harus  tetap hadir OSIS nanti!” kata Ridho tak ingin dibantah membuat Aluna pun menggeram kesal. Ridho benar-benar tak berperasaan, dia juga tak mempunyai rasa toleransi untuk mengerti posisinya di sini bukan cuma mengurusi OSIS tetapi juga ada kegiatan yang harus diikutinya.

“Saya harus latihan, Kak. Tapi saya janji walaupun tidak ikut OSIS nanti, saya akan tau semua hasilnya tanpa bertanya sama Kakak.” Aluna masih mencoba untuk bersabar.

“Gue gak suka bicara berulang kali.” Suara dingin Ridho yang membalas perkataan Aluna membuat Aluna semakin kesal. Dia tidak bisa untuk sabar kembali, Aluna pun menatap Ridho dengan tajam.

“Gue juga gak akan ngulangi ucapan gue lagi!”  kata Aluna dengan sangat tegas di sana. “Gue hari ini bolos OSIS! Gue gak peduli kalo lo pada akhirnya akan memberikan gue hukuman.”

“Sorry kalo gue bicara gak sopan sama lo, karena lo sendiri yang buat gue kaya gini dengan keegoisan lo. Masih syukur gue mau dengerin lo buat mau jadi sekretaris lo, padahal bisa aja gue gak peduli dan gak pernah nunjukin diri datang ke OSIS.”

Aluna [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now