Part 38

93 37 37
                                    

Happy reading ❤️

Dari kejauhan, Aluna bisa menangkap sosok cowok yang tertawa riang tengah duduk dibangku koridor bersama seorang gadis. Itu, Alvaro. Ternyata benar yang dikatakan Atikah. Astaga, apa yang Alvaro lakukan?

“Alvaro!” panggil Aluna sambil masih berjalan mendekati cowok itu.

Alvaro sontak menoleh menatap heran cewek yang kini menatapnya tajam. Alvaro pun bangkit dari duduknya. “Lo kenapa, Lun?” tanyanya karena tak mengerti dengan arti tatapan itu.

“Ikut gue!”

Aluna langsung menarik lengan Alvaro agar menjauh dari gadis itu dan mereka bisa bicara, sedangkan Alvaro hanya pasrah dan mengikut saja kemana Aluna menariknya.

“Apa yang Lo lakuin, Var?” tanya Aluna menghentikan langkahnya di koridor kelas sepuluh yang terlihat sangat sepi.

“Apa?” tanya Alvaro masih tak mengerti dengan maksud Aluna.

Aluna mendecak kesal. Bisa-bisanya Alvaro masih tak mengerti maksudnya sedangkan semuanya sudah jelas.
“Cewek yang tadi sama Lo itu siapa?”

Oh, Alvaro baru mengerti sekarang, ternyata karena Viera—adik kelas—yang bersamanya tadi. “Pacar gue. Gimana? Gak kalah cakep, dong, dengan Atikah.” Alvaro menarik sudut bibirnya ke atas seraya memainkan alisnya.

Mata Aluna membola, kedua alisnya pun naik ke atas, masih tak menyangka bahwa Alvaro malah sangat senang mengucapkan kalimat itu.

“Var, Lo jangan becanda, deh!” Aluna menatap cowok yang ada di hadapannya ini dengan tatapan tak suka.

“Gue gak becanda, Lun, gue serius!”

Aluna menghela napas, ekspresi Alvaro sangat serius. Ia mencoba mencari kebohongan di raut itu, tetapi ia sama sekali tak menemukannya.

“Var, plis jangan kekgini!”

“Maksud, Lo?” tanya Alvaro mengerutkan dahinya.

“Gue tau cinta Lo gak akan pernah terbalaskan dengan Atikah, tapi untuk melupakannya bukan dengan melampiaskannya dengan cewek yang sama sekali gak tau apa-apa, Var!” Aluna menatap Alvaro lekat.

Senyum Alvaro terbit lalu tangannya menggenggam lengan Aluna. Sahabatnya ini sudah salah paham dengannya. “Lun, Lo bener, gue pengen lupain Atikah dengan pacaran dengan cewek lain. Tapi, Lo salah kalo nganggap gue mau membuat cewek itu sebagai pelampiasan.”

Alvaro menatap Aluna dengan sangat lekat, Aluna pun masih setia mendengar penjelasan Alvaro. “Denger, Lun,  Walaupun gue gak punya saudara perempuan, tapi sama aja gue nyakitin ibu gue sendiri kalo gue nyakitin perempuan.”

“Tapi, Var, Lo gak cinta sama cewek itu, gimana caranya Lo membangun sebuah hubungan sama seseorang yang sama sekali Lo gak mempunyai rasa untuk dia?” tanya Aluna masih tak menyangka dengan keputusan yang diambil sahabatnya itu.

“Gampang, kok, Lun!” jawab Alvaro mantap. “Pertama, Lo harus menerima dia masuk ke dalam kehidupan Lo. Kedua, Lo harus belajar nyaman dengan dia, dan jika Lo udah nyaman, otomatis cinta akan datang dengan sendirinya.”

“Lo yakin kalo lo bisa?” tanya Aluna menatap Alvaro serius.

Alvaro menganggukkan kepalanya. “Gue yakin, Lun.”

Aluna menghela napasnya. Ia tak bisa mencegah Alvaro untuk mencoba membuka hatinya dengan gadis lain. Lagipula, keputusan yang diambil Alvaro tidaklah buruk. Dia mengenal Alvaro, jadi ia percaya dengan Alvaro.

“Trus, Lo gak ada berniat buka hati ke cowok lain, Lun?” tanya Alvaro. Ia sengaja bertanya itu, karena ia juga tak ingin Aluna merasakan sedih yang lebih lama lagi.

Aluna sedikit kaget dengan pertanyaan itu. Jika Alvaro memilih membuka hati dengan gadis lain, maka ia tak harus seperti itu jugakan?

Aluna mengulum bibirnya seraya menggelengkan kepalanya pelan. “Gue gak tau, Var. Dah, ah, ayuk ke lapangan!” ajak Aluna langsung menggandeng lengan Alvaro.

***

Ridho memutar kedua bola matanya saat melihat sepasang remaja berbeda gender berjalan dengan bergandengan tangan di lapangan. Kekesalannya semakin memuncak karena gadis itu malah melaksanakan ucapan yang maksudnya tadi hanya menyindirnya.

Ridho membalikkan badannya, berjalan menghampiri Fanda sang wakil. “Fan, Lo suruh Siska ngumpulin OSIS yang sekarang gak bertugas, terutama cewek yang itu, ya!” ujar Ridho menunjuk arah sepasang remaja di lapangan  melalui gerakan kepalanya.

Fanda mengikuti arah gerakan kepala Ridho. Ia yakin pasti Ridho hendak marah-marah karena tadi Ridho juga marah dengan gadis itu. “Do, kenapa gak nanti aja, pas acara udah selesai?”

Ridho tak menggubris. “Gue tunggu di dalem!” Setelah Ridho pun langsung masuk ke dalam ruang OSIS.

Fanda menghela napasnya kasar, memang susah jika berlawanan dengan Ridho. Akhirnya ia pun menghampiri Siska terlebih dahulu, setelah itu ia menghampiri Aluna yang berada di lapangan.

Sekitar sepuluh menit menunggu, beberapa anggota OSIS masuk ke dalam  ruangan OSIS, begitu juga Aluna, matanya langsung menangkap hazel mata elang seseorang yang kini menatapnya tajam.  Ia yakin jika sudah seperti ini tidak ada yang namanya baik-baik saja.

“Lo sekretaris OSIS, kan?” Ridho langsung menghampiri Aluna dan menatapnya dingin.

“Iya, Kak,” jawab Aluna.

“Trus apa Lo gak bisa nunjukin contoh yang baik buat anggota OSIS yang lainnya? Kalo Lo malah milih pacaran maka yang lain juga bakal ngikut!”

Aluna mengerutkan dahinya. Apa katanya? Memilih pacaran? “Maksud Kakak?” tanya Aluna tak mengerti.

Ridho mendecak. “Gak usah sok gak ngerti Lo! Cukup kemarin gue gak negur Lo karena itu masih pertandingan. Tapi sekarang hari H nya, Lun. Gue gak bakal tinggal diem kalo ada benalu yang mencoba menghancurkan reputasi OSIS Utomo!”

Aluna menghela napas kasar. Dimarahi di depan anggota OSIS lainnya membuatnya hanya bisa menahan rasa malu, apalagi dikatakan sebagai benalu, tentu saja itu membuat hatinya seperti terkena goseran pisau tajam.

“Maaf, Kak.” Akhirnya Aluna memilih untuk mengalah. Melawan ketosnya saat ini juga tak berguna, lagipun ia masih tidak mempunyai cukup tenaga untuk berdebat.

Ridho memutar kedua bola matanya. Ia kira Aluna akan melawan ucapan-ucapannya seperti biasa tetapi sama sekali tidak dan berakhir dengan minta maaf. Baguslah, setidaknya ia sudah mengatakan apa yang ia mau.

Sedetik kemudian pandangan Ridho beralih pada anggota OSIS lainnya yang ternyata sedari tadi hanya menunduk sembari mendengarkan  dirinya yang sedang memarahi Aluna.

“Kalian juga! Bantu OSIS lain yang bertugas bukan malah kaya seleb yang kerjaannya hanya tebar pesona! Paham?!”

“Iya, paham, Kak!” jawab mereka serentak dengan nada takut.

***

Aku pribadi, sih, setuju sama Alvaro. Jalani aja dulu, urusan cinta bisa datang dengan sendirinya. Lebih baik seperti itu, daripada harus bertahan pada seseorang yang bahkan tak pernah melirik ke arah kita.

See you next chapter 🤗

Jangan siders! Setidaknya, udah gak dapet notif dari doi, notif kalianlah yang jadi penyemangatku😂

Thank you yang udah mampir❤️
Love you banyak-banyak❤️❤️❤️

Aluna [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang