ATTESA : 38

734 110 54
                                    

✨✨✨✨✨

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

✨✨✨✨✨

Hari yang melelahkan mereka hadapi dengan lapang. Terkadang protes apakah tiga tahun di SMA tidak cukup sehingga kelulusan harus ditentukan lagi dalam kurun waktu empat hari? Setiap siswa memasuki ruang ujian harap-harap cemas—meski ada beberapa yang terlambat pun bodo amat. Di sinilah kesetia kawanan diuji. Ada yang males belajar, mengharap kiri kanan depan belakang. Bersedia ponsel di samping keyboard komputer, atau lebih nekatnya membawa catatan tak peduli besar atau kecil. Sementara si pintar pura-pura tuli atau ngasih tau jawaban yang salah. Paling apes rasanya kalau kebagian duduk di depan pengawas. Hanya para pro player berani mati yang bisa melakukan perjuangan tanpa ketahuan.

Salah satu contoh paling santuy di ruangan adalah Hartsa. Dia menjawab apa yang menurutnya benar—walau sesekali nguping teman-temannya bertukar jawaban. Cowok itu malah fokus pada sosok di sampingnya. Ada Helsy yang masih berkutat dengan kertas coretan karena hari ini adalah mata pelajaran Matematika. Untungnya tempat duduk ditentukan secara acak, kalau saja sesuai absen maka Hartsa akan jauh dari penyemangatnya.

Merasa diperhatikan, Helsy menoleh. "Udah selesai?"

"Santuy, lagi nunggu mukjizat."

Helsy juga bukan orang yang pintar di segala bidang. Hitungan adalah kelemahannya. Masih ada beberapa soal yang belum terjawab. Dia bekerja sama dengan teman di sampingnya yang kebetulan selalu ranking tiga. Bertukar pikiran walau sesekali kepergok pengawas adalah simbiosis mutualisme. Sementara mereka yang ongkang-ongkang kaki menunggu edaran kertas dari antah-berantah tidak lebih dari simbiosis parasitisme.

Di detik-detik terakhir, Helsy mendengus dan menyerah pada beberapa soal. Dia termasuk noob kalau soal edar-mengedar kertas. Pernah satu kali menyelesaikan soal di depan pengawas karena ketahuan membuka kertas berisi setengah jawaban soal. Untungnya itu bukan ujian. Jadi, akan lebih baik insting cap-cip-cup saja.

"Psstt!"

Helsy menggigit bibir bawahnya saat Hartsa menyerahkan gulungan kertas. Matanya was-was mengamati sekitar. Posisi duduknya cukup aman apalagi pengawas sudah mengumumkan yang selesai boleh keluar.

Ada senyum tertahan di bibir gadis itu ketika ia membuka gulungan kertas dari Hartsa.

I love you :*

Di dalam mobil bersama Hartsa gadis itu memilih diam seolah tidak tahu apa-apa. Padahal dia sadar kalau Hartsa curi-curi pandang semacam menunggu jawaban dari gulungan kertas tadi.

"Kenapa diem?" tanya Hartsa sembari fokus menyetir.

"Lagi puyeng."

"Udah, gak usah dipikirin."

"Tapi kan, nilai juga ngaruh buat masuk kedokteran."

Dari awal masuk SMA, Helsy memang ingin jadi dokter yang menangani anak-anak. Tekatnya tidak berubah, walau dia tahu biaya serta pengorbanan untuk sampai ke kedokteran tidak semudah memecahkan piring kaca.

ATTESA [Completed] Où les histoires vivent. Découvrez maintenant