ATTESA : 11

742 117 36
                                    

✨✨✨✨✨

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

✨✨✨✨✨

"Remember me? Senang kita bisa bertemu lagi, bocah."

Tanpa kata, seolah lidahnya terasa kelu untuk bersua. Jika ini adalah mimpi buruk, Hartsa berharap ada seseorang yang segera membangunkannya. Namun, waktu yang terus berdetak menandakan bahwa pria di hadapannya ini adalah nyata. Mengapa bisa dia ada di sini? Tidak mungkin kalau sang papa mengundang orang yang telah menghancurkan mereka dulu.

Hartsa menatap pria itu tajam. Saat ia ingin bergerak, orang itu mencegat bahunya. "Gak usah bilang pahlawanmu kalau ada tamu gak di undang di sini. Saya hanya mampir sebentar."

"Apa lagi yang sedang Anda rencanakan?" tanya Hartsa tanpa memandang pria yang hampir setara dengannya itu.

"Hm, nothing. Hanya ingin bersenang-senang." Sebelum pergi, pria itu menepuk pundak Hartsa seraya berbisik, "The game isn't over, Boy. Be careful."

Pria berjas hitam itu kembali memasang kacamatanya dan berlalu meninggalkan tempat acara. Padahal di depan sana keamanan sudah ketat, mungkin taktiknya untuk menipu masih tidak bisa ditebak. Sampai Hartsa sendiri merasakan dentuman hebat di kepalanya, tubuhnya merinding, tak sadar bahwa kedua es krim di tangannya kian meleleh.

Tak lama, Akram mendapati putranya tengah berdiri mematung, menepuk pundak Hartsa pelan dan cowok itu menoleh.

"Mikirin apa sampai es krimnya leleh gitu?"

"Pa." Terdengar suara rendah. "Dia kembali."

Tercipta atmosfer yang berbeda. Wajah ceria Akram sedikit berubah seolah meminta penjelasan pada putranya. Saat itu juga ia memerintahkan seluruh pihak keamanan untuk mengecek apakah masih ada gerak-gerik mencurigakan dari para tamu undangan. Ini hari kejayaan keluarga Yogantara, Akram tidak ingin kekacauan kembali terjadi.

"Sudah, jangan dipikirkan. Kamu samperin temen-temen kamu, gih. Ada Pega juga baru dateng."

Merasa gerah walaupun acara dilaksanakan secara outdoor, Hartsa melepas jasnya menyisakan kemeja putih membalut tubuhnya. Pertemuan yang tidak pas, dia jadi malas untuk makan.

"Weh, dari mana aja lo?" Andrik masih menyumpal mulutnya dengan makanan.

"Makan, Bang." Pipi Faldo menggembung saat ia mengunyah ayam bakar madunya.

"Kenapa mukanya kusut gitu?" tanya seorang gadis berambut pirang yang tidak lain adalah Pega.

Hartsa memilih diam, duduk di antara Pega dan Faldo. Efek dari trauma yang ia miliki akan selalu seperti ini. Andrik atau Faldo mungkin berpikir cowok itu pura-pura badmood untuk mencari perhatian Pega. Namun, berbeda dengan Pega. Memang tidak spesifik, tapi gadis itu tahu kalau Hartsa memiliki trauma.

"Haca udah makan belum?" Bagi Pega itu terdengar biasa. Tapi suasana akan lebih baik jika ada provokator. Seperti Andrik misalnya, yang balas dendam karena kepergok Hartsa mengintip Delvi di ruang teater.

ATTESA [Completed] Where stories live. Discover now