ATTESA : 36

702 113 79
                                    

✨✨✨✨✨

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

✨✨✨✨✨

WARNING!!!!

THIS PART FOR 15+
Bagian ini mengandung kekerasan. Yang di bawah umur mohon untuk menanggapi dengan bijak!!!!

Perdebatan antara dirinya dengan sang papa telah dianggap hal yang wajar. Lean lelah terus mengalah, maka kali ini dia berontak bagaimana pun caranya. Punggungnya terlihat memar, menerima hukuman cambuk dari Juwan karena ketahuan menyerahkan semua barang bukti yang ia simpan.

"Papa ngerawat kamu dari kecil, kenapa kamu jadi orang bodoh begini?" Juwan masih santai-santainya di kamar Lean.

"Seandainya dari dulu aku tau Papa kayak gini, aku gak akan pernah sudi dirawat sama Papa."

Juwan terdiam. Mungkin ini kali pertama Lean membantahnya. Dia seorang ayah yang pernah hidup susah dan rela melakukan apa saja demi putra semata wayangnya. Hanya satu dari sekian banyak tujuan untuk hidup, Juwan ingin putranya tidak menderita seperti dirinya.

"Mau kamu apa sekarang, hm?"

"Berhenti mengacaukan keluarga Yogantara."

"Another request?"

"Jangan sakiti Hartsa, jangan lukai orang yang dekat dengan dia, dan serahkan diri ke polisi."

Plak!

Lean meringis saat sang papa tak segan-segan menamparnya. "Papa sudah bilang, turuti apa kata Papa! Celakai Hartsa!"

"I can not!"

Juwan semakin naik pitam. "Orang itu, sudah mengambil semua yang Papa miliki! Papa gak akan biarin dia menang!"

"Mereka gak salah, Pa! Sadar!"

Lagi-lagi Lean mendapat tamparan pedas di pipinya. Kedua tangannya terkepal, ingin menonjok Juwan barang satu kali. Namun, sisi lain dalam dirinya menahan itu.

"Oke, Papa akan menyerahkan diri ke polisi."

"Pa?" Lean terkejut.

"Setelah Papa membunuh salah satu di antara mereka." Juwan tersenyum miring, lalu tertawa licik.

"Kenapa? Kenapa Papa selalu mementingkan ambisi dan obsesi Papa? Apa pernah sedikit aja Papa memikirkan perasaan anak Papa sendiri? Apa pernah Papa sadar gimana hancurnya hidup seorang Lean ini?"

Walau dibuat bungkam beberapa saat, Juwan kembali terkekeh. "Hancur? Badanmu sehat, kamu masih bisa sekolah—

"Kalau Papa gak menyerahkan diri. Maka aku yang akan melakukan itu."

Kali ini Juwan benar-benar bungkam. Kentara sekali dia terkejut atas pengakuan putranya.

"I'm afraid." Tenggorokan Lean tersekat, air matanya mengalir setelah sekian lama tidak menangis.

ATTESA [Completed] Where stories live. Discover now