Prolog

7.1K 270 23
                                    

Naya menatap nanar monitor di depannya, di sana jelas-jelas tertulis bahwa ia gagal untuk kesekian kalinya. Mimpinya untuk kuliah di PTN gagal sudah, tes masuk Politeknik Negeri ini adalah tes terakhir yang ia ikuti.

Sebelum-sebelumnya ia mengikuti berbagai macam tes, SNMPTN, SBMPTN, SMPN, dan terakhir UMPN.

Teman-temannya yang lulus sedang menertawainya menari-nari dalam benaknya. Entah ia yang terlalu berharap atau memang kemampuannya tidak sampai disana.

Marah, sedih, kecewa tentu saja.

Matanya mulai terpejam, ia menarik nafas dan menghembuskannya secara kasar. Bibirnya mulai bergetar.

Tiba-tiba ia merasa menjadi manusia paling tidak berguna.

HPnya mulai menerima berbagai macam pesan baik secara peribadi maupun grup sekolahnya.

Selamat yaa buat yang lolos.

Gue lolos gaesss

Demi apa gue keterima!

Huaaa

Yang lolos siapa aja?

Dan sederet pesan serupa mulai bergantian di terima HP nya.

Ia memilih mematikan sambungan internet dan mengusap air matanya.

Bahkan rasanya lebih sakit dibandingkan saat ia putus dari pacarnya.

Tanpa bisa ia cegah air matanya mengalir lebih deras daripada sebelumnya.

Setelah puas menangis Naya keluar kamar menuju kamar mandi dan mencuci mukanya.

Dari arah luar ibunya menenteng kanting kresek, sepertinya habis berbelanja di warung.

"Nay, Wina temanmu lolos di kampus negeri, tadi pas belanja di warungnya hasilnya keluar, kamu gimana?" Tanya Ibunya antusias.

"Bukan rejekinya Naya Bu," jawabnya.

"Loh kok bisa? Padahal kamu selalu juara kelas, Wina malah tidak pernah kedengaran juara kelas tapi dia lolos loh Nay."

Perkataan ibunya serasa menamparnya kuat-kuat.

"Itu rejekinya Wina Bu," Naya kemudian berlalu ke kamarnya.

Melihat laptopnya masih menyala dengan menampilkan hasil pengumuman dirinya yang gagal masuk PTN, air mata Naya kembali mengalir. Ia menutup paksa laptopnya.

Saat tengah meratapi nasib kegagalan dirinya HPnya berbunyi. Nama sahabat nya tertera disana.

"Halo Ki,"

"Nayaaaa, gue gagall! Elu gimana??"

"Sama Ki,"

"Kita berdua memang kompak, gagal saja barengan hahaha," suara di seberang sana sama tidak menunjukkan rasa kecewa maupus sedih.

"Sembarangan lu Ki,"

"Eh lu habis Nangis ya?"

"Sok tahu deh."

"Cemen bangen lu Nay, ini cuma gagal masuk PTN."

"Tetap aja gue kecewa Ki, sakit hati tau nggak. Masa Wina yang ogah-ogahan daftar bisa lolos."

"Itu namanya rejekinya dia Nay."

Benar juga, tadi Naya yang mengatakan hal itu kepada ibunya.

"Jangan sedih-sedih amat Nay, ntar lo depresi terus bunuh diri, Hahaha."

"Elu ngedoain gue Ki?"

"Kan sapa tau."

"Kurang asem lo ya."

"Nay, besok kita jalan-jalan deh, ngerayain kegagalan kita, biar gak kelihatan sakit hati.

Benar juga, Naya tidak boleh sedih berlarut-larut hanya karena gagal masuk PTN.

"Boleh deh, di mana?"

Mereka pun melanjutnya pembicaraan mereka dengan merencanakan jalan-jalan ketempat wisata di sekitaran tempat tinggal mereka.

Seletah puas merencanakan jalan-jalan dan bergosip ria dengan Kiki sahabatnya Naya memutuskan sambungan telepon, mengaktifkan kembali koneksi internetnya.

Isinya masih sama seperti sebelumnya. Teman-temannya saling berucap selamat dan simpati. Ia menutup aplikasi chatnya dan membuka instagram. Ia menggeser-geser instastory.

Ada mantannya yang sedang bersama pacarnya.

Ada beberapa teman SMA nya yang memposting foto dengan caption perpisahan.

Promosi kampus-kampus swasta.

Meme.

Gambar makanan.

Puas melihay instastory ia kemudian menelusuri berandanya.

Kesuksesan seseorang tidak bergantung dari almamaternya. Semua itu tergantung seberapa keras dia berjuang.

Kata-kata motivasi yang lewat di berandanya itu tidak membuatnya termotivasi, ia justru merasa di ejek, kata-kata itu hanyalah sebagai penghibur belaka.

Ia melanjutkan penjelajahan di instagramnya. Sebuah postingan bersponsor entah mengapa sangat menarikbperhatiannya.

Fakultas Teknik Universitas Ijo Langit
- Teknik Sipil
- Teknik Informatika dan Sistem Informasi
- Teknik Mesin
- Teknik Industri
- Teknik Elektro
- Arsitektur

Dunia kampus Naya [Tamat]Where stories live. Discover now