~ Part 27 - Blanc ~

3K 371 33
                                    

Le temps d'un souffle coupé

Par un soir tardif d'été

Les anges partirent avant

Et leurs visages tachés de blanc

Saat yang menyesakkan

di malam akhir musim semi

Para malaikat telah pergi

Wajah mereka tetap pucat

---

"Ada waktunya dalam kasus seperti ini, kau harus memutuskan, untuk menyelamatkan anak, atau ibunya..." Lion memperlihatkan kondisi Isabelle melalui layar di hadapan mereka.

"Anakmu sangat prematur tetapi kami memiliki rahim buatan dari Philadelphia dan telah diujicoba. Well, sepertinya Isabelle Celestiel memang ditakdirkan mati di tanganku."

Tangan Ardan gemetar mengelus USG empat dimensi anaknya, walaupun janin masih berupa gumpalan kecil. Kondisi Isabelle terus memburuk walaupun peluru telah dikeluarkan dari tubuhnya.

"Jika pada akhirnya nanti dia koma dan mati otak, kau harus memutuskannya."

Ardan berbalik dan keluar ruangan.

"Hei, kau mau kemana?" Lion berdecak kesal. "Waktu kita tidak banyak dan kau harus segera memutuskannya setelah aku kembali dari Dubai untuk suatu urusan. Aku memberimu waktu empat hari...itupun jika kondisi Isabelle stagnan."

"Kau tahu sendiri, aku tak pernah memutuskan sesuatu tanpa melibatkan Nya. Aku ke masjid dulu, untuk bertanya..."

"Jangan lupa minum obatmu, beberapa tulang rusukmu masih retak..."

Lelaki itu melangkah gontai, bisa jadi setiap orang yang merasa mengenalnya dengan begitu dekat, bahkan ayahnya sendiri, mengira dia memilih hal paling ceroboh selama kehidupannya. Tidak, sebenarnya dia telah memikirkan segalanya secara terperinci, dia ingin menunjukkan kepada Isabelle jika dia merelakan tubuhnya sebagai tameng. Bahkan mungkin jika nyawa adalah pertaruhan, apalah arti jiwa dan raga ini jika taruhannya adalah anak dan istri? Hanya saja dia tidak menyangka jika Isabelle lebih memilih melindunginya di saat akhir dan berniat 'membawa' anak itu bersamanya.

Cukup lama lelaki itu merenung di sebuah masjid di kompleks Aryavarta. Melindungi Aryavarta dan negara ini adalah kewajibannya, tetapi jika pertaruhannya adalah anak juga istri, ingin rasanya Ardan menukar itu dengan nyawanya sendiri. Perlahan dia kembali ke rumah untuk membersihkan diri sebelum nanti kembali bersiap mengunjungi Isabelle di rumah sakit markas utama. Banyak hal yang dipikirkannya dan beberapa hari ini kondisi mentalnya juga belum pulih, Kartikeya dalam jiwanya belum sepenuhnya terkendali. Dia harus melakukan meditasi untuk menetralkannya. Errland bahkan masih berada di ruangan isolasi karena Ciel masih menguasai tubuhnya. Beberapa anggota pasukan khusus tengah menanganinya dan bertarung dengan Ciel.

Grey House terasa sepi, lelaki itu menuju ke dapur dan mengetuk layar LCD kecil di meja barista, memesan kopi secara otomatis sesuai seleranya. Dari keran di hadapannya, cairan kopi akan mengalir secara otomatis begitu mug diletakkan di alas bundar hitam yang dilengkapi sensor. Setiap hal di rumah ini telah begitu canggih dan modern, terbuat dari material terbaik dan menggunakan tekhnologi paling mumpuni, tapi apakah dia merasa bahagia? Selama ini dia bertakhta di Shadow Kingdom dalam kesendirian dan tumbuh lekat bersama kegelapan. Seorang gadis bernama Mutiara sempat membuat sisi lain dirinya terbuka, tapi Tiara hanya mampu dikenali oleh Ardan yang 'terang' sementara Isabelle, mengerti setiap sisi dirinya, juga menyelami kegelapannya.

"Sebenarnya, kau makhluk seperti apa, Isabelle Celestiel?"

Setelah mandi, Ardan berganti pakaian dan saat melihat bagian sisi kiri walk in closet, jemari tangannya terhenti mengancingkan baju. Gaun, tas dan barang-barang milik istrinya yang tergeletak rapi di almari kaca membuatnya tertegun. Perlahan, saat membuka almari dia merasakan aroma lembut mawar dan peony, khas Isabelle. Walaupun kehidupan pernikahan mereka tak biasa, tetapi Ardan menyadari, jika dirinya terlanjur menyayangi wanita keras kepala itu. Antara anak itu dan Isabelle manakah yang pada akhirnya harus dipilihnya?

US - Beautiful LiarWhere stories live. Discover now