Rasa Takut

2.5K 133 16
                                    

Malam itu Liliana masih menangis dengan tersedu, wanita itu menangis di balkon tanpa ada yang menemani kesedihannya.

"Tidak perlu menangis sampai sesedih itu. Lagian semua itu sudah takdirnya," kata Hendrata dengan perlahan.

"Takdir, Takdir kamu bilang, dasar manusia bejat, pembunuh. Aku tidak mau bicara denganmu lagi." Liliana lalu pergi meninggalkan Hendrata. Tetapi Drata malah menarik tangan Liliana dan memeluk tubuhnya dari belakang.

"Jangan seperti itu Sayang. Aku pun tidak mau melakukannya. Aku hanya diperintah oleh tuan besar, harusnya kamu tahu bahwa aku disini pekerja, apa yang aku lakukan atas dasar darinya," kata Hendrata sambil terus memeluk Liliana dari belakang.

"Lepas, lepas aku jijik di sentuh oleh laki-laki pembunuh seperti kamu," teriak Liliana dengan tangisannya yang melirih. Hendrata malah tidak mau melepaskan pelukannya dan malah memainkan payudara Liliana dan juga mengecup leher Liliana dengan gemas.

"Jangan buang tenaga seperti itu Sayang. Ayolah Sayang kita nikmati malam ini, kita nikmati mumpung tuan tidak ada," kata Hendrata sambil terus meremas buah dada wanita yanh kini dia peluk. Liliana benar-benar merasakan jijik kepada Hendrata, kekesalan dan amarah dalam jiwanya membuat dia semakin membenci pria yang kini sedang mendekap erat tubuhnya.

"Aku benci kamu, lepaskan tubuhku, aku tidak mau kamu menyentuhku, aku ingin kamu menjauh dariku, aku benci, aku benci, aku takut padamu, dasar pembunuh," tangis Liliana terpecah, dan malam itu Liliana dipaksa oleh Hendrata untuk melayani nafsu bejat pria tersebut.

Kini bahkan Hendrata sudah menggendong Liliana masuk ke dalam kamarnya, dan hendak membantu melepaskan seluruh Pakaiannya yang Liliana kenakan.

"Aku tidak mau! Jangan sentuh aku, lepas drata!" Jerit Liliana tatkala kini Hendrata sudah melepaskan seluruh pakaiannya, wanita itu hanya menangis dengan tersedu, melihat Hendrata dengan wajah yang sangat ketakutan.

"Sayang kita nikmati malam ini ya, kita puas kan mumpung kita cuma  berdua di sini," bisik Hendrata sambil mengecup leher Liliana, tetapi Liliana sama sekali tidak tergugah, dia tidak pernah ingin berhubungan intim dengan Hendrata. Apalagi setelah mengetahui bahwa Hendarata adalah pembunuh dari pria yang bernama Yoga.

"Lepaskan aku pembunuh. Aku tidak mau kamu menyentuhku seperti ini." Liliana berteriak, wanita itu lantas menendang kemaluan Hendrata sampai Hendrata kesakitan.

"Awww! Aduh Sayang kenapa kamu menendang aku seperti itu, ya ampun." Pria itu meringkuk di atas kasur dengan wajah yang kesakitan. Sedangkan Liliana bergegas mengenalkan seluruh pakaiannya. Dia tidak sudi pembunuh itu menyentuh tubuhnya lagi.

Sejahat jahatnya Liliana dia tidak akan mau jika berdekatan dengan orang yang telah membunuh manusia lainnya. Apalagi orang yang sudah dia bunuh adalah Yoga. Yoga yang sempat Liliana taksir di kelasnya. Kini sudah tidak ada dan tinggal nama saja.

Gadis itu berlari keluar dari kamarnya, meninggalkan Hendrata yang masih kesakitan.

"Bibi! bibi Mar!" teriak Liliana memanggil kepala pelayan di rumahnya.

Sayangnya Bibi Mar sepertinya sudah tidur dan tidak menyahut sama sekali.

"Bibi, Bibi dimana, Bibi, sofa, Ana, kalian di mana?" teriak Liliana dengan kencang memanggil para pelayan di rumahnya.

Sepertinya para pelayan sudah tertidur tetapi mereka terkejut mendengar teriakan dari nyonya besarnya. Salah satu pelayan bergegas untuk datang menghampiri Liliana.

"Bibi kalian dimana, sofa, Ana?" Untuk ketiga kalinya Liliana berteriak sambil menuruni anak tangga, Lian takut Hendrata menyentuhnya kembali, dia harus berlindung dan tidur dengan para pembantunya agar Hendrata tidak bisa mendekatinya lagi.

"Nyonya ada apa? Anda terlihat ketakutan seperti itu?" Bi Mar datang sambil melihat Liliana dengan penuh kecemasan.

"Bibi! Tidurlah di kamarku, ajak sofa dan anak juga Ana, cepat-cepat, cepat!" Liliana memberikan perintah kepada kepala pelayan.

"Baiklah Nyonya akan segera saya bangunkan Sofa dan Ana, tunggu sebentar." Bi mar lalu bergegas ke kamar sofa, dan membangunkan kedua pelayan Liliana yang lainnya. Sedang Liliana masih melihat ke arah atas, dia takut Hendrata menangkap lagi dirinya dan menggendong dia lagi seperti tadi.

Dan benar saja tiba-tiba Hendrata berlari menuruni anak tangga dan hampir saja mendekati Liliana. Beruntunglah Bibi Mar, Sofa dan Ana datang tepat waktu.

"Nyonya ayo kita tidur, kita mau tidur di mana?" tanya Sofa dengan senyuman manisnya, Sofa memang pelayan di rumah itu, tapi umurnya tidak beda jauh dengan Liliana.

"Kita tidur di kamarku, cepat! Aku sangat takut, aku tadi mimpi bertemu dengan seorang pembunuh, dia telah membunuh temanku," isak Lian dengan tersedu, sambil meneteskan air matanya, dan menatap kearah Hendrata dengan mata basahnya.

Drata terlihat begitu kesal, tatkala mendengar bahwa Liliana kini meminta para pelayannya untuk tidur di kamar, dengannya bersama-sama.

"Kalian pelayan, kalian tidak sopan tidur di kamarnya Nyonya!" teriak Hendrata kepada tiga pelayan Liliana.

"Aku Nyonya rumah disini, ingat statusmu. Kamu hanyalah seorang pengawal, pergi jauh dan jaga rumah ini baik-baik, pengawal tidak beda jauh dari satpam. Tinggal di luar. Aku akan tidur bersama Bibi, Sofa dan Ana. Kamu tidak boleh mengganggu kami, ayo Bibi, Sofa, Ana," kata Liliana sambil menarik tangan Sofa untuk naik ke lantai atas, lalu mereka pun sampai di kamar Liliana. Liliana dengan segera mengunci pintu kamarnya.

"Nyonya sebenarnya apa yang telah terjadi?" tanya bi Mar merasa cemas atas tindakan nyonya besarnya yang lain dari pada biasanya.

"Tidak apa-apa, aku hanya mimpi buruk, aku mimpi seseorang telah membunuh temanku, sangat mengerikan. Bibi aku takut, karena itu selagi tuan tidak ada di sini, kalian harus menemani aku tidur," isak Liliana dengan tangisannya yang meledak. Bi Mar terlihat percaya dengan ucapan Liliana, begitupun Sofa dan Ana.

"Jangan terlalu dipikirkan Nyonya. Bukankah itu hanya sebuah mimpi. Tenang saja, mimpi adalah bunganya tidur, sebaiknya Nyonya harus banyak berdo'a, agar tidak mengalami mimpi buruk," kata Ana sambil memberikan segelas air putih kepada Liliana. Gadis itu lalu mengambil air putih tersebut dan meneguknya sampai habis.

"Terima kasih kalian mau mendengarkan aku, dan menemani aku di sini," lirih Liliana menangis, air matanya tak kunjung juga habis, dia benar-benar merasa takut kepada Hendrata, apalagi ketika Hendrata menyentuh tubuhnya, dia merasa sangat jijik karena sudah disentuh oleh seorang pembunuh yang sangat mengerikan.

"Nyonya kami bekerja untuk anda, tenang saja kami pasti akan menemani anda setiap malam," kata Sofa sambil menorehkan senyum yang manis kepada Liliana.

"Baguslah, kalian memang orang yang sangat baik, pokoknya setiap malam harus menemaniku. Aku tidak mau tau. Jadi sekarang tugas kamu adalah, kamu harus menemaniku kemana pun aku pergi, biar pun itu ke Sekolah, kamu harus ikut denganku dan Hendrata," kata Liliana memberikan perintah kepada Ana dan Ana pun tersenyum menyetujui keinginan sang majikan.

"Ayo sebaiknya kita tidur, malam sudah semakin larut," kata bi Mar sambil memberikan Liliana selimut lalu para pelayan itu pun tidur di sofa.

ABNORMAL (Novel nex, Di Goodnovel, Hi novel, Gonovel)Where stories live. Discover now