Just The Way You Are

199 17 3
                                    




Suho memarkirkan mobilnya di basement sebuah apartement, ia menoleh pada Baekhyun yang memejamkan matanya. Gadis itu masih tampak lemas. Sungguh Suho begitu simpati dengan temannya yang baru saja melakukan percobaan bunuh diri. Bagaimana kalau setangkai bunga tadi tidak jatuh dan membuatnya menoleh ke belakang? Pasti sekarang media sudah ramai memberitakan hal buruk. Pemuda itu menghela napasnya, ia terus memantau ponselnya sambil mengawasi Baekhyun.

'Aku sudah sampai'

Suho mencoba membangunkan Baekhyun. Tapi, sepertinya gadis itu sudah benar-benar tertidur. Tak lama ia melihat Chanyeol di depan mobilnya, terlihat panik dan segera mendekat ke pintu supir.

"Dia baik-baik saja?"

Suho memberi tanda untuk tidak terlalu berisik dan mengangguk sebagai jawaban. Baekhyun tertidur dengan pulasnya. Suho pun mengajak Chanyeol berjalan agak jauh dari mobilnya. Ia merasa hanya pemuda tinggi itulah yang bisa membantu Baekhyun.

"Dia mencoba bunuh diri." napas Chanyeol tertahan begitu mendengar gadis yang di carinya seharian bisa berbuat nekad seperti itu. "Sebelum melakukan, sepertinya ia sempat meminum obat penenang." Kemudian Suho mengacungkan sebuah kotak kecil yang berisi beberapa pil berwarna putih. Benda itu terjatuh dari sebuah kantong mantel ketika ia menyelamatkan Baekhyun. "Dia sangat depresi. Aku ragu untuk membawanya ke rumah sakit. Makanya aku langsung menghubungimu."

"Kita harus membawanya ke atas. Bisakah kau membantuku membuka kunci pintu, sementara aku menggendongnya?"

Chanyeol masih ingat persis letak pintu unit dimana apartemen milik almarhum ibunya Baekhyun. Ya, tempat yang berkesan untuknya. Mungkin itu alasan Baekhyun meminta Suho mengantarnya kesini. Chanyeol melihat wajah Baekhyun yang pucat dalam tidurnya. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan tindakan nekad gadis itu.

Begitu pintu terbuka, Suho menyalakan beberapa lampu. Chanyeol segera melesat ke dalam kamar dan membaringkan tubuh Baekhyun di tempat tidur. "Haruskah aku memanggil dokter?" tanya Suho.

"Aku akan mengurusnya, kebetulan aku punya kontak dokter langganan. Kau bisa pulang Suho. Terima kasih untuk semuanya." ucap Chanyeol.

Suho mengerti dan yakin Chanyeol akan mengurusnya dengan baik. Ia pun berpamitan, namun pemuda itu kembali memanggilnya.

"Aku minta maaf. Kau tau maksudku kan, perbuatanku beberapa waktu lalu bersama Sehun, Kai, dan Kris, benar-benar menyebalkan. Tapi, kau masih mengingatku. Aku sangat berterima kasih."

Suho tersenyum mendengarnya dari Chanyeol. "Ya, sudah aku maafkan sejak lama. Baiklah, aku duluan ya."

* * *

Luhan menatap bayangan dirinya di cermin meja rias, menangkup kedua pipinya, sesekali ia memanyunkan bibirnya. Semakin kesini, ia jadi tertarik untuk memperhatikan penampilan. Sekarang persiapan berangkat ke sekolah bukan hanya memastikan memakai seragam rapi, melainkan kesehatan kulit wajahnya juga menjadi nomor satu. Pubertas memang membuat beberapa gadis remaja harus bekerja lebih ekstra untuk merawat kulit.

Matanya melihat ponselnya yang bergetar dan Suho tampak menelponnya.

'Sudah sampai di rumah dengan selamat kan?' tanya Suho yang sebenarnya sudah mendapat kabar dari Sehun bahwa pemuda itu mengantarkan Luhan tepat sampai di depan rumah.

"Menurutmu? Kau itu memangnya kemana? Aku malu sekali terlihat jelek tadi." Luhan memang merasa agak kesal karena saat bertemu dengan Sehun, penampilannya tidak di persiapkan.

'Maaf Luhan. Tadi, ada sedikit urusan penting. Hei, bukannya aku memberikan kesempatan yang bagus untuk kalian berdua?'

Luhan memainkan botol skin carenya di meja. "Tidak ada yang terjadi. Kami hanya langsung pulang."

Suho tertawa jahil. 'Sepertinya Lu-lu ku kecewa belum mendapatkan apa yang ia inginkan.'

"Suho!!!!"

'Baiklah, baiklah.... Kita harus segera tidur, besok kau akan menemaniku memasang mading kan?'

"Tentu saja, byee...."

Luhan senang Suho melakukannya. Membuatnya pulang bersama Sehun, sungguh menyenangkan. Ia membayangkan hal yang akan terjadi besok. Perasaan tidak sabar ini benar-benar menyiksanya. Luhan ingin terus melihat Sehun. Sepertinya ia sudah menyukai pemuda itu. Pemuda yang dulu sering menyiksa sahabatnya.

Ponselnya kembali berbunyi nyaring. Kali ini matanya kembali di kejutkan dengan nama yang ada di sana.

Luhan mengatur napasnya dan berusaha untuk bersikap se natural mungkin. "Ya Sehun?"

'Sudah dua kali aku mencoba menelponmu dua dan kau sedang berada dalam panggilan lain. Apa ada juga yang berusaha menggodamu di jam segini?' Luhan langsung tersenyum malu mendengarnya. Sehun memang pandai berkata-kata.

"Apakah itu penting bagimu?"

'Kau atau pelaku panggilan itu? Kalau seorang Luhan tentu saja penting bagiku.' jawab Sehun dengan mantap. 'Aku hanya ingin mengucapkan selamat tidur dan sepertinya salah satu bukumu ada yang tertinggal. Itu tandanya besok aku harus mengembalikannya padamu.'

Luhan tertawa mendengar alasan yang di buat Sehun. "Ya tentu saja, kau harus mengembalikannya."

'Baiklah, itu artinya kita akan makan siang bersama. Oh ya, kau harus segera tidur. Bye...'

"Bye..."

Luhan langsung memeluk ponselnya, ia sangat bahagia mendapat ucapan selamat tidur dari orang yang di sukainya. Tentu menjadi siswa pindahan pada awalnya bukan hal yang baik baginya. Ia sempat mengira tidak akan mendapatkan masa-masa SMA yang menyenangkan. Tapi, karena bertemu lagi dengan Suho, sahabatnya membuatnya merasa tenang. Di tambah lagi dengan adanya Sehun.

* * *

Chanyeol memandangi Baekhyun yang terlelap, dokter sudah pulang sekitar lima belas menit yang lalu. Untung saja gadis itu tidak meminum obat penenang dengan jumlah yang berlebihan. Dokter juga menyarankan Baekhyun untuk menemui seorang Psikiater, tentu saja untuk membicarakan depresi yang di alaminya. Bisa sempat membuat keputusan bunuh diri bukanlah hal yang baik. Pasti ada banyak masalah yang membebani pikirannya.

"Bisakah setidaknya kau beri aku kesempatan untuk selalu berada di sampingmu, Baek?" pinta Chanyeol. Bagi Chanyeol perasaannya tidak bisa di remehkan lagi. Ia sangat tulus mencintai Baekhyun. Meskipun predikat seorang playboy selalu melekat pada dirinya. Tapi, tidak ada satu wanita mana pun yang mampu mengalihkan perhatiannya dari Byun Baek Hyun.

Lamunannya buyar ketika ponsel Baekhyun yang terus bergetar, akhirnya berhasil membuat Chanyeol jengah. Ia hanya melihat nama kontak 'Manager Ma' terus menelpon berulang kali. Karena takut mengganggu Baekhyun, ia pun memasukkan ponsel ke dalam laci di meja itu. Tak lama, malah ponselnya yang berdering. Chanyeol langsung melangkah ke luar kamar untuk menjawab panggilan dari asistennya.

"Ada apa?" ia menggunakan nada yang malas.

Suara asistennya terdengar gugup dan seperti menghela napas panjang. 'Kau sudah dengar kalau Baekhyun menghilang?'

Satu-satunya orang yang pro dengan hubungan percintaan Chanyeol adalah asistennya. Ia selalu update bila ada berita mengenai Baekhyun. Berbeda dengan manager yang selalu takut bila Chanyeol mendapat rumor kedekatan dengan wanita manapun. "Dia sudah aman." jawab Chanyeol singkat sambil kembali ke kamar untuk melihat Baekhyun.

'Iya. Tapi, kau yang sedang tidak aman.' Chanyeol tampak penasaran. 'Berita menghilangnya Baekhyun baru di terbitkan beberapa jam lalu dan klub penggemarnya merasa kau yang telah menyembunyikannya. Sekarang Manager sedang sibuk mencarimu. Sedari tadi ia kewalahan dengan telpon yang masuk.' Penggemar memang bukan hal yang bisa di salahkan ketika mereka begitu mencintai idolanya. Tapi, Chanyeol merasa ia harus membuktikan bahwa dirinya pantas berada di samping Baekhyun.

"Baiklah, terima kasih kau sudah memberitaukannya padaku. Katakan pada manager hyung aku sudah berada di rumah. Jadi, tidak ada hubungannya dengan Baekhyun. Sudah ya, aku ingin istirahat."

Chanyeol menghela napasnya panjang. Besok sore ia ada jadwal pemotretan, sudah pasti selama perjalanan ia akan mendapat ceramat dan pelampiasan dari managernya yang kepusingan. Chanyeol berjalan lemas kembali ke kamar, ia duduk tepat di samping Baekhyun.

"Aku akan terus menjagamu, Baek."


T B C

How dare you!Where stories live. Discover now